Prinsip Hukum Islam dalam Aktivitas Bisnis Islam

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Madrasah Digital

Islam telah mengatur tata cara etika bisnis yang ideal sehingga tidak merugikan salah satu pihak ataupun bagi keduanya, yang mana dalam hal ini Islam selalu mengedepankan prinsip keadilan dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam setiap kegiatan bisnis dengan berpedoman pada Q.S. Al-Baqarah ayat 188 yang menyebutkan “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil”. Adapun dalam perspektif fiqh keuangan istilah bisnis dalam Islam secara lazim disebut dengan istilah tijarah yaitu pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan, yang mana dalam bisnis syariah pencarian keuntungan tersebut bukanlah semata-mata hanya terfokus pada sudut pandang materil saja, melainkan juga meliputi pada usaha untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT dalam menjalankan bisnis tersebut, oleh karena itu bisnis syariah pada hakikatnya megnacu pada makna bisnis yang berpedoman pada Al-Quran yang tidak hanya memuat hal-hal yang bersifat materil namun justru juga mengarah pada hal-hal yang bersifat immateril.

Adapun mengenai keterikatan para pelaku bisnis terhadap syariat yang berlaku dalam setiap kegiatan bisnis secara otomatis akan memberikan jalan kebenaran (minhaj) sekaligus batasan larangan (hudud), sehingga secara tidak langsung akan mampu membedakan antara mana yang halal dan mana yang haram, sehingga bisnis syariah adalah suatu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk memberikan petunjuk dan arahan bagi pelaku bisnis untuk mencari keuntungan dengan cara yang halal sekaligus mencari ridha dari Allah SWT, hal ini sebagaimana yang telah diatur dalam Q.S. Al-Jatsiyah ayat 18. Keutamaan bisnis Islam pada pokoknya adalah penerapannya yang selalu didasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam, yang mana ketentuan bisnis syariah merupakan produk hukum dari hasil pengembangan akad-akad muamalah yang terkait, hal ini dikarenakan sumber utama dalam pembentukan ketentuan bisnis syariah pada intinya adalah akad-akad muamalah yang selalu merujuk pada Al-Quran dan Sunnah atau yang dikenal dengan istilah ar-ruju’ ila Al-Quran wa as-sunnah. Namun demikian perlu untuk digaris bawahi pula bahwa Al-Quran dan Sunnah tetap memiliki tingkat kebenaran yang pasti dan absolut, hal ini dikarenakan kedua sumber hukum tersebut adalah prinsip-prinsip hukum yang bersifat tekstual (manthuq) yang dijadikan dasar untuk melakukan amal perbuatan di dunia, akan tetapi ada kalanya bahwa prinsip-prinsip hukum yang tersebut tidak semua bersifat tekstual, akan tetapi ada yang bersifat maknawiyah (mafhum), oleh karena itulah untuk mengetahui keberadaan terhadap prinsi-prinsip tersebut tetap di butuhkan pemahaman yang lebih mendalam, yang dilakukan dengan mengikuti ketentuan ijtihad, ijma dan qiyas sebagai bentuk interpretasi dua sumber hukum utama dalam Islam dan disinilah letak poin terpenting dalam perkembangan bisnis Islam.

Adapun prinsip-prinsip utama yang harus dikandung dalam setiap kegiatan bisnis Islam dapat dijabarkan seperti prinsip keadilan, yaitu prinsip yang harus meliputi segala aspek kehidupan dan merupakan prinsip yang terpenting, hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan untuk berbuat adil diantara sesama manusia yaitu sebagaimana yang telah diatur dalam Q.S. An-Nahl ayat 90, Q.S. Al-Maidah ayat 8 dan Q.S. Al-Hasyr ayat 7. Prinsip Al-Ihsan, yaitu prinsip yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan yang berupa memberikan manfaat kepada orang lain, melebihi hak yang harus diterima oleh orang tersebut.

Selanjutnya, prinsip Al-Mas’uliyah yaitu prinsip accountability atau pertanggung jawaban yang meliputi segala aspek, yang mana dalam hal ini meliputi pertanggung jawaban antar individu (mas’uliyahal-afrad), pertanggung jawaban dalam masyarakat (mas’uliyahal-mujtama) serta tanggung jawab pemerintah (mas’uliyahal-daulah). Prinsip Al-Kifayah (sufficiency), yaitu prinsip yang bertujuan untuk menghapuskan kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer seluruh anggota masyarakat. Prinsip Al-Wasathiyah atau prinsip keseimbangan, yang mana dalam hal ini Islam tetap mengakui hak pribadi dengan batasan tertentu, yaitu keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat sebagaimana yang telah ditentukan syariah, hal ini tercermin dari firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Isra ayat 27 dan ayat 29, Q.S. Al-Furqan ayat 67 serta Q.S. Al-An’am ayat 141. Prinsip kejujuran dan kebenaran, merupakan sendi dari ahlak karimah dalam melakukan kegiatan bisnis, yang mana prinsip ini memiliki beberapa unsur seperti larangan terhadap transaksi yang meragukan, yang mana dalam hal ini akad transaksi haruslah tegas, jelas dan pasti baik benda yang menjadi objek akad maupun harga barang yang akan diakadkan tersebut, larangan melakukan transaksi yang merugikan, yang mana dalam hal ini setiap transaksi yang merugikan diri sendiri maupun pihak kedua dan ketiga amatlah dilarang, dan Selalu mengutamakan kepentingan sosial, yaitu penekanan pada pentingnya mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan individu.

Oleh karena itu dapat dijelaskan pula bahwa bisnis Islam secara garis besar mempunyai karakteristik yang antara lain adalah bisnis Islam selalu memandang bawha segala jenis sumber daya manusia adalah pemberian atau titipan Allah SWT kepada manusia, oleh karena itu manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam segala kegiatan produksi guna memenuhi kesejahteraan untuk diri sendiri dan orang lain dengan mengingat bahwa kegiatan tersebut pada intinya akan dipertanggung jawabkandiakhirat kelak nantinya. Selanjutnya Islam mengakui segala bentuk hak kepemilikan pribadi dalam batasan tertentu, hal ini meliputi kepemilikan terhadap alat dan faktor produksi, yang mana hal tersebut dapat diartikan bahwa kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh melalui jalan yang tidak sah, dan yang terakhir bisnis Islam digerakan oleh kerjasama antara umat muslim, baik sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan, distributor dan sebagainya, yang mana kesemua pihak tersebut harus tetap berpegang pada tuntutan Allah SWT yang berdasarkan pada Al-Quran dan Sunnah.

Kepemilikan kekayaan pribadi dalam setiap kegiatan bisnis Islam harus berperan sebagai modal produktif yang senantiasa selalu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga sistem bisnis Islam senantiasa menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja, yang mana hal ini amat bertentangan dengan sistem bisnis kapitalis yang memungkinkan kepemilikan industri hanya dikuasai dan di dominasi oleh segelintir pihak tertentu. Selanjutnya bisnis Islam secara signifikan harus menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Yang mana dalam hal ini bisnis Islam selalu dilakukan dengan pemahaman bahwa setiap muslim sebagai pelaku bisnis harus takut kepada Allah SWT dan kehidupan di akhirat nantinya, oleh sebab itu Islam mencela keuntungan yang mengandung unsur riba, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil serta semua bentuk diskriminasi dan penindasan.

Penulis: Prawitra Thalib, Hilda Yunita Sabrie dan Faizal Kurniawan

Informasi terperinci dari tulisan ini dapat dilihat pada: https://www.ijicc.net/index.php/volume-13-2020/188-vol-13-iss-5

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).