Penelitian ini memberikan informasi bahwa dalam menghadapi perubahan organisasi, komitmen awal middle manager terhadap perubahan ditentukan oleh pandangannya terhadap pentingnya perubahan. Terjadi perubahan jenis komitmen terhadap perubahan selama masa perubahan. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan jenis komitmen middle manager terhadap perubahan organisasi.
Organisasi saat ini diharuskan untuk berubah dengan kecepatan yang luar biasa (Piderit, 2000), namun demikian tidak semua perubahan organisasi berjalan dengan sukses.
Dua dari tiga inisiatif perubahan organisasi mengalami kegagalan. Pendapat lainnya menyatakan bahwa sedikitnya 70 persen dari semua inisiatif untuk melakukan perubahan organisasi berakhir dengan kegagalan.
Faktor umum penyebab kegagalan perubahan organisasi adalah ketidakmampuan manager dalam mengatasi tuntutan perubahan organisasi. Selain itu kurangnya komitmen midle manager juga berkontribusi terhadap kegagalan.
Komitmen untuk perubahanmerupakan prediktor kunci kesuksesan implementasi perubahan. Dibutuhkan upaya yang konsisten dalam membangun komitmen perubahan pada karyawan.
Dalam kondisi ini,seorang middle manager harus memiliki comitment to change karena mereka sebagai role model bagi karyawannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin sebagai model pada masa perubahan akan meningkatkan komitmen untuk perubahan pada karyawan. Pemimpin harus memiliki commitment to change yang tinggi. Terutama middle manager yang memiliki posisi dekat dengan karyawan. Mereka memiliki pengaruh yang besar pada kesuksesan implementasi perubahan. (Herzig & Jimmieson, 2006).
Selama ini peran middle manager pada masa perubahan tidak dibahas secara menonjol seperti manager puncak (Huy, 2002). Walaupun sebenarnya mereka memegang peranan yang juga penting. Dalam rangka menambah bahan kajian mengenai komitmen terhadap perubahan pada middle manager, maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan tentang bagaimana komitmen middle manager terhadap perubahan organisasi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi melaui studi longitudinal. Partisipan penelitian ini berjumlah sembilan orang middle manager yang merasakan dampak perubahan yang sedang terjadi di organisasi tempat mereka bekerja.
Pada tahap pengumpulan data semua partisipan diminta persetujuannya untuk berpartisipasi dalam studi wawancara. Wawancara dilakukan di tempat kerja partisipan, direkam, dan dibuat transkrip verbatim.
Satu tahun kemudian para partisipan kembali dihubungi dan diminta kesediaannya untuk melakukan wawancara dengan mengunakan prosedur yang sama seperti wawancara sebelumnya. Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur.
Di awal, partisipan diminta menggambarkan perubahan organisasi baru-baru ini atau yang sedang berlangsung yang berdampak pada cara mereka melakukan pekerjaan. Itu bertujuan untuk memastikan bahwa mereka mengalami dampak perubahan.
Pertanyaan berikutnya bagaimana partisipan memandang perubahan yang sedang terjadi di tempat mereka bekerja. Mereka juga diminta untuk mengambarkan pengalamannya sebagai middle manager pada masa awal perubahan.
Wawancara kedua dilakukan satu tahun kemudian, mereka diberi pertanyaan mengenai bagaimana partisipan memandang perubahan yang sedang terjadi di tempat kerjanya. Mereka juga diminta untuk mengambarkan pengalaman sebagai middle manager selama masa perubahan dalam satu tahun.
Data dianalisis dengan mengunakan interpretative phenomenological analysis (IPA) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: penghayatan transkrip dan pencatatan awal, perumusan tema emergen, perumusan tema superordinate, pola-pola antar kasus/anttar pengalaman partisipan (La Kahija, 2017).
Setelah dilakukan analisis ditemukan tiga tema superordinate sebagai berikut :
(1) Pandangan middle manager terhadap perubahan mempengaruhi komitmen untuk perubahan pada awal perubahan organisasi. Selama proses perubahan, middle manager melakukan penilaian dan pertimbangan berdasarkan apa yang mereka ketahui, alami, dan rasakan. Penilaian ini dipengaruhi oleh kognitif dan emosional mereka. Dari sini timbul perubahan mindset bahwa perubahan organisasi harus didukung, meskipun untuk mendukung perubahan tersebut disebabkan oleh alasan yang berbeda-beda dan faktor yang berbeda-beda oleh setiap individu.
(2) Terdapat perubahan komitmen untuk perubahan pada midle manager setelah satu tahun perubahan organisasi. Pada pada tahun pertama ditemukan dimensi affective commitment to change dan normative commitment to change, namun demikian pada wawancara kedua (satu tahun kemudian) perbedaan antara affective commitment to change dan normative commitment to change menjadi tidak terlalu jelas. Pengalaman yang mereka rasakan selama masa perubahan mempengaruhi perubahan kognitif dan perubahan afektif. Manfaat perubahan yang mereka rasakan baik berupa perubahan cara berfikir maupun merasakan emosi positif selama perubahan menjadi alasan middle manager mengimplementasikan perubahan menjadi berbeda, yaitu tidak hanya karena alasan kewajiban (normative) tetapi juga alasan manfaat yang dirasakan dan emosi positif yang dirasakan (afektif).
(3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan komitmen untuk perubahan pada middle manager berupa : dukungan organisasi berupa training untuk meningkatkan kompentensi, informasi yang jelas dan transparan, hubungan yang baik dengan atasan, kepemimpinan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, keterikatan emosional dengan perusahaan dan alasan terjadinya perubahan.
Penulis : Evi Kurniasari, Fendy Suhariadi, Fajrianthi
Informasi detil dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: http://journal.uad.ac.id/index.php/Psychology/article/view/12403
Purwaningrum, E.K., Suhariadi, F., & Fajrianthi (2019) Middle manager commitment to change : A Qualitative study. Journal of Educational, Health and Community Psychology, 8 (2): 47-65. DOI: http://dx.doi.org/10.12928/jehcp.v8i2.12403