Hubungan Kadar Serum KL-6 dan Keparahan COVID-19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh El correo de Andalucía

Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) disebabkan oleh virus corona terbaru severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir Desember 2019, tiga bulan kemudian virus tersebut menyebar ke 200 negara di dunia sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakannya sebagai pandemi global. Pada September 2020, insiden COVID-19 di seluruh dunia mencapai 31 juta kasus. Benua Amerika merupakan negara dengan kasus terbanyak di dunia, diikuti oleh Asia Tenggara, Eropa, Mediterania Tengah, dan Afrika. Indonesia mencatat 271.000 kasus COVID-19 dengan 10.000 kasus kematian, yang merupakan jumlah tertinggi di Asia Tenggara. Jawa Timur merupakan provinsi kedua dengan jumlah kasus terbanyak setelah DKI Jakarta yaitu mencapai 42.000 dengan angka kematian 3000 orang. SARS-CoV-2 menunjukkan manifestasi ringan-sedang dan dapat berkembang menjadi kasus yang serius seperti pneumonia berat hingga Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang menjadi penyebab utama kematian pada COVID-19.

Patogenesis SARS-CoV-2

SARS-CoV2 menginfeksi melalui ikatan antara protein S dan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) sel inang. Saluran pernapasan bagian atas adalah tempat infeksi pertama, tetapi target utama virus adalah sel alveolar tipe II (AT2). SARS-CoV-2 dapat menghindari atau menghambat sistem imun bawaan sehingga dapat dengan mudah mencapai saluran pernapasan bawah dan melepaskan sitokin pro-inflamasi (IL-1β, IL-6, TNF-α). Pelepasan sitokin pro-inflamasi menyebabkan kerusakan sel AT2. Kerusakan parah pada sel AT2 menyebabkan badai sitokin dan menghasilkan ARDS yang ditandai dengan kerusakan alveolar difus (Diffuse Alveolar Damage (DAD)), hiperplasia pneumosit, dan trombosis mikrovaskular. Studi biomarker membantu memahami mekanisme yang mendasari dan patofisiologi kerusakan paru-paru dan dengan demikian meningkatkan strategi dan evaluasi terapeutik. Salah satu biomarker spesifik kerusakan sel alveolus paru yang saat ini sedang dikembangkan untuk penelitian adalah Krebs von den Lungen-6 (KL-6).

Krebs von den Lungen-6 (KL-6)

KL-6 merupakan glikoprotein musin yang juga disebut sebagai MUC1. MUC1 adalah glikoprotein tunggal yang terdiri dari sitoplasma, transmembran, dan domain ekstraseluler. MUC1 memiliki berat molekul yang tinggi dengan ukuran besar 200-500 nm. KL-6 diproduksi pada permukaan sel epitel AT2. KL-6 juga diproduksi pada sel epitel bronkus, sel basal, dan bronkiolus terminal dalam jumlah yang lebih rendah daripada AT2. KL-6 meningkat pada sel AT2 yang cedera. Produksi KL-6 dapat meningkat dan menurun melalui aktivitas TNF-α converting enzyme (TACE). Ekspresi protein KL-6 berkorelasi dengan perubahan permeabilitas kapiler alveolar, menunjukkan hubungan antara peningkatan KL-6 dan disfungsi epitel penghalang pada ARDS. KL-6 menunjukkan adanya korelasi antara bronchoalveolar lavage (BAL) dan serum sehingga KL-6 yang diproduksi di paru-paru akan terlihat dalam aliran darah.

Metode dan Hasil

Studi ini menggunakan desain studi analisis observasional (observational analytic) dengan desain prospektif yang menggunakan sampling berurutan (consecutive). Studi dilakukan pada 75 pasien COVID-19 yang dirawat. Subjek dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan derajat keparahannya, yaitu kelompok keparahan berat sebanyak 57 subjek dan kelompok dengan keparahan tidak berat sebanyak 18 subjek. Kadar serum KL-6 diukur pada hari ke-0 dan hari ke-6. Data kemudian dianalisis menggunakan paired T-test dan independent T-test untuk data yang berdistribusi normal, dan Wilcoxon test dan Mann Whitney test untuk data yang berdistribusi tidak normal.

Penelitian ini menunjukkan nilai KL-6 serum pada kedua kelompok mengalami penurunan pada hari ke 6. Penurunan lebih besar terjadi pada kelompok derajat berat (severe). Penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang dilakukan secara serial menunjukkan perubahan dinamik serum KL-6. Perubahan dinamik nilai KL-6 serum seiring dengan kondisi klinis subjek. Hal ini karena KL-6 serum dapat menilai aktivitas dan patofisiologi penyakit secara dinamik.

Penelitian ini menganalisis hubungan KL-6 serum hari ke 0 dan derajat keparahan COVID-19 menggunakan uji Mann Whitney. Uji tersebut menunjukkan tidak didapatkan hubungan signifikan nilai KL-6 serum hari ke 0 terhadap derajat keparahan COVID-19.

Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya menunjukkan perbedaan hasil. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena beberapa alasan yaitu jumlah sampel. Penelitian sebelumnya sampel yang digunakan lebih sedikit jumlahnya dan lebih banyak kelompok derajat tidak berat (non-severe). Penyebab lain adalah derajat keparahan tidak hanya disebabkan akibat kerusakan sel AT2. Selain sel AT2, sel endotel juga merupakan target utama SARS-CoV-2. SARS-CoV-2 dapat menginfeksi sel endotel secara langsung. Infeksi virus menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel mengakibatkan adhesi platelet, agregasi leukosit, aktifasi komplemen dan pelepasan sitokin yang menyebabkan komplikasi mikrovaskular seperti emboli pulmonal dan deep vein thrombosis (DVT).

Penulis: Titah Dhadhari Suryananda, dr., Sp.P dan Resti Yudhawati, dr., Sp.P(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2049080121006233?via%3Dihub

Titah Dhadhari Suryananda and Resti Yudhawati (2021). Association of serum KL-6 levels on COVID-19 severity: A cross-sectional study design with purposive sampling. Annals of Medicine and Surgery, 69(September 2021):102673 https://doi.org/10.1016/j.amsu.2021.102673

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp