Infeksi pada Pembedahan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Lifestyle OkeZone

Sebuah tindakan pembedahan merupakan suatu peristiwa yang cukup besar pada semua orang. Tentunya selayaknya menghadapi sebuah peristiwa besar ada beberapa persiapan-persiapan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk bisa memberikan yang terbaik pada pasien sebelum operasi agar dapat memberikan kenyamanan dan tentunya hasil yang maksimal. Namun bahkan dengan banyaknya tindakan pencegahan dan protokol untuk mencegah infeksi pada dasarnya setiap operasi yang “merusak” jaringan kulit sebagai perisai alami tubuh dapat menyebabkan infeksi pada pembedahan.

Infeksi pada pembedahan atau Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi yang terjadi setelah operasi di bagian tubuh tempat sebuah operasi dilakukan. SSI dapat terjadi 1-3% pada semua tindakan pembedahan dimana kadang-kadang dapat berupa infeksi superfisial yang hanya mengenai kulit tetapi dapat juga menjadi lebih serius dan melibatkan jaringan di bawah kulit, organ atau bahan-bahan implant.

SSI pada umumnya terjadi dalam 30 hari setelah pembedahan.Tanda dan gejala awal pada SSI dapat merupakan kemerahan, penyembuhan luka operasi yang lebih lama, demam, nyeri, adanya rasa tebal, hangat dan ada bengkak. SSI juga dapat memproduksi pus yang disebabkan oleh mikroba. Penyebab mikroba paling sering adalah Staphylococcus, Streptococcus, and Pseudomonas. Mikroba dapat menginfeksi luka operasi berdasarkan beberapa cara seperti dari kontak tubuh, dari udara, kontaminasi dari alat-alat pembedahan atau sebenernya mikroba ini sudah ada di tubuh pasien namun menyebar pada luka operasi. Infeksi ini dapat menyebabkan produksi nanah atau pus dimana bila terlalu banyak dan membentuk abses maka dapat membuka luka operasi secara paksa.

Diperkirakan penderita SSI dapat mencapai ratusan juta setiap tahunnya dan mengarah dengan terjadinya mortalitas dan juga menjadi beban finansial tersendiri pada sistem Kesehatan suatu daerah. Saat ini pun tidak ada satu pun negara yang bebas dari SSI, dari setiap 100 pasien yang dirawat di rumah sakit bisa didapatkan paling tidak 1 pasien dengan SSI pada 7 pasien yang datang di negara-negara maju dan 15 pasien di negara berkembang. Pasien ini juga akhirnya dapat dirawat di unit perawatan intensi dehingga menimbulkan beban endemic pada negara yang berpenghasilan rendah maupun yang berpenghasilan tinggi.

Kondisi ini pun diperberat dengan munculnya mikorba-mikroba yang resistensi terhadap antibiotic yang menyebebkan penanganan pasien lmenjadi lebih sulit. Pada contohnya ada pada Methicillin Resistant Staphylococcus aureus atau MRSA yang merupakan bentuk resistensi dari Staphylococcus sebagai organisme penyebab SSI yang dominan, MRSA perlu mendapat perhatian karena resistensinya terhadap antibiotik yang umum digunakan di rumah sakit seperti obat golongan penisilin, sefalosporin. Pemantauan MRSA secara teratur, yang terlibat dalam SSI dari pengaturan tertentu adalah persyaratan dasar untuk mengurangi insiden infeksi luka pasca operasi dengan profilaksis antibiotik yang tepat. Hal ini pun menjadi perhatian bagi Lembaga Kesehatan di dunia seperti World Health Organization (WHO) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Ada beberapa faktor risiko terjadinya SSI yaitu prosedur pembedahan lebih dari 2 jam, memiliki kondisi medis penyerta, pasien geriatric, pasien dengan beban terlalu berat, merokok, memiliki Riwayat kanker, memiliki kelainan pada sistem imun, memiliki diabetes, operasi emergensi dan operasi pada daerah abdominal.

Dari tenaga Kesehatan sendiri pencegahan SSI dimulai dari sebelum operasi (preoperative), saat operasi (intraoperative), dan setelah operasi (postoperative). Usaha pada sebelum atau saat operasi dapat berupa preoperative bathing, pencukuran rambut, meningkatkan nutritional support, kontrol gula darah, pertimbangan pemakaian immunosuppressive agents, mempertahankan suhu tubuh yang optimal dan skrining adanya resistensi antibiotic profilaksis. Pada setelah operasi pencegahan dapat meliputi pertimbangan untuk memperpanjang antiobiotik profilaksis atau pemberiannya bila terpasang drain, timing untuk pelepasan drain dan pertimbangan pemakaian advanced dressings.

SSI adalah kondisi terkait perawatan kesehatan yang persisten dan dapat dicegah. Ada peningkatan permintaan untuk evidence-based interventions untuk pencegahan dan penanganan SSI. Jika Anda menjalani operasi, tanyakan kepada dokter Anda apa yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi risiko infeksi tempat operasi. Pengunjung pasien juga sebaiknya menghindari menyentuh luka bekas operasi. Bila terdapat gejala-gejala awal yang telah dideskkripsikan janganlah menunda untuk menghubungi dokter dan rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan yang akurat secepat mungkin dan tidak berkembang menjadi kondisi infeksi yang pada akhirnya bisa menyebabkan kondisi pasien menjadi jauh lebih berat karena sesungguhnya memang benar bahwa mencegah lebih baik dari mengobati. 

Penulis: Dr. Komang Agung Irianto S., dr., Sp.OT(K)

Judul Jurnal: Effective Prevention Strategies to Reduce Preoperative Surgical Site Infection (SSI) in Orthopedic Surgeries: A 6-year Retrospective Review Study

Link: https://www.teikyomedicaljournal.com/article/effective-prevention-strategies-to-reduce-preoperative-surgical-site-infection-ssi-in-orthopedic-surgeries-a-6-year-retrospective-review-study

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp