UNAIR NEWS – Prof. Dr. Edy Setiti Wida Utami, Dra., M.Si resmi dikukuhkan sebagai guru besar aktif Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (UNAIR) ke-12 pada Sabtu (14/12). Acara pengukuhan guru besar berlangsung di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen UNAIR.
Dalam orasi ilmiahnya, guru besar bidang ilmu biologi embriologi tanaman tersebut menyampaikan gagasan dan temuannya terkait peranan embryo somatic untuk mikropropagasi dan pelestarian plasma nutfah tumbuhan.
Sebagai negara yang memiliki luas 1,3 persen dari luas daratan dunia, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Indonesia diklaim menyimpan 11 persen spesies tumbuhan dunia. Peningkatan jumlah penduduk, eksploitasi hutan yang tidak terkendali, kebakaran hutan dan meningkatnya jumlah varietas unggul hasil pemuliaan tanaman, menyebabkan kekayaan hayati dewasa ini mengalami penyusutan.
Prof. Setiti menyebutkan bahwa berbagai pendekatan telah diupayakan guna melestarikan keanekaragaman secara berkelanjutan. Salah satunya yakni melalui pelestarian tumbuhan secara in vitro. Pelestarian tumbuhan secara in vitro memiliki beberapa kelebihan di banding metode lain, yaitu lebih menghemat tempat, tenaga, biaya serta membuat pertukaran plasma nutfah lebih mudah dilakukan.
“Teknik pelestarian tumbuhan secara in vitro merupakan salah satu aplikasi teknik kultur in vitro yang bertujuan menyimpan plasma nutfah berupa embrio, tunas, biji dari spesies langka atau terancam punah,” terang perempuan kelahiran Sragen tersebut.
Pelestarian in vitro, lanjutnya, cocok digunakan untuk tumbuhan yang memiliki tipe biji rekalsitran. Yaitu biji dengan kadar air tinggi sehingga tidak dapat disimpan pada temperatur dan kelembapan rendah. Teknik pelestarian secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu penyimpanan jangka pendek (penyimpanan dalam keadaan tumbuh), penyimpanan jangka menengah (penyimpanan dalam media pertumbuhan minimal) yang dikenal sebagai biji sintetik dan penyimpanan jangka panjang (penyimpanan tanpa pertumbuhan) dengan metode kriopreservasi.
Biji sintetik dan Kriopreservasi
Pada kajian ilmiahnya, Prof. Setiti menggunakan teknologi biji sintetik dan kriopreservasi sebagai teknik penyimpanan tanaman dalam jangka menengah dan jangka panjang. Biji sintetik merupakan aplikasi di bidang bioteknologi dengan mengkapsulasi bagian tanamandalam kulit biji buatan. Teknik biji sintetik bertujuan untuk membuat biji lebih mudah ditangani untuk dikirim, disimpan dan disemai sehingga dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap.
“Konsep biji sintetik meniru biji alami yaitu mengandung bagian tanaman dan kapsul. Upaya tersebut juga diperkuat dengan kemampuan biji sintetik untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu dengan viabilitas yang masih tinggi untuk tumbuh menjadi individu baru,” jelas Prof. Setiti.
Dari segi ekonomi, teknik benih sintetik dapat digunakan untuk propagasi secara massal, terutama untuk genotipe unggul sebagai bibit untuk perkebunan monokultur. Beberapa kelebihan benih sintetik antara lain, keseragaman genetik, produksi massal dengan biaya yang rendah, tanaman bebas patogen, dapat langsung ditanam dan sebagai media penyimpanan plasma nutfah.
Sementara itu teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan pada suhu yang sangat rendah, yaitu -1960C dalam nitrogen cair. Teknik kriopreservasi potensial dikembangkan untuk penyimpanan plasma nutfah tumbuhan dalam jangka panjang.
“Dengan teknik kriopreservasi, pembelahan dan proses metabolisme sel dapat dihentikan sehingga tidak terjadi modifikasi atau perubahan dalam waktu yang tidak terbatas. Plasma nutfah yang disimpan dengan teknik kriopreservasi berstatus sebagai base collection (koleksi dasar) dalam bank gen in vitro,” ungkapnya.
Ke depan, Prof. Setiti berharap riset mikropropagasi melalui kultur in vitro dapat dikembangkan lebih lanjut pada tanaman berguna, yakni tanaman sumber obat, tanaman sumber energi, tanaman pangan, dan tanaman hortikultura. Sehingga keanekaragaman plasma nutfah di Indonesia dapat terus lestari dari generasi ke generasi. (*)
Penulis: Zanna Afia Deswari
Editor: Binti Q. masruroh