Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) diketahui dapat menyebabkan penurunan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit. Untuk mengetahui status infeksi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), perlu dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium, antara lain tes jumlah sel CD4 dan tes viral load. Jumlah sel CD4 yang rendah mengindikasikan kekebalan tubuh yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Viral load menunjukkan jumlah partikel virus dan materi genetik HIV dalam darah. Viral load yang tinggi mengindikasikan peningkatan risiko progresi menjadi acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan kemungkinan menularkan virus ke orang lain.
Viral load dinilai sebagai prediktor yang lebih baik dibandingkan jumlah sel CD4 untuk memprediksi progresivitas infeksi, serta menentukan keberhasilan terapi dengan obat antiretroviral. Akan tetapi, tes viral load membutuhkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes jumlah sel CD4. Hal tersebut menjadi salah satu alasan lebih banyak ODHA yang rutin memeriksakan jumlah CD4 dibandingkan melakukan tes viral load.
Tingginya biaya tes viral load inilah yang melatarbelakangi penelitian Ayu Megasari dan kolega di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga untuk menemukan alternatif yang sebanding dengan tes viral load, namun dengan biaya yang lebih murah. Salah satu metode yang digadang-gadang dapat mensubstitusi tes viral load adalah tes jumlah antigen p24 HIV dengan metode ELISA. Beberapa penelitian di luar negeri terhadap ODHA yang terinfeksi HIV subtipe A, B, C, D, F, G, H, J, dan K, menunjukkan jumlah antigen p24 yang paralel dengan viral load. Semakin tinggi viral load, maka jumlah antigen p24 juga semakin tinggi.
Sayangnya, dalam penelitian yang dilakukan terhadap ODHA dengan infeksi HIV subtipe CRF01_AE di Indonesia, jumlah antigen p24 yang diukur dengan metode ELISA tidak sebanding dengan viral load. Hasil penelitian ini dapat menjadi cermin pentingnya pengembangan metode pemeriksaan laboratorium yang disesuaikan dengan strain patogen yang menginfeksi di wilayah tertentu, karena sebaran strain patogen dapat berbeda antar wilayah. Kedepannya, diharapkan adanya penelitian-penelitian lanjutan untuk mencari alternatif tes viral load, terutama dengan biaya yang lebih terjangkau.
Penulis: Ni Luh Ayu Megasari
Artikel penuh dapat dilihat pada laman:
https://medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/view/888