Faktor Determinan Putus Berobat pada Pasien Tuberkulosis Resisten Obat: Pentingnya Aspek Psikososial dan Ekonomi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Unilab

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah utama kesehatan global dengan jumlah 10 juta kasus TB dan menyebabkan 1,2 juta kematian akibat TB. Tuberkulosis Resisten Obat (TB-RO) yang disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis resistan obat anti-TB (OAT) merupakan ancaman seiring dengan kasusnya yang kian meningkat, yaitu 465 kasus TB-RO secara global. Indonesia menempati ranking ke-5 jumlah kasus TB-RO di seluruh dunia dengan 24.000 kasus TB-RO. TB-RO merupakan hambatan dalam upaya eliminasi TB dengan angka sukses pengobatan TB-RO adalah 57% secara global, sedangkan angka sukses pengobatan di Indonesia adalah kurang dari 50% akibat tingginya angka putus berobat (26%).

Putur berobat merupakan masalah serius yang menyebabkan kematian dan kesakitan pada pasien TB-RO, serta menyebabkan penyebaran TB-RO yang lebih luas di keluarga dan masyarakat secara umum. Putus berobat juga sangat merugikan sumber daya kesehatan. Pencegahan dan tatalaksana pasien TB-RO putus berobat sangat penting untuk mencegah penularan TB-RO, pencegahan berkembangnya strain bakteri yang lebih luas resistensi obatnya, serta mencegah kematian. Studi tentang faktor yang berhubungan dengan putus berobat pasien TB-RO sangat bermanfaat untuk mengembangkan strategi pencegahan pasien TB-RO menjadi putus berobat.

Penelitian ini merupakan onservasional dengan desain cross-sectional yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan putus berobat pada pasien TB-RO menggunakan kuisioner dari sudut pandang pasien. Subjek penelitian adalah semua pasien TB-RO yang telah dinyatakan sukses pengobatan (sembuh dan pengobatan lengkap) dan pasien TB-RO yang dinyatakan putus berobat dari pengobatan TB-RO. Setiap subjek penelitian diwawancarai sebagai responden dengan mengisi kuisioner untuk mengumpulkan informasi. Variabel kuisioner terdiri dari sikap pengobatan (kesadaran pengobatan, mitos dan ketidak percayaan terhadap penyakit, efek samping pengobatan, durasi dan jadwal pengobatan), dukungan sosial (stigma dan diskriminasi, dukungan sosial dan keluarga), pelayanan kesehatan (sikap petugas kesehatan), dan status ekonomi (pembagian waktu untuk pekerjaan dan pengobatan, pekerjaan, keterlambatan pembayaran enablres dari pemerintah). Hasil data dari kuisioner kemudian dianalisis menggunakan SPSS 21.0 untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan putus berobat pada pasien TB-RO. Hasil analisis regresi diukur dengan Odds Ratio (OR) dan 95% confidence interval (95% CI).

Hasil studi kami pada 280 subjek penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin, status pekerjaan, penghasilan, dan indeks massa tubuh pada kedua kelompok (sukses pengobatan dan putus berobat) diketahui berbeda signifikan dengan nilai p masing-masing adalah 0,013; 0,010; 0,007; dan 0,006. Pada analisis regresi, diketahui faktor yang berhubungan dengan peningkatan putus berobat pasien TB-RO adalah sikap yang buruk terhadap pengobatan (OR = 1,2; 95% CI = 1,1–1,3), keterbatasan dukungan sosial (OR = 1,1; 95% CI = 1,0–1,2), ketidakpuasan pelayanan kesehatan (OR = 2,1; 95% CI = 1,5–3,0), dan keterbatasan status ekonomi (OR = 1,1; 95%CI = 1,0–1,2).

Pasien laki-laki, pengangguran, pekerja tidak tetap, penghasilan yang leih rendah, dan indeks massa tubuh rendah diketahui memiliki proporsi yang lebih tinggi pada pasien yang putus berobat. Sikap yang buruk terhadap pengobatan, keterbatasan dukungan sosial, ketidakpuasan pelayanan kesehatan, dan keterbatasan status ekonomi merupakan faktpr yang berhubungan dengan peningkatan putus berobat pada pasien TB-RO. Penguatan kolaborasi antara kementerian kesehatan, kementerian tenaga kerja, dan kementerian sosial diharapkan dapat mengatasi masalah putus berobat pada pasien TB-RO.

Penulis: Dr. Soedarsono, dr., Sp.P(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di https://bmcpulmmed.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12890-021-01735-9

Soedarsono Soedarsono, Ni Made Mertaniasih, Tutik Kusmiati, Ariani Permatasari, Ni Njoman Juliasih, Cholichul Hadi, Ilham Nur Alfian. Determinant factors for loss to follow‑up in drug‑resistant tuberculosis patients: the importance of psycho‑social and economic aspects. BMC Pulmonary Medicine. 2021; 21: 360. https://doi.org/10.1186/s12890-021-01735-9

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp