Kualitas Hidup Makin Memburuk pada Pasien Gagal Jantung Kronik dengan Penurunan Fungsi Kontraksi Miokard

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Gagal jantung. (Sumber: Alodokter)

Gagal jantung kronis merupakan masalah kesehatan dengan angka kejadian yang terus meningkat signifikan di seluruh dunia serta menjadi penyebab kecacatan dan kematian pada penderitanya. Angka kematian mencapai 20% kasus per tahun. Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)  tahun 2013 menunjukkan jumlah pasien gagal jantung kronis di Indonesia sekitar 229.696 orang, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur yaitu sekitar 54.826 orang.

Pada gagal jantung kronis terjadi perubahan hemodinamik yang terdiri dari penurunan curah jantung, yang dapat menyebabkan gejala seperti sesak napas, kelelahan, dan intoleransi terhadap aktivitas fisik. Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas merupakan faktor penting terjadinya penurunan kondisi fisik, emosional dan kualitas hidup secara keseluruhan. Pasien gagal jantung kronis yang mengalami penurunan kualitas hidup, cenderung akan bergantung pada anggota keluarga yang merawat. Pasien juga harus melakukan terapi rutin yang tidak hanya mengorbankan waktu dan energi tetapi juga biaya. Selain itu, dapat mempengaruhi tingkat stres.

Pasien gagal jantung kronis juga memiliki masalah psikologis, seperti kecemasan, gangguan tidur, depresi, dan sensitivitas berlebihan, yang akan menghasilkan penurunan kualitas hidup pasien. Tujuan pengobatan pada gagal jantung kronis selain untuk mengurangi gejala, adalah dengan meningkatkan kapasitas dan kualitas hidup serta memperpanjang harapan hidup. 

Beberapa penelitian dilakukan untuk menilai kualitas hidup pada pasien gagal jantung, namun hanya beberapa temuan yang menjelaskan hubungan antara fungsi sistolik (fungsi kontraksi otot jantung) dan kualitas hidup pasien terutama di Indonesia. Kami melakukan penelitian secara crossectional  hubungan antara fungsi sistolik terhadap kualitas hidup pasien dengan gagal jantung kronis.

Kami telah melakukan penelitian pada 34 pasien gagal jantung kronis dengan cara mengidentifikasi fungsi sistolik dengan parameter Left Ventricle Ejection Fraction (LVEF) yang diperoleh dari ekokardiografi, serta kualitas hidup dengan menggunakan kuesioner “Minnesota Living with Heart Failure Questionnaire“ (MLHFQ). Penilaian terhadap kualitas hidup yang buruk bila  skor MLHFQ lebih dari 45. Hubungan antara fungsi sistolik bilik kiri jantung  dengan  dimensi fisik, emosional, dan skor keseluruhan dari MLHFQ dilakukan analisis. Hasilnya menunjukkan hubungan terbalik antara fungsi sistolik dengan skor total MLHFQ .Artinya semakin rendah fungsi sistolik makin tinggi skor MLHFQ atau tingkat perburukan  kualitas hidup pasien. Demikian pula makin menurunnya fungsi sistolik makin memburuk dimensi fisik dan emosi pasien.

Pasien dengan fungsi sistolik rendah (LV EF di bawah 40%)  memiliki kualitas hidup yang lebih rendah bila diukur dengan kuisioner MLHF.  Keterbatasan fungsional dianggap sebagai prediktor terhadap kematian. Menurut Hoekstra et al., pasien dengan frungsi sistolik kurang dari 40%, kemungkinan lebih tinggi penurunan kualitas hidup dibandingkan pasien dengan fraksi ejeksi diatas 40%. Semakin kecil nilai fungsi sistolik, maka semakin rendah harapan hidup, sehingga fungsi sistolik ini dianggap substansial untuk prognosis gagal jantung.

Penelitian yang dilakukan oleh Panthee dan Kritpracha, menyimpulkan bahwa kecemasan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien dengan penyakit infark miokard. Pasien dilaporkan sering mengalami kebosanan dalam menghadapi penyakit, pasien juga tidak mematuhi terapi yang mengarah pada penurunan kualitas hidup yang semakin parah. Penelitian kami juga sesuai dengan temuan bahwa pengurangan fungsi sistolik  juga akan mempengaruhi emosi.

Kuesioner Minnesota Living with Heart Failure (MLHF) digunakan sebagai alat untuk mengukur tidak hanya dampak dari penyakit gagal jantung, tetapi juga dampak terapi sebelumnya. Nilai MLHFQ rata-rata dari penelitian ini menunjukkan dimensi fisik sebesar 16,72 ± 8,68 (rentang nilai 0 – 40). Nilai rata-rata aspek dimensi emosional pasien gagal jantung kronis adalah sebesar 5,36 ± 3,26 (rentang nilai 0 – 25).  Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa pasien gagal jantung kronis yang dirawat di rumah sakit  merasakan dampak yang signifikan dari penyakitnya terhadap aspek fisik, emosi, dan keseluruhan. (*)

Penulis : Andrianto

Tautan  : https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/441/1/012187/pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).