Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati termasuk pada kambing. Kambing merupakan ternak yang banyak dipelihara masyarakat untuk diambil daging dan susunya. Populasi kambing di Indonesia juga cenderung meningkat setiap tahunnya, di tahun 2020 mencapai 18,7 juta ekor dan diprediksi di tahun 2021 sekitar 19,2 juta ekor (Dirjen PKH dan BPS, 2021). Menurut Kementerian Pertanian, produksi daging kambing telah mencukupi kebutuhan dalam negeri, bahkan sudah ekspor ke Brunei Darussalam dan Malaysia.
Selama ini masyarakat kita familiar dengan kambing kacang dan kambing peranakan Etawa saja, padahal ada banyak kambing lokal yang juga menjadi sumber daya genetika hayati khas Indonesia. Beberapa bangsa kambing lokal asli Indonesia diantaranya kambing Kacang, Gembrong, Kosta, Merica. Kementerian Pertanian juga menetapkan beberapa rumpun kambing lokal seperti kambing Senduro, Boerka Galaksi Agrinak, Lakor, dan Kaligesing.
Untuk meningkatkan produktivitas susu dan daging kambing bisa dilakukan dengan program seleksi dan perkawinan. Seleksi ternak dilakukan dengan memilih individu dengan gen unggul sebagai bibit sehingga keturunan yang dihasilkan juga unggul. Perkawinan pada kambing bisa dengan mengawinkan pejantan dan indukan yang unggul melalui kawin alam atau inseminasi buatan. Perkawinan pada kambing bisa dilakukan pada rumpun kambing yang sama ataupun perkawinan silang dengan bangsa lain yang lebih unggul.
Perkawinan silang kambing lokal Indonesia dengan bangsa kambing luar negeri seperti Boer, Etawa, Saanen terbukti meningkatkan ukuran tubuh dan produktivitas ternak. Kambing Peranakan Etawa, Senduro, Boerka Galaksi Agrinak, Lakor, dan Kaligesing ini merupakan produk hasil persilangan yang sudah teruji produktivitasnya. Di sisi lain perkawinan silang yang tak terkendali dan masuknya rumpun kambing luar ini mengancam kambing endemik asli Indonesia.
Dewasa ini kambing endemik asli Indonesia semakin menurun populasinya dan kurang populer di masyarakat, karena rendahnya produktivitas dan harga jual jika dibandingkan dengan hasil persilangan. Banyak peternak yang kurang antusias memelihara kambing endemik karena dinilai kurang menguntungkan. Kambing Marica yang merupakan plasma nutfah endemik Sulawesi Selatan menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka. Hal sama juga terjadi pada kambing Gembrong dari Bali yang kelestariannya sedang terancam punah. Tentu saja hal ini meresahkan dan diperlukan upaya khusus untuk menjaga keberadaan plasma nutfah ternak asli Indonesia serta meningkatkan produktivitasnya.
Seleksi pada kambing lokal bisa menjadi solusi dengan memilih induk dan pejantan yang memiliki gen-gen yang terbaik (breeding value) untuk bereproduksi, sehingga generasi berikutnya mempunyai gen yang lebih diinginkan dibandingkan dengan yang ada pada saat ini. Pelaksanaan program seleksi tersebut akan efektif apabila telah diketahui parameter genetik dan fenotip, seperti nilai pemuliaan atau estimation breeding value (EBV). Kambing lokal Indonesia dikenal dengan sifat yang tahan terhadap penyakit dan lingkungan yang buruk.
Saat ini ilmu genetika molekuler berkembang pesat dan membuka peluang untuk mengetahui tingkat keragaman dan potensi genetik pada tingkat DNA hewan. Deteksi dini potensi genetik ternak dengan memanfaatkan teknologi PCR. Melalui identifikasi genotipe gen-gen tertentu yang mengontrol kemampuan produksi ternak atau sifat-sifat yang bernilai ekonomi merupakan hal yang perlu dilakukan dalam upaya menghasilkan bibit yang unggul melalui proses seleksi dan persilangan terarah. Melalui seleksi genetik bisa diidentifikasi gen yang unggul dalam produksi, tahan terhadap penyakit, serta sifat unggul lainnya. Hal ini tentu bisa diaplikasikan dengan seleksi genetik kambing lokal yang meningkatkan produktifitas, sambil menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan, serta menjaga kelestarian sumber daya genetika hayati asli Indonesia (RHB).
Penulis: Ristaqul Husna Belgania