Airlangga Forum Ulas Ayundari, Karya Novel Bertema Perkebunan Kopi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Pembawa Acara dan Pembicara Airlangga Forum “Rentang Kisah Di Kebun Kopi, Ayundari” pada Jumat (18/3/2022) (Foto : Tangkapan Layar Zoom Meeting)

UNAIR NEWSSekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menggelar Acara Airlangga Forum pada Jumat (18/3/2022). Tema yang diusung kali ini berbeda dari biasanya, yakni “Rentang Kisah Di Kebun Kopi, Ayundari” secara daring melalui aplikasi Zoom.  

Dalam kesempatan tersebut, MS. Arifien selaku penulis Novel Ayundari dan Kepala Dinas Perkebunan Pemprov Jatim periode 2010-2017 membeberkan cerita di balik alasan penulisan novel tersebut kepada audiens.

“Sebenarnya, menulis (buku, Red) ini adalah curahan hati saya. Saya selama lulus kuliah, masuk ke birokrasi, masuk ke perkebunan dan pergi ke pelosok kebun di berbagai tempat (di Indonesia) menggugah hati saya untuk menulis,” ujarnya. 

“Jadi, sudah ancang-ancang saya. Dan, saat itu saya menargetkan dalam satu tahun menulis satu buku saja,” imbuhnya.

Perjalanannya dalam menulis, kata Arifien, dipengaruhi oleh pekerjaannya sebagai kepala Dinas Perkebunan. Awalnya, ia menulis buku tentang perkebunan dan pemerintahan. 

Setelah purna, Arifien mencoba menyalurkan bakatnya semasa kecil, yakni menulis puisi dan novel dengan melahirkan karya yang berjudul Ayundari. Buku tersebut adalah refleksi dari pengamatannya terhadap kebun dan permasalahannya.

“Selain itu, saya mencoba menulis untuk dapat dilihat dari berbagai usia. Saya menokohkan seorang remaja. Dan, saya sudah memetakan akan ada lima jilid dari serial Ayundari. Itu adalah perjalanan perkebunan besar yang akhirnya mengalami perubahan fluktuasi dari waktu ke waktu,” jelasnya.

Bukan hanya itu, Arifien juga berbagi pengalamannya dalam proses kreatif menulis novel Ayundari. Karya Arifien turut didukung beberapa pihak. 

“Saya menulis itu tidak sendirian. Kawan kawan saya ini yang tergabung dalam grup sehati selalu memberikan komentar. Nah, setiap saya menulis saya share ke WhatsApp. Lalu, banyak ide muncul dari teman teman saya ini,” ungkapnya.

Menurut Arifien, ada waktu terbaik untuk menulis. Waktu terbaik itu adalah pukul 1 sampai 4 menjelang subuh. Sebab, Arifien merasa waktu itu memunculkan keheningan sehingga dapat berkonsentrasi untuk menulis. 

“Pagi hari juga waktu yang tepat untuk menulis,” tegasnya.

Arifien mengungkapkan, Ayundari dalam jilid kedua turut mengangkat aspek lingkungan. Sehingga aspek perkebunan dan lingkungan dapat selaras.

“Jadi, di cerita itu, Si Giwang dan Aisyah membangun kebun berdasar kaidah lingkungan. Perlu tanaman apa aja di sebuah perkebunan. Tanaman apa yang dapat bersumber air. Tanaman apa yang perlu dilindungi. Semuanya ada di situ,” ujarnya.

Penulis: Affan Fauzan

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp