Studi kami bertujuan untuk mengamati hubungan antara public float, penawaran waran dan kinerja pasar saham penawaran umum perdana (Initial Public Offerings), baik kinerja initial return (kinerja jangka pendek) maupun kinerja jangka panjang. Initial public offerings (IPO) adalah kegiatan penawaran saham perusahaan kepada investor publik untuk yang pertama kalinya. Memahami initial return dan kinerja pasar jangka panjang saham IPO sangat penting bagi investor dan emiten.
Kemampuan memahami pola tingkat pengembalian akan memberikan kesempatan kepada investor untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih optimal. Emiten juga berkepentingan dengan fenomena initial return dan kinerja pasar jangka panjang, karena keduanya terkait erat dengan biaya ekuitas eksternal serta informasi tingkat efisiensi pasar modal. Pasalnya, melalui IPO, saham yang semula dimiliki oleh pemegang saham internal suatu perusahaan, beberapa di antaranya diubah menjadi kepemilikan publik. Persentase saham yang dimiliki oleh investor publik (pemegang saham eksternal) baik individu maupun institusional pasca IPO dikenal sebagai public float (Michel et al., 2014).
Public float menentukan risiko yang dihadapi emiten, karena dengan semakin meningkatnya proporsi saham yang dimiliki publik maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan diambil alih oleh pihak eksternal (Hsieh, Lyandres, & Zhdanov, 2011). Public float juga memengaruhi initial return. Bradley & Jordan (2002) menyatakan bahwa initial return akan semakin menurun dengan bertambahnya fraksi saham yang tetap dikendalikan oleh pemegang saham internal (yang dikenal sebagai overhang). Hal ini mengakibatkan, semakin besar overhang semakin besar pula initial return.
Meski demikian, Michel et al. (2014) mengakui bahwa public float yang lebih besar juga mendorong orang dalam (insiders) untuk terlibat dalam aktivitas yang cenderung hanya menguntungkan mereka dengan mengorbankan pemegang saham eksternal. Bagi investor, semakin tinggi public float semakin tinggi pula risiko berinvestasi. Potensi yang semacam ini akan mengarah pada hubungan positif antara public float dan initial return.
Waran merupakan hak investor IPO untuk membeli tambahan saham emiten dengan harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Waran 50% berarti bahwa untuk setiap dua saham yang dibeli di pasar perdana, investor berhak atas satu waran yang dapat digunakan untuk membeli satu saham tambahan. Jangka waktu pelaksanaan waran berkisar antara 1 sampai 3 tahun setelah pencatatan saham. Schultz (1993) menyatakan bahwa penawaran waran adalah suatu bentuk pembiayaan bertahap (staged financing) untuk proyek-proyek berisiko tinggi.
Chemmanur dan Fulghieri (1997) mengajukan teori pensinyalan yang menjelaskan bahwa penerbitan waran pada saat IPO merupakan mekanisme yang diambil oleh emiten untuk menginformasikan prospek risiko dan arus kas masa depan kepada investor. Kedua teori tersebut menyatakan bahwa, karena waran dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi bagi emiten, penerbitannya akan meningkatkan initial return dari saham IPO.
Riset kami adalah penelitian pertama yang mengidentifikasi peran waran dalam hubungan antara public float dan kinerja pasar IPO. Jumlah sampel adalah 124 emiten yang diambil dari 135 IPO selama periode 2009-2014 di Bursa Efek Indonesia. Beberapa emiten yang data perdagangannya tidak lengkap selama periode observasi 2009 hingga 2017 akibat delisting atau suspensi tidak dimasukkan sebagai sampel. Initial return dihitung sebagai tingkat pengembalian pada hari perdagangan perdana saham IPO, sedangkan kinerja jangka panjang dihitung menggunakan akumulasi tingkat pengembalian abnormal selama 36 bulan pasca IPO (CAR36).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara public float dan initial return. Hubungan positif ini menunjukkan bahwa investor Indonesia memandang public float sebagai faktor risiko. Oleh karena itu, semakin tinggi risiko semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan. Pengujian menggunakan model mediasi menunjukkan bahwa penawaran waran memediasi efek public float terhadap initial return. Hasil ini menunjukkan bahwa emiten dengan risiko proyek yang tinggi berusaha menekan biaya keagenan melalui penawaran waran.
Potensi risiko yang diisyaratkan oleh penerbitan waran kemudian diikuti oleh initial return yang lebih tinggi. Analisis OLS tidak dapat menemukan hubungan antara public float dan kinerja pasar jangka panjang. Proporsi public float di Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan negara-negara lain lain. Hal ini menyebabkan kondisi di mana penurunan konsentrasi kepemilikan akibat IPO tidak terlalu meningkatkan konflik keagenan sehingga tidak berpengaruh pada kinerja pasar jangka panjang. Sementara itu, hubungan antara penawaran waran dengan tingkat pengembalian abnormal kumulatif tidak dapat dibuktikan. Hal ini menunjukkan bahwa penerbitan waran di Indonesia dilakukan sebagai bentuk pembiayaan bertahap.
Penulis: Nugroho Sasikirono
Informasi detil tentang penelitian kami dapat dilihat pada tautan DOI: