Toksisitas CD dan CU terhadap Ikan Bandeng (Chanos Chanos): Dampak Terhadap Osmoregulasi dan Perubahan Histologi pada Inang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: Kompasiana

Bandeng (Chanos chanos, Forsskal, 1775) biasanya hidup di perairan laut lepas pantai tropis sekitar pulau dan sepanjang landas kontinen, pada kedalaman 1 sampai 30 m. Mereka juga sering memasuki muara dan sungai (Froese et al., 2015). Ikan bandeng adalah makanan laut penting di Asia Tenggara dan beberapa Kepulauan Pasifik (FAO, 2020). Bandeng biasanya dipanen dengan ukuran 20-40 cm (sekitar 250-500 g), dan dipasarkan sebagian besar dalam bentuk segar atau dingin, utuh atau diambil durinya, beku, atau diolah (misalnya ikan asap yang dibuang durinya, dan bandeng bertekanan (presto)).

Secara umum, semua ikan bandeng yang dipasarkan diproduksi di pertambakkan, hanya sedikit ditangkap dari perairan alami (FAO, 2020). Ikan bandeng adalah produk makanan laut yang populer dari kota-kota perikanan Indonesia, seperti Juwana dan Semarang di Jawa Tengah, dan Sidoarjo dan Surabaya di Jawa Timur.  di Pulau Jawa, kebanyakan tambah bandeng terletak di sepanjang daerah pesisir, bagaimanapun perairan pesisir ini terkontaminasi logam berat, termasuk kadmium (Cd) dan tembaga (Cu), karena dampak kegiatan manusia  (USEPA, 2007; Asih et al., 2013; Soegianto et al., 2013; Nursanti et al., 2017). Oleh karena itu, dampak dari logam ini pada budidaya ikan bandeng harus diteliti. Cu dan Cd banyak ditemukan di perairan sebagai hasil dari alam dan sumber antropogenik (USEPA, 2007).

Di sebagian besar perairan alami, Cu dan Cd biasanya berada pada konsentrasi yang rendah, di perairan yang tercemar, konsentrasi Cu dapat mencapai 0.85–7.75 mg/L (Boran dan Altinok, 2010; Asih et al., 2013), dan bahkan 200 mg / L terutama di dekat daerah pertambangan (USEPA, 2007), sedangkan konsentrasinya Cd dapat mencapai 16,1 mg / L di perairan tercemar (Cao dkk., 2012).

Cu merupakan elemen esensial yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup karena memainkan peran penting dalam berbagai proses fisiologis dan biokimia (Solomon dan Lowery, 1993). Meskipun tembaga adalah elemen penting, bagaimanapun, tembaga bisa sangat beracun ketika kadarnya di dalam sel meningkat (Pena et al., 1999; Usman et al., 2013). Cd adalah logam yang sangat beracun, dan tidak mempunyai fungsi fisiologis yang nyata (Putih dan Rainbow, 1986).

Telah diketahui dari studi toksikologi bahwa peningkatan konsentrasi logam dalam air dapat menyebabkan peningkatan kadar logam di insang organisme (Grosell dan Wood, 2002; Soegianto et al., 2013; Nursanti et al., 2017), dan dapat mengubah fungsi insang dengan menyebabkan gangguan yang parah terhadap fungsi osmoregulasi, pertukaran gas, dan ekskresi produk limbah metabolik (Cerqueira dan Fernandes, 2002; Monteiro dkk., 2010; Adhim dkk., 2017; Listiyani et al., 2018; Novianty dkk., 2019). Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi toksisitas Cu dan Cd terhadap ikan bandeng juvenil (Chanos chanos), dan dampak logam tersebut pada osmoregulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian meningkat dengan meningkatnya konsentrasi Cd dan Cu. 96 h LC50 dengan batas kepercayaan 95% adalah 154,27 (129,27-184,11) mg/L Cd dan 20,27 (17,33-24,18) mg/L untuk Cu. Meningkatkan Cd dan Cu dalam media meningkatkan osmolalitas serum ikan. Tingkat kerusakan insang meningkat dengan meningkatnya Cd dan Cu konsentrasi media. Perubahan morfologi insang akibat paparan Cd dan Cu pada penelitian ini merupakan respon pertahanan ikan terhadap logam di lingkungan, karena semua ikan masih hidup selama percobaan.

Penulis : Agoes Soegianto

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:

http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=11086&iid=323&jid=4

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp