Dosen Universiti Putra Malaysia Jelaskan Bahaya Pembakaran Sampah Terbuka

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Dr. Juliana Jalaludin saat menyampaikan paparan. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Menurut data dari Bank Dunia beberapa tahun terakhir produksi sampah dunia diproyeksikan meningkat secara signifikan dan mampu menyentuh angka 2.2 miliar ton pada tahun 2025 nanti. Dan diperkirakan, hampir 41 % sampah yang ada di dunia dibakar secara terbuka (open burning).

Pembakaran sampah secara terbuka sendiri merupakan proses pemusnahan limbah dengan cara dibakar yang biasanya pada suhu rendah dengan cara yang tidak terstandarisasi dan terkendali. Proses pembakaran yang tidak sempurna tersebut memiliki banyak dampak negatif bagi lingkungan dan manusia.

Dalam webinar internasional yang dilaksanakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR Minggu (16/01) lalu, Prof. Dr. Juliana Jalaludin hadir sebagai narasumber. Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universiti Putra Malaysia tersebut mengemukakan, open burning banyak dilakukan karena memang mudah dan murah namun berbahaya bagi lingkungan lingkungan.

“Pembakaran sampah secara terbuka dapat melepaskan berbagai polutan beracun ke udara karena melepaskan sejumlah besar gas rumah kaca ke atmosfer, selain itu juga dapat memperburuk pencemaran tanah dan pencemaran air,” ujarnya.

Senyawa yang dihasilkan termasuk karbon dioksida, metana, dan materi partikulat yang dapat menyebabkan kasus penyakit pernapasan yang parah. Senyawa hidrokarbon aromatik polisiklik, dioksin dan furan, yang semuanya karsinogenik dan menyebabkan berbagai penyakit juga turut dihasilkan oleh pembakaran tanpa melalui proses ineserasi tersebut.

“kurang lebih ada 30 senyawa berbahaya yang persisten di lingkungan yang memungkinkan terserap oleh manusia dan menyebabkan kerusakan otak, hormon dan berbahaya bagi janin,” sambungnya. 

Dr. Juliana menjelaskan, secara garis besar terdapat 4 jalur pemaparan dari toksikan yang ada di udara yakni melalui inhalasi, ingesti, bersentuhan dengan benda yang terpapar toksikan dan melalui jalur transplacental. 

“Senyawa toksik hasil pembakaran akan diriliskan ke atmosfer yang kemudian bisa terhisap secara langsung ataupun masuk melalui makanan, dan yang paling berbahaya ada senyawa yang dapat mengkontaminasi janin melalui ibu hamil,” ungkap dia.

Mengakhiri pemaparannya, Dr. Juliana menjelaskan dalam upaya pengurangan sampah pendekatan 3R adalah metode yang paling tepat untuk digunakan. Karena mampu mengurangi sampah secara signifikan tanpa menimbulkan dampak negatif.

“Oleh karena itu meningkatkan kesadaran umum akan bahaya pembakaran sampah terbuka perlu dibangun agar masyarakat tahu dan sadar sehingga mampu secara bijak menggunakan benda yang berpotensi menjadi sampah,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp