Sektor budidaya ikan selama ini menuntut pembudidaya untuk menghasilkan produksi yang tinggi dengan waktu sesingkat-singkatnya, dan solusinya yaitu budidaya sistem intensif. Budidaya sistem tersebut memang cukup efektif, namun tetap memiliki titik kelemahan. Akumulasi limbah nitrogen dari ekskresi ikan dan pakan yang tidak termakan adalah kelemahannya. Lantaran kualitas air yang buruk juga mengharuskan pembudidaya untuk sering mengganti air yang ujung-ujungnya meningkatkan biaya produksi.
Dari permasalahan
tersebut muncul solusi baru, yaitu sistem bioflok. Sistem tersebut merupakan
budidaya ikan dengan memelihara bakteri heterotrof untuk memanfaatkan amonia
dan sumber karbon tambahan untuk menghasilkan protein. Keunggulan bioflok yaitu
mampu mengurangi laju pertukaran air dan meningkatkan tingkat efisiensi pakan
pada ikan. Solusi
lainnya yaitu sisten aquaponik. Sistem tersebut menggabungkan sistem hidroponik
dengan budidaya ikan sebagai sumber nutrisi. Sebab, air limbah kaya nitrogen
yang dihasilkan ikan dapat diserap oleh tanaman pada hidroponik melalui
akarnya, sehingga dapat menekan penggunaan air.
Solusi lebih terbaru
yaitu menggabungkan antara bioflok dengan aquaponik. Gabungan sistem tersebut
dapat meningkatkan pertumbuhan ikan dan tanaman, serta memperbaiki kualitas air
dengan cara mengurangi nitrogen pada air. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
penambahan molase pada sistem budidaya ikan lele bioflok-aquaponik dengan
tumbuhan bayam air. Sedangkan parameter utama yang diamati yaitu tingkat rasio
konversi pakan (FCR) dan kualitas air selama pemeliharaan ikan.
Menggunakan ikan lele
dan tumbuhan bayam air sebagai objek pemeliharaan, penelitian ini menggunakan
empat perlakuan, yaitu: perlakuan kontrol tanpa molase (P0), penambahan molase
C:N 10 (P1), penambahan molase C:N 15 (P2), dan penambahan molade C:N 20 (P3).
Berdasarkan hasil
penelitian, menyatakan bahwa jika hasil pengamatan FCR diurutkan dari yang
terbaik ke terburuk, hasilnya yaitu: P3, P2, P0, P1.
P3 dan P2 menunjukkan
hasil yang baik, sebab konsumsi bioflok oleh ikan dapat meningkatkan aktivitas
amilase dan lipase pada usus ikan, sehingga konversi pakan dapat lebih rendah.
Sedangkan P0 menghasilkan FCR lebih baik daripada P1. Hal tersebut disebabkan
oleh kandungan oksigen terlarut (DO) yang lebih baik pada P0, sehingga DO yang
rendah dapat merusak struktur bioflok dan membuat ikan lebih sulit untuk
megkonsumsi pakan.
Secara umum, kualitas
air pada seluruh perlakuan menghasilkan hasil yang baik, sebab setiap parameter
tidak ada yang melebihi ambang batas normal dan masih aman untuk ikan. Namun
yang perlu diperhatikan yaitu rendahnya kandungan nitrit selama pemeiharaan.
Hal tersebut disebabkan oleh bakteri nitrifikasi yang dengan cepat mampu
mengubah nitrit menjadi nitrat.
Kemudian untuk tingkat
survival rate (SR) yang dihasilkan, menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan
molase maka tingkat SR akan semakin tinggi juga. Hal tersebut disebabkan oleh
semakin keruhnya air yang disebabkan oleh tingginya kandungan molase, dan mampu
mengurangi tingkat kanibalisme pada ikan lele karena visibilitas ikan yang
berkurang. Sedangkan pada P0 menghasilkan SR terendah yang disebabkan oleh
pertumbuhan yang terlalu beragam pada ikan, sehingga tingkat kanibalisme lebih
tinggi. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa penambahan molase dapat memberikan efek
positif pada FCR dan kualitas air pada pemeliharaan ikan lele dengan sistem
bioflok-aquaponik.
Penulis: Prayogo
Referensi: Rahmatullah H.D, Prayogo, Rahardja B.S. 2020. Different addition of molasses on feed conversion ratio and water quality in catfish (Clarias sp.) rearing with biofloc-aquaponic system. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 441 (2020) 012122.