Penulis mendalami kelainan perkembangan janin selama dalam kandungan (teratologi) sebagai cabang dari embriologi sejak masih menjadi dosen muda tahun 1995. Perkembangan embrio selama masa kebuntingan akan menentukan kualitas hidup dari janin yangan akan dilahirkan. Selama masa kebuntingan dijumpai periode kritis bagi perkembangan embrio, yaitu periode pembentukan organ tubuh janin atau periode morfogenesis/organogenesis. Apabila pada periode ini terpapar oleh bahan asing berbahaya (xenobiotik) yang dapat menembus plasenta dan mengganggu bahkan bisa menghentikan proses pembentukan organ termasuk otak.
Salah satu xenobiotik yang ada disekitar kita adalah karbofuran (C12H15NO3; 2,3-dihydro-2,2-dimethyl-7ben-zofuranol methyl carbamate) memiliki nama dagang furadan merupakan insektisida berspektrum luas untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perkebunan. Karbofuran juga dipakai sebagai nematisida dan acarisida. Penelitian residu karbofuran pada buah melon di Grobogan Jawa Tengah ditemukan kadar yang melebihi ambang batas sebesar > 0,09 ppm (Hartini dan Asfawi, 2013). Residu karbofuran pada daging sapi di Blora tahun 2005 mencapai 169,17 ppb (0,17 mg/kg) melebihi nilai Batas Maksimum Residu (BMR) daging sapi sebesar 50 ppb (0,05 mg/kg) (Indraningsih, 2008).
Residu insektisida karbofuran dalam makanan asal pertanian dan perkebunan dapat membahayakan organisme bukan sasaran insektisida (Eskenazi et al., 2008). Pada tahun 2001 di area perkebunan bunga di Ekuador yang terkontaminasi karbofuran, ditemukan beberapa kasus bayi yang dilahirkan dengan kelainan penurunan reflek dan kemampuan motorik. Pada usia anak-anak dijumpai kelainan perkembangan fungsi otak seperti penurunan kemampuan mengingat maupun daya konsentrasi (Handal et al., 2007).
Pajanan karbofuran pada binatang coba menyebabkan stres oksidatif dan melemahkan fungsi kognitif, memori dan motorik (Kamboj et al., 2008). Induksi karbofuran menyebabkan kerusakan oksidatif yang signifikan pada korteks serebrum, serebellum, dan batang otak (Farage-Elawar, 1989). Induksi karbofuran pada korteks serebrum dapat menurunkan fungsi motorik dan terdapat korelasi yang kuat antara hambatan fungsi mitokondria terhadap penurunan fungsi motrorik (Kamboj et al., 2008).
Peningkatan aktivitas radikal bebas oksigen/reactive oxygen species (ROS) yang tidak terkendali pada gilirannya akan mengakibatkan cedera dan kematian sel neuron (Gupta et al., 2007). Korteks serebrum mengandung 80% sel neuron yang berperan dalam meneruskan informasi ke sumsum tulang belakang dalam mengontrol fungsi motorik (Ideguchi et al., 2010). Kematian sel neuron korteks serebrum akibat terpajan karbofuran berperpotensi dalam menurunkan fungsi motorik.
Pada penelitian ini telah membuktikan bahwa pajanan insektisida karbofuran pada mencit bunting menyebabkan peningkatan aktivitas ROS serebrum embrional yang ditandai dengan peningkatan kadar Malondialdehyde (MDA) dan penurunan aktivitas Superoxide dismutase (SOD). MDA adalah senyawa dialdehida yang merupakan produk akhir peroksidasi lipid dalam tubuh, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. SOD adalah suatu antioksidan intrasel.
SOD berperanan penting dalam melindungi sel terhadap gangguan oksidan, oksidatif stres, yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa penyakit dan proses degenerasi seperti ketuaan dan karsinogenesis. Aktivitas ROS ini menyebabkan kematian sel neuron embrional kortek serebrum baik kematian secara terprogram (apoptosis) maupun kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-sel dan jaringan hidup (nekrosis).
Pada dosis rendah, insektisida karbofuran sudah dapat meningkatkan ekspresi p53, caspase 3 (protein indikator apoptosis melalui jalur intrinsik) dan apoptosis. Pada dosis yang tinggi, insektisida karbofuran dapat meningkatkan kadar MDA dan nekrosis. Pada penelitian ini juga ditemukan dosis insektisida karbofuran pada mencit bunting sebesar dosis 0,0208 mg/kg BB sudah dapat meningkatkan aktivitas ROS dan kematian sel neuron embrional. Dosis tersebut bila dikonversi ke dosis manusia menurut konversi dosis Laurence and Bacharach (1964) didapatkan dosis konversi insektisida karbofuran pada manusia sebesar 0,115 mg/kg BB. Konversi dosis tersebut dapat digunakan sebagai standar potensi insektisida karbofuran dalam meningkatkan aktivitas ROS dan kematian sel neuron embrional mengingat kadar residu pada daging dan susu sapi ditemukan dengan kadar yang mencapai 0,17 mg/kg BB dan 0,349 mg/kg BB. (*)
Penulis : Epy Muhammad Luqman
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan di