Gangguan Pendengaran Akibat Pajanan Letusan Senjata Api pada Siswa Sekolah Polisi Negara

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Gatra

Trauma akustik adalah cedera pada telinga bagian dalam akibat sering mendengar suara dengan intensitas yang tinggi. Cedera ini dapat terjadi setelah mendengar suara yang sangat keras dalam jangka waktu yang lama. Latihan menembak merupakan sebuah kurikulum di Sekolah Polisi Negara (SPN). Pajanan letusan senjata api saat latihan menembak dapat menimbulkan trauma akustik pada penembak. Angka kejadian trauma akustik setelah mendapat pajanan letusan senjata api di SPN cukup tinggi. Hal tersebut diungkapkan pada sebuah studi dengan 100 siswa SPN Jawa Timur yang menunjukkan kejadian trauma akustik mencapai 15%. Sedangkan, SPN di Bali menunjukkan kejadian trauma akustik sebesar 11% pada siswanya. Pajanan letusan senjata api dapat menciptakan keadaan stres oksidatif di dalam rumah siput telinga. Keadaan stres oksidatif adalah kondisi dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya (antioksidan). Keadaan ini dalam jangka panjang menimbulkan terjadinya proses peroksidasi lipid, peningkatan kadar malondialdehid (MDA), dan kerusakan sel – sel rambut rumah siput. Kerusakan rumah siput oleh karena energi akustik yang dihasilkan oleh letusan senjata api terjadi secara mekanik dan metabolik.

Secara mekanik, pajanan letusan senjata api memicu pergerakan cairan di dalam rumah siput secara berlebihan. Hal tersebut menyebabkan robeknya sel-sel rambut rumah siput, membran basilar, dan membran hidrolimfatik, yaitu komponen penting pada telinga bagian dalam yang berfungsi untuk meneruskan getaran suara. Pajanan letusan senjata api yang terus menerus dapat menyebabkan rusaknya rumah siput sebagai akibat proses metabolik. Hal tersebut terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kalsium dan hipoksia pada rumah siput yang nantinya mengakibatkan peningkatan radikal bebas dan terjadinya keadaan stres oksidatif. Radikal bebas yang dimaksud adalah Reactive Oxygen Species (ROS). ROS akan menyebabkan kerusakan pada membran sel dan berujung pada kematian sel-sel rambut rumah siput. Ganggauan pendengaran yang diakibatkan oleh proses tersebut dimanifestasikan dengan peningkatan nilai ambang pendengaran, yang artinya sensitivitas pendengaran menjadi menurun dan lebih susah untuk mendengar suara – suara yang pelan.

Antioksidan diproduksi di dalam tubuh secara alamiah untuk menekan radikal bebas pada kondisi tertentu, contohnya pada pajanan letusan senjata api yang terus-menerus. Sebuah penelitian di Turki pada tahun 2008 melaporkan adanya peningkatan MDA pasca pajanan letusan senjata api. Sementara itu, sebuah studi di Bandung pada tahun 2015 menunjukkan peningkatan kadar MDA dan kejadian trauma akustik pada kelompok placebo dibandingkan dengan kelompok yang diberikan antioksidan. Namun, sampai saat ini hubungan antara kadar MDA dengan nilai ambang dengar frekuensi 4000 Hz pasca pajanan letusan senjata api di antara siswa SPN Jawa Timur masih belum jelas. Oleh karena itu, Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp.THT-KL (K), FICS, FISCM selaku penulis utama, beserta dr. Fauzi Helmi dan Prof. dr. Sri Herawati, Sp.THT-KL(K) melakukan studi untuk mengetahui hubungan antara kadar MDA dengan nilai ambang dengar frekuensi 4000 Hz pasca pajanan letusan senjata api di antara siswa SPN Jawa Timur. Data penelitian yang digunakan diambil dari 50 rekam medis siswa SPN Jawa Timur angkatan 2017/2018. Rekam medis yang digunakan memiliki data lengkap anamnesis, pemeriksaan fisik, audiogram, dan pemeriksaan kadar MDA yang dilakukan 2 minggu setelah latihan menembak terakhir. Pengukuran MDA dilakukan dengan pengambilan darah yang dilakukan 2 minggu setelah latihan menembak terakhir. Siswa yang diikutsertakan telah mengikuti latihan menembak selama 5 bulan, dengan total 100 kali tembakan menggunakan senjata laras panjang (rifles dan shotguns) dan 100 kali tembakan menggunakan senjata laras pendek (revolvers dan pistols). Jarak antar penembak sangat dekat dan terdiri dari 20 siswa tiap grup. Alat pelindung telinga tidak rutin digunakan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hanya satu siswa yang mengeluhkan adanya gangguan pendengaran. Penjelasan dari hasil tersebut adalah karena adanya pergeseran ambang dengar yang sementara (temporary threshold shift) dan permanen (permanent threshold shift). Kebisingan dapat menyebabkan kerusakan pada ujung stereosilia dan filamen aktin stereosilia. Kerusakan pada ujung stereosilia akan diperbaiki dalam 24 – 120 jam, sedangkan kerusakan pada filamen aktin stereosilia akan diperbaiki dalam 48 jam. Terjadi pula kekakuan sel-sel rambut luar yang akan membaik dalam 2 minggu. Pada penelitian ini, data diambil 2 minggu setelah terakhir kali mendapat pajanan. Hal-hal tersebut yang menyebabkan hampir semua siswa hanya mengalami pergeseran ambang dengar sementara dalam penelitian ini. Sedangkan, pergeseran nilai ambang dengar permanen hanya terjadi pada satu siswa.

Penelitian juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar MDA setelah mendapat pajanan letusan senjata api, maka semakin tinggi pula nilai ambang dengar pada frekuensi 4000 Hz. Namun, perlu diingat bahwa kadar MDA sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti proses inflamasi dan riwayat mengonsumsi antioksidan sebelumnya. Penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya peningkatan nilai ambang pendengaran pada frekuensi tinggi, khususnya pada frekuensi 4000 Hz. Penelitian yang dilakukan oleh Dokter Nyilo ini menunjukkan penurunan nilai ambang pendengaran pada frekuensi 4000 Hz, yang diindikasikan sebagai trauma akustik pada 28 siswa (56%).

Penggunaan penutup telinga sebagai upaya pencegahan trauma akustik telah dilakukan, namun tidak begitu efektif untuk mengurangi intensitas pajanan. Oleh karena itu, diperlukan metode lain untuk mencegah terjadinya trauma akustik. Radikal bebas menjadi target baru dalam upaya pencegahan trauma akustik. Harapannya, dengan mengonsumsi antioksidan sebagai terapi tambahan, maka dapat mencegah trauma akustik pada siswa SPN.

Penulis: Dr. Nyilo Purnami, dr. Sp.THT-KL (K), FICS, FISCM

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat dari tulisan kami di: Correlation Of Malondialdehyde And Hearing Threshold Level At Frequency 4000 Hz Post Gunshot Exposure https://www.orli.or.id/index.php/orli/article/view/283

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).