Wajah Baru Indonesia: Gagalkah Poros Maritim Dunia?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
ilustrasi oleh serikatnews com
ilustrasi oleh serikatnews.com

Indonesia memiliki potensi besar berkaitan dengan wilayah lautnya, namun narasi Poros Maritim Dunia telah memudar, seiring dengan berjalannya waktu. Tidak banyak yang dapat dibicarakan atas narasi besar tersebut, narasi itu tidak pernah membumi dikalangan masyarakatnya, padahal untuk mewujudkan sesuatu yang besar, rakyat harus ikut hadir untuk memperjuangkan narasi itu.

Poros Maritim Dunia menjadi salah satu arah baru Indonesia, dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2014. Dalam pandangannya Indonesia sudah seharusnya menjadi kekuatan besar di kawasan, berkenaan dengan kekayaan laut yang dimiliki. Namun hingga saat ini masih belum dirasakan sedikitpun kehadirannya bagi masyarakat Indonesia.

Konsep ini tidak terdengar lagi, bahkan di tataran akademisi, seperti ditelan sunyinya peran pemerintah untuk mewujudkannya juga. Tapi, juga tidak banyak yang mempertanyakannya, seolah memang tidak akan pernah terjadi, atau masyarakat sudah mulai penat dengan janji-janji yang tidak ditepati?

Sebelum jauh membahas bagaimana wajah Maritim Indonesia betapapun sangat potensial, masih belum dan begitu jauh untuk mencapai poros maritim, ada baiknya memahami apa yang dimaksud dengan konsep poros maritim dunia.

Definisi Poros Maritim Dunia

Bila mengacu pada definisi dari KBBI, poros berarti sebuah sumbu (pusat) sedangkan kata maritim merupakan hal yang berkenaan dengan pelayaran atau perdagangan di laut. Berarti yang coba untuk diwujudkan oleh Indonesia dibawah kepemimpinan Ir. Joko Widodo adalah menjadi sebuah pusat perdagangan laut (perekonomian) atau dengan kata lain adalah menguasai lautan. 

Setidaknya terdapat lima pilar PMD (Poros Maritim Dunia) milik Indonesia. Pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Kedua, berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumberdaya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Ketiga, komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan pembangunan tol laut, pelabuhan laut, logistik dan industri perkapalan, serta pariwisata kemaritiman. Keempat, Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan. Kelima, membangun kekuatan pertahanan maritim. Ketika melihat lima pilar tersebut, tentu sudah mulai paham bukan bahwa kelimanya tidak begitu menjadi pusat perhatian pemerintah dan atau masyarakat kita?

Pemahaman mengenai sebuah Negara menjadi poros maritim dunia terdapat dua syarat yang harus ada, itupun jika memang yang dimaksud oleh pemerintah Indonesia merujuk pada contoh yang telah ada sebelumnya. Pertama, sebuah Negara yang menginginkan kekuasaan atas laut harus memiliki perekonomian yang kuat. Kedua, Negara tersebut juga harus memiliki kekuatan armada laut yang kuat.

Seiring berjalannya waktu, hanya dua Negara yang dapat melakukan hal tersebut, yaitu Inggris pada tahun 1600an dan Amerika Serikat yang masih Berjaya hingga saat ini. Keduanya memiliki kesamaan yaitu siap secara militer dan siap secara perekonomian. Sedangkan Indonesia masih jauh (tidak memiliki) modal untuk mencapai tujuan tersebut. Lantas konsep poros maritim yang dikembangkan oleh Indonesia kemudian seperti apa? Hal ini yang sampai sekarang kita tidak pernah mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Keseriusan Pemerintah Menggarap Poros Maritim Dunia Dipertanyakan

Indonesia masih menjadi Negara Maritim secara istilah, belum sepenuhnya. Bagaimana bisa Negara dengan 17.000 pulaunya dan 2/3 yang merupakan perairan tidak dapat memaksimalkannya? Mungkin hanya Indonesia yang tidak bisa melakukannya. Padahal narasi tersebut telah digaungkan sejak tahun 2014, dengan narasi untuk kembali menguasai lautan, menjadi salah satu Negara dengan poros maritim dunia. 

Indonesia baru saja memiliki buku putih terkait pengelolaan lautnya pada beberapa tahun belakangan ini, belum lama. Pengamanan perairannya saja masih belum secara optimal memberikan keamanan bagi wilayah laut Indonesia, tidak heran jika terdapat beberapa pulau Indonesia dapat dengan mudah di klaim oleh Negara tetangga menjadi miliknya. 

Dalam buku putih kemaritiman tersebut terdapat empat sasaran vital yang menjadi fokus yaitu perlindungan terhadap kedaulatan wilayah nasional (masih rentan), kesejahteraan dan keterhubungan, stabilitas kawasan dan global, serta kapasitas nasional. Praktis dari keempat fokus tersebut ternyata Indonesia masih mencoba meng-cover poin pertama saja, sedangkan menjadi aktor dalam stabilitas kawasan dan global masih terlalu jauh, begitu pula dengan kapasitas nasional baik secara militer maupun ekonomi.

Sedangkan khusus dalam poin kesejahteraan dan keterhubungan sudah mendapatkan rapor merah dari KIARA (Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan) karena belum bisa mensejahterakan seluruh masyarakat pesisir pantai di Indonesia. Dalam beberapa pendapat penulis bersepakat dengan KIARA bahwa alih-alih membangun poros maritime dunia, Poros Maritim Dunia milik Indonesia ini hanya menjadi sub-narasi dari OBOR (One Belt One Road)

Proyek OBOR menjanjikan senjumlah uang yang bisa dipergunakan untuk membangun fasilitas laut, namun sepertinya Tiongkok tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dalam jumlah besar pada sektor kemaritiman. Dengan dalih memperkuat daya saing Indonesia di dunia internasional, diplomasi maritime dan buku putihnya dihadirkan, namun belum banyak berguna bagi Indonesia maupun masyarakatnya.

Berita Terkait

Agung Tri Putra

Agung Tri Putra

Presiden BEM Universitas Airlangga 2019