Rasio CD35/CD89 sebagai Marker Deteksi Dini Terjadinya Gigi Berlubang pada Anak Usia Pra Sekolah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh TheAsianparent

Gigi lubang pada anak usia pra sekolah merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut, yang mempengaruhi kesehatan anak-anak prasekolah di seluruh dunia yang angka kejadiannya mencapai 85% pada anak-anak dengan sosial ekonomi rendah. Selain itu  gigi berlubang mempengaruhi kualitas hidup serta meningkatkan risiko lubang pada gigi permanen dan penyakit mulut lainnya. Dalam melakukan perawatan gigi pada keadaan ini karena dokter gigi merupakan dokter yang sangat ditakuti yang menyebabkan  pada penundaan dalam hal perawatan gigi berlubang tersebut. Penelitian terterbaru telah mengungkapkan bahwa peran sel darah putih pada saliva berfungsi sebagai komponen kunci pertahanan pertama melawan mikroba dengan caran menghancurkan mikroba melalui proses pencaplokan (fagositosis) setra dapat melepaskan racun yang mengandung oksigen  dan protein antimikroba serta ikut mengatur aktivasi respon kekebalan tubuh. 

Sel darah putih membunuh mikroba yang ganas melalui proses fagositosis dengan efektif karena didahului proses pembungkusan (opsonisasi) yang melibatkan kekebalan tubuh yang ada di permukaan mikroba. Fagositosis mikroba dapat menyebabkan lepasnya racun yang mengandung oksigen disertai degranulasi dari sitoplasma dalam fagosom yang mengandung mikroba. Sel darah putih mengekspresikan beberapa reseptor spesifik untuk antibodi daerah fragmen crystallizable (Fc), seperti reseptor FcαR/ IgA (CD 89) dan komplemen reseptor 1(CR1)  (CD35) yang berperan dalam pengenalan mikroba setelah opsonisasi.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional menggunakan sampel anak usia pra sekolah dengan jumlah gigi lubanh lebih dai 6 gigi dan anak yang tidak memiliki gigi berlubang. Sampel (40 anak) diperoleh dari beberapa taman kanak-kanak di wilayah Surabaya. Anak yang telah  yang diperiksa kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: kelompok anak tidak memiliki gigi yang lubang dan dan kelompok anak dengan gigi lubang lebih dari 6.  Usia semua subyek berkisar antara 4 sampai 6 tahun pada saat pemeriksaan. Sebelum pengambilan spesimen, telah dibagikan berkas pertanyaan tentang kesehatan anak dan orang tua yang telah menandatangani lembar perjanjian penelitian. Pengamatan aktivitas fagositosis S. mutans oleh sel darah putih dilakukan dengan cara menginkubasi suspensi sel dan bakteri dalam almari penumbuh mikroba pada suhu 37 ° C dan 5% CO2 selama 60 menit.kemudian dilakukan pengecatan dengan BioLegend antihuman-α CD89 PE, biolegend antihuman-α CD35 PE dan biolegend anti human-α CD11c-Pe Cy5 yang selanjutnya dianalisa menggunakan flow cytometer.

Hasil analisis flow cytometry ditunjukkan pada gambar 1 dan 2. Kemudian data yang diperoleh dianalisis, ditabulasi, dan disajikan dalam bentuk mean dan deviasi standar yang ditunjukkan pada gambar 3. Hasil analisis statistic dari data yang di  peroleh menunjukkan bahwa ekspresi CD35 + pada kelompok anak dengan gigi berlubang lebih dari enam lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok anak tanpa gigi berlubang, sedangkan ekspresi CD89 + pada kelompok anak dengan gigi berlubang lebih dari enam lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok anak tanpa gigi berlubang.

Ketidak mampuan atau kurang efektifnya sistem kekebalan bawaan pada anak usia pra sekolah penderita gigi berlubang lebih dari 6 menyebabkan sel darah putih yang ada pada saliva menginduksi sel kekebalan tubuh lainnya, yaitu  sel makrofak, sel denritik serta sel natural killer serta sel limfosit yang dimediasi oleh sistem komplemen melalui terjadinya pelepasan protein kemotaktik monosit-1 / CCL2 yang dapat menyebabkan transisi dari respons imun bawaan ke adaptif karena neutrofil merupakan komponen imunitas bawaan yang menginduksi pematangan sel denritik dan meningkatkan ekspresi molekul costimulating (HLA-DR, CD86, CD46) untuk menghasilkan sinyal yang menginduksi sel-T. Interaksi seldarah putih dengan sel dendritik menginduksi produksi interleukin (IL) -12 dan mendorong pematangan dan aktivasi sel T (Tabel 3). System kekebalan tubuh yang ada di saliva (SIgA) merupakan mediator utama sistem imun humoral pada permukaan mukosa yang mampu mengikat antigen dan berfungsi dapat  mencegah terjadinya infeksi, sedangkan sel efektor yang dimediasi oleh IgA bergantung pada FcαR (CD89) pada permukaan sel darah putih, menghilangkan IgA dengan kompleks imun. Pengikatan kompleks antigen dan sIgA (CD89) menyebabkan berbagai respons imun, termasuk sitotoksisitas yang dimediasi oleh sel yang bergantung pada antibodi, fagositosis, pelepasan sitokin, racun yang mengandung oksigen (ROS), dan degranulasi. Respon tersebut memainkan peran penting dalam pertahanan tuan rumah terhadap mikroba, kemungkinan muncul sebagai peradangan dan kondisi patologis. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa rasio ekspresi CD89 + / CD35 + merupakan penanda deteksi dini terjadinya gigi berlubang pada anak pra sekolah.

Penulis: Dr. Muhammad luthfi, drg., M.Kes 

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: 
https://doi.org/10.1055/s-0040-1713704
Muhammad Luthfi, Aqsa Sjuhada Oki, Retno Indrawati, Muhaimin Rifai, Yoes Prijatna Dachlan, Fathilah Abdul Razak_CD89/CD35 Expression Ratio in Salivary Neutrophil as an Early Detection Marker for Severe Early Childhood Caries. European Journal of Dentistry Vol. 14 No. 3/2020 

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).