Salah satu penyakit yang banyak ditemukan di Indonesia adalah penyakit cacing hati atau Fasciolosis (Meritha, 2019). Prevalensi Fasciolosis tergolong cukup tinggi di Indonesia yaitu sekitar 60-90%, sedangkan Ascariasis merupakan nematoda terbesar yang dapat menginfeksi hewan sehingga menyebabkan penyumbatan serta obstruksi usus (Dirkeswan, 2012). Menurut Dirkeswan (2012), baik Fasciolosis maupun Askariasis, keduanya merupakan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS).
Penelitian mengenai terapi Fasciolosis dan Ascariasis penting untuk dilakukan mengingat selama ini penggunaan anthelmintika kimia di masyarakat masih cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya anthelmintika ekstrak methanol buah gambas terhadap cacing F. gigantica dan A. suum adanya interaksi antara ekstrak methanol
buah gambas dengan lama waktu pengamatan cacing F. gigantica dan A. suum secara in vitro, LC50 dan LC90 ekstrak methanol buah gambas pada setiap jam pengamatan. Penelitian mengenai daya anthelmintika ekstrak methanol buah gambas sebagai terapi pada kasus Fasciolosis dan Askariasis belum pernah dilakukan sebelumnya.
Cacing yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing F. gigantica sebanyak 250 ekor dan cacing A. suum sebanyak 250 ekor yang diambil dari hepar sapi dan usus halus babi yang dipotong di Rumah Potong Hewan Pegirian Kota Surabaya.
Prosedur Penelitian
1. Pembuatan ekstrak methanol buah gambas
Buah gambas yang telah kering kemudian dijadikan serbuk dan diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut methanol.
2. Koleksi cacing F. gigantica dan A. suum
Sampel cacing yang diambil dari Rumah Potong Hewan Pegirian Kota Surabaya dimasukkan dalam botol yang berisi NaCl fisiologis agar tetap hidup.
3. Pembuatan larutan Albendazole
Obat yang digunakan untuk kontrol adalah larutan Albendazole yang diperoleh dari serbuk Albendazole® yang mengandung Albendazole sebanyak 160 mg/gram (Ali et al., 2012).
4. Penentuan karakteristik cacing yang mati
Penentuan cacing yang mati yaitu dengan cara diusik menggunakan batang pengaduk kaca.
5. Prosedur penelitian
Penelitian ini menggunakan 10 ekor cacing pada setiap perlakuan. Cacing-cacing yang masih bergerak aktif kemudian ditempatkan pada cawan Petri yang telah berisi NaCl fisiologis. Terdapat lima perlakuan dalam penelitian ini. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial (Kusriningrum, 2010).
Data dianalisis dengan menggunakan analisis ANOVA faktorial apabila terdapat perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan untuk membandingkan antar perlakuan, antar jam pengamatan, dan antar jenis cacing. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS 23 for Windows.
Pemberian ekstrak methanol buah gambas memiliki daya anthelmintika terhadap cacing F. gigantica dan A. suum secara in vitro. Konsentrasi ekstrak methanol buah gambas yang paling efektif dalam membunuh cacing F. gigantica adalah konsentrasi 5% dalam waktu 2 jam sedangkan pada A. suum konsentrasi yang efektif adalah 5% dalam waktu 28 jam. Terdapat interaksi antara konsentrasi ekstrak methanol buah gambas dengan waktu kematian cacing. LC50 ekstrak methanol buah gambas terhadap F. gigantica pada 2, 4, dan 6 jam berturut-turut sebesar 1,42%, 1,023%, 0,643%. Sedangkan LC90 ekstrak methanol buah gambas terhadap F. gigantica pada 2, 4, 6 jam berturut-turut sebesar 3,259%, 1,412%, dan 0,869%. Sedangkan berdasarkan pengamatan terhadap cacing A. suum, LC50 pada jam 26, 28, dan 30 berturut-turut adalah sebesar 47,551%, 4,739%, dan 2,591%. Sedangkan nilai LC90 pada jam ke 26, 28, dan 30 berturut-turut adalah sebesar 109%, 6,580%, dan 3,503%.
Ekstrak methanol buah gambas dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan anthelmintik terhadap cacing F. gigantica dan A. suum. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas ekstrak ini secara in vivo.
Penulis: Firdha Hanan Nifa
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga