Identifikasi Jenis Kelamin Menggunakan CT Scan 3D Pelvis Dewasa

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Ayosemarang

Identifikasi jenis kelamin sisa tulang manusia adalah hal pertama yang harus dilakukan untuk membantu antropolog forensik mengidentifikasi seseorang (Franklin et al., 2014). Analisis observasi metrik dan non-metrik telah menjadi metode konvensional yang diandalkan para antropolog (Decker et al., 2011). Untuk tujuan diskriminasi jenis kelamin, penentuan jenis kelamin seseorang biasanya dilakukan dengan melakukan teknik morfologi karena kesederhanaan dan akurasinya. Namun, teknik ini sangat bergantung pada keahlian asesor (Decker et al., 2011; Spradley, 2016).

Pada orang dewasa, indikator jenis kelamin yang paling dapat diandalkan karena dimorfisme seksualnya adalah tulang pinggul (Decker et al., 2011). Berbagai upaya telah dilakukan untuk ‘mengukur’ atau mengukur properti non-metrik secara akurat di beberapa area tubuh (Mahfouz et al., 2007; Krishan et al., 2016). Computed tomography (CT), salah satu modalitas pencitraan medis, digunakan untuk memeriksa variasi manusia modern dan memperluas sumber daya penilaian osteologis kepada para peneliti, yang menyediakan lebih banyak data kuantitatif. Studi sebelumnya melaporkan bahwa ada peningkatan dalam reproduktifitas dan akurasi dibandingkan dengan metode linier konvensional dalam membangun profil biologis seseorang (Zech et al., 2012; Krishan et al., 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data distribusi usia orang dewasa yang dilakukan CT 3D pelvis dan variabel radiometrik pada penelitian antropometri panggul.

Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pasien di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang menjalani pemeriksaan CT 3D panggul dari bulan September sampai Desember 2019. Komite etik rumah sakit telah memberikan persetujuan untuk penelitian kami.

Sampel penelitian adalah data CT 3D panggul yang diambil secara consecutive sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi: gambar CT 3D panggul pasien pria dan wanita yang datang ke Instalasi Radiologi yang berusia di atas 18 tahun dan gambar CT scan wanita tidak hamil. Citra CT 3D panggul panggul dan sakrum pasien menunjukkan adanya kondisi patologis yang dapat mengganggu pengukuran, penyakit kronis dan osteoporosis merupakan kriteria eksklusi. 

Materi studi meliputi data hasil pemeriksaan CT scan panggul dalam bentuk data digital. Alat pemeriksaan radiologi menggunakan mesin CT scan SOMATOM Siemens 16 iris di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Data demografi diperoleh dari rekam medis. Dokumentasi digital dilakukan dengan menyimpan data digital dalam bentuk Digital Imaging and Communications in Medicine (DICOM) sebagai data studi.

Terdapat 204 pasien dalam penelitian ini yang didominasi oleh laki-laki, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 1: 1,13. Usia rata-rata pasien adalah 50,23 ± 14,36 tahun, dengan usia rata-rata kelompok laki-laki lebih besar dari kelompok perempuan. Tabel 3 menggambarkan usia rata-rata pasien dalam penelitian ini dan standar deviasinya. Umur pasien dibagi menurut kelompok umurnya dengan rentang umur 10 tahun untuk masing-masing kelompok. Kelompok umur dengan pasien terbanyak adalah kelompok umur 41 – 50 tahun, kelompok umur kedua 51 – 60 tahun, dan kelompok umur ketiga 61 – 70 tahun. Kelompok umur terbanyak pada laki-laki pada kelompok umur 51 – 60 tahun, sedangkan kelompok umur terbanyak pada kelompok umur wanita adalah 41 – 50 tahun. 

Usia rata-rata pasien adalah 50,23 ± 14,36 tahun dalam penelitian ini. Dalam sebuah penelitian oleh Kolesova et al, 2017, perbedaan ukuran panggul dikaitkan dengan perubahan usia. Dalam studi mereka, mereka mengamati perubahan terkait usia dalam parameter linier rongga panggul dan memverifikasi lokasi sakrum yang lebih horizontal dan kemiringan anterior dasar sakral sesuai dengan penuaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perubahan proporsi panggul terhadap tinggi iskia pada wanita, sedangkan jarak diameter panggul melintang semakin pendek seiring bertambahnya usia. Seperti yang dilaporkan sebelumnya, proses ankilotik terkait usia yang terkait dengan penuaan menurunkan motilitas sendi sakroiliaka dan mendorong perubahan ini (Amonoo-Kuofi, 1992; Patriquin, Steyn dan Loth, 2005; Abdel Moneim et al., 2008).

Perbedaan yang signifikan (p <0,05) ditemukan antara komponen radiologis yang diukur antara pria dan wanita kecuali untuk diameter transversal segmen sakral (p = 0,180). Temuan perbedaan signifikan ini serupa dengan penelitian lain pada populasi berbeda di mana terdapat perbedaan signifikan dalam pengukuran panggul antar jenis kelamin (Patriquin, Steyn dan Loth, 2005; Mostafa et al., 2016). Patriquin et al., 2015 menunjukkan dysmorphism seksual yang signifikan dalam studi populasi di Afrika Selatan. Studi ini melaporkan perbedaan ukuran panggul antar jenis kelamin serta perbedaan antar ras. Terdapat perbedaan dalam distribusi usia orang dewasa yang menjalani CT 3D panggul serta variabel radiometrik pada studi antropometri panggul (ABS, AHS, APOD, LIB, LIL, LPL, LGSN, LIH, PSL, RIL, RPL, RGSN, RIB, RIH, SPA, TDSS, TPO, LIPI). Semua komponen radiologi juga berbeda nyata antar jenis kelamin, kecuali untuk diameter transversal segmen sakral

Penulis: Dr. Rosy Setiawati, dr., Sp.Rad(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: 

https://ijrp.org/paper-detail/1538

Ika Ruriana, Rosy Setiawati, Prijambodo, Sex Identification Using Adult Pelvic 3D CT Scan: An Anthropometric Study, International Journal of Research Publication (Volume: 64, Issue: 1)

https://doi.org/10.47119/IJRP1006411120201537

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).