Identifikasi Jenis Lamun untuk Mendukung Ketahanan Pantai

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh seacrest.or.id

Ketahanan pesisir merupakan salah satu bagian dari ketahanan wilayah yang bertujuan untuk menjamin keamanan pesisir dari munculnya bahaya lingkungan pesisir yang disebabkan oleh faktor alam dan antropogenik. Ketahanan pesisir harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat di suatu kawasan ketahanan, baik pemangku kepentingan, pihak swasta, maupun masyarakat di kawasan ketahanan pesisir (Irma et al., 2018).

Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiosperma) yang biasanya hidup dan tumbuh di perairan yang relatif dangkal (1 – 10 meter), dan umumnya memiliki hamparan air yang tersusun dari lumpur atau pasir (Azkab, 1999). Lamun merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki daun, bunga, buah, akar dan rimpang seperti halnya tumbuhan di laut (Tomlinson, 1974). Ada sekitar 50 jenis lamun yang terdiri dari dua suku (famili), yaitu suku Potamogetonacea (9 genera, 35 spesies) dan suku Hydrochoraticea (3 genera, 15 spesies). Dari 50 spesies tersebut, ada 12 jenis lamun yang dapat ditemukan di Indonesia. Jenisnya adalah Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Halophila minor, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Thalassodendron, Enhalus acoroides, dan Thalassia hempii (Den Hartog, 1970).

Secara morfologi, tumbuhan lamun memiliki rimpang, yaitu batang yang tertimbun oleh substrat, dan menyebar mendatar, serta memiliki buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak, serta terdapat bunga dan daun. Lamun memiliki daun tipis yang memanjang seperti pita dan memiliki saluran air (Nybakken, 1992). Daun ini dapat menyerap nutrisi langsung dari perairan sekitarnya. Daun lamun juga memiliki rongga yang berfungsi sebagai alat terapung, yang bertujuan agar individu dapat berdiri tegak di kolom air (Hutomo, 1997). Bentuk daun ini dapat memaksimalkan difusi gas dan kandungan nutrisi antara daun dan air, serta memaksimalkan proses fotosintesis pada permukaan daun (Phillips dan Menez, 1988).

Padang lamun merupakan ekosistem yang dapat menjaga keseimbangan ekosistem di perairan (Dahuri et al., 1996). Padang lamun memiliki produktivitas primer yang tinggi dan memiliki kemampuan meredam arus dan gelombang yang berguna bagi organisme akuatik, baik sebagai tempat bertelur, tempat pemeliharaan juvenil (nursery ground), maupun tempat mencari makan (feeding ground) (Danovaro et al., 2002).

Ekosistem lamun merupakan ekosistem di laut dangkal yang memiliki peran penting bagi biota laut (Minerva et al., 2014). Ekosistem padang lamun merupakan salah satu ekosistem laut yang dapat mendukung potensi sumberdaya yang tinggi. Menurut Nontji (1993), lamun biasanya hidup di perairan dangkal, berpasir dan sering ditemukan di dekat terumbu karang. Lamun pada umumnya membentuk bidang-bidang yang luas di dasar laut yang masih tertutup oleh sinar matahari untuk menunjang pertumbuhannya. Kedalaman perairan, pengaruh pasang surut serta struktur substrat dapat mempengaruhi zona sebaran lamun dan bentuk pertumbuhannya (Nugraha dan Rudi, 2015). Pembentukan sedimen atau sedimentasi juga dapat mempengaruhi kondisi substrat pada ekosistem lamun (Supriyadi et al., 2017).

Lamun adalah jenis organisme yang hidup berkelompok, baik dengan spesies yang sama maupun dengan spesies yang berbeda. Lamun yang hidup berkelompok dengan spesies yang sama membentuk padang lamun yang homogen, sedangkan spesies yang berbeda akan membentuk padang lamun yang heterogen (Sukandar dan Dewi, 2017). Ekosistem lamun memiliki fungsi ekologis sebagai pendaur ulang unsur hara, penangkap sedimen, produsen primer, penstabil substrat, habitat dan sumber makanan serta sebagai tempat perlindungan organisme laut. Semakin tinggi kerapatan padang lamun di perairan, maka kelimpahan organisme dalam ekosistem tersebut akan meningkat (Hartati et al., 2012).

Lamun biasanya dapat tumbuh di perairan daerah tropis dan subtropis, yang belum diketahui secara pasti bentuk keterpaparannya dan faktor-faktor yang mengendalikan pertumbuhannya. Sampai saat ini belum diketahui kapan dan dimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun (Tangke, 2010). Luas padang lamun Indonesia adalah 3 juta hektar. Seiring dengan perkembangan pembangunan khususnya di wilayah pesisir, potensi atau kawasan ini akan semakin berkurang. Menurut data dari P2O-LIPI, luas padang lamun Indonesia pada tahun 2018 adalah 293.464 hektar, data ini diperoleh melalui penginderaan jauh menggunakan citra satelit. Nilai tersebut hanya menggambarkan 16% – 35% luas padang lamun Indonesia dari potensi luas yang ada (Dewi et al., 2020).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis jenis lamun, kerapatan lamun dan persentase tutupan lamun yang terdapat di Pantai Kondang Buntung. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur pengaruh ekosistem lamun terhadap ketahanan ekosistem pesisir di perairan Sendang Biru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lamun yang terdapat di Pantai Kondang Buntung adalah Halodule uninervis. Dengan nilai kerapatan lamun berkisar antara 590 – 740 tegakan/m2. Sedangkan persentase tutupan lamun berkisar antara 18-19%. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem yang dapat mendukung ketahanan ekosistem pesisir, karena ekosistem lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi yang dapat mendukung kelangsungan hidup biota dan ekosistem sekitarnya.

Ditulis oleh: Trisnadi W.C. Putranto, et al.

Dimuat di jurnal: Ecology, Environment and Conservation, Juni, No 2. 2021

Link website: http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=11469&iid=331&jid=3

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp