Penderita kista ovarium (SOPK) beresiko mengalami infertilitas. Di dunia, saat ini ditemukan 5-10% dari populasi wanita menderita SOPK. Infertilitas menjadi masalah yang dicemaskan khususnya di kalangan pasangan usia reproduksi, yaitu sekitar 4% – 18% dari populasi penduduk dunia. Kista ovarium sering dikaitkan dengan resistensi insulin dengan perubahan pola makan yang mengarah pada konsumsi tinggi kalori dari makan cepat saji. Kecenderungan saat ini, konsumsi makanan berkalori tinggi dari karbohidrat setiap tahun menunjukkan adanya peningkatan.
Penambahan kalori diketahui dapat menimbulkan gangguan metabolisme, memicu stres oksidatif dan keradangan. Ketiga gangguan tersebut berpotensi menyebabkan disharmoni pada hormonal wanita usia subur yang berdampak kepada produksi sel telur dari ovarium. Hasil penelitian terdahulu membuktikan pembatasan kalori pada diet harian mampu mencegah resistensi insulin pada diabetes. Sayangnya sampai saat ini belum terdapat studi yang membuktikan efek diet mampu mengurangi gangguan metabolisme serupa yang terjadi pada penderita kista ovarium. Formulasi diet yang tepat diyakini dapat memperbaiki metabolisme, keradangan dan kesuburan wanita penderita SOPK. Pengurangan kalori dan penambahan protein menjadi kunci utama dalam formulasi diet tersebut. Selain penambahan suplemen omega 3 yang berkhasiat menurunkan stres oksidatif dan keradangan.
Tujuan penelitian ini mengevaluasi intervensi formulasi diet rendah karbohidrat dan tinggi protein terhadap gangguan metabolisme, keradangan dan sinyal stres dari ovarium yang memperoduksi sel telur. Setiap gangguan diwakili dengan pengukuran penanda berupa kadar TNF-α, kadar insulin, dan ekspresi p38MAPK dari ovarium tikus model SOPK-resistensi insulin. Tikus digunakan sebagai model, menggantikan penderita kista ovarium pada wanita usia reproduksi. Kemiripan sistem hormonal dan metabolisme antara manusia dan tikus diharapkan dapat menjembatani uji coba menggunakan intervensi diet. Tikus betina diinjeksi dengan preparat testosteron proprionat (TP) untuk memperoleh kondisi yang mirip dengan sindroma polikistik ovarium resistensi insulin. Intervensi diet diberikan setiap hari dengan pengawasan yang ketat. Di akhir perlakuan tikus dikorbankan untuk selanjutnya diperiksa spesimen darah dan jaringan ovariumnya.
Tikus yang diinduksi TP dalam penelitian ini didapatkan jumlah folikel berlebih. Tikus yang diinduksi TP memiliki banyak folikel kistik, hiperketosis dan kapsul tunika yang menebal. Folikel mengalami kegagalan perkembangan korpus lutea pada usia 56 hari, peningkatan perkembangan folikel seperti yang diamati pada wanita SOPK. Kadar insulin dan TNF alfa dalam darah meningkat. Ekspresi p38 MAPK yang tinggi pada ovarium menunjukkan kondisi stres yang menghambat perkembangan folikel. Inilah karakteristik dari tikus model SOPK yang diuji coba intervensi menggunakan terapi formulasi diet.
Penulis : Budi Santoso
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: