Hubungan antara Pemberian Anti-hipertensi dengan Progesivitas Penyakit pada Pasien COVID-19 Derajat Sedang, Berat, dan Kritis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh saudeonline.pt

COVID-19, yang diakibatkan oleh infeksi SARS Cov-2, telah menjadi pandemi sejak hampir 2 tahun yang lalu. Salah satu mekanisme infeksi SARS COV-2 yang diketahui ialah invasi virus ke reseptor ACE-2. Reseptor ACE-2 ini berpengaruh pada sistem renin-angiotensin-aldosteron yang berfungsi dalam regulasi tekanan darah. Maka dari itu, hipertensi dan segala komplikasinya, berhubungan dengan peningkatan risiko perburukan pasien COVID-19. Salah satu anti hipertensi yang banyak digunakan ialah golongan Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEIs)  dan angiotensin-receptor blockers (ARBs). Beberapa studi mengeluarkan hipotesis bahwa kedua obat ini dapat memperburuk kondisi pasien COVID-19 dikarenakan hubungannya dengan peningkatan penanda inflamasi. Efek dari anti-hipertensi tersebut masih terus didiskusikan.

Penelitian kohort secara retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Universitas Airlangga. Sampel merupakan pasien COVID-19 dewasa dengan gejala sedang hingga kritis. Sampel berupa data sekunder melalui rekam medis. Pencatatan riwayat konsumsi anti-hipertensi dilakukan. Pengelompokan dibagi menjadi antihipertensi golongan ACEIs/ARB, Calcium Channel Blocker (CCBs), dan Beta Blockers (BBs). Sampel kemudian dikelompokkan lagi menjadi pasien dengan satu, dua, dan kombinasi tiga antihipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antihipertensi dengan durasi perawatan, penggunaan ICU, tingkat mortalitas, dan durasi dari perawatan hari pertama hingga pasien meninggal.         

Mayoritas pasien merupakan laki-laki, datang dengan keluhan sesak nafas, demam, keluhan saluran cerna. Hipertensi menjadi komorbid yang paling banyak ditemukan. Peningkatan penanda inflamasi hampir ditemukan di seluruh sampel. Rata-rata durasi perawatan ialah 13.73 ± 6.69 hari. 18 pasien mengalami perburukan dan membutuhkan perawatan di ICU. Terdapat perbedaan signifikan dari tekanan sistolik antara grup ACEI/ARB, BB, dan CCB, dengan grup ACEI/ARB dan BB memiliki tekanan sistolik yang lebih terkontrol. Pada kelompok ACEI/ARB, didapatkan peningkatan WBC dan penanda inflamasi, hal ini diperkirakan karena sebelumnya, pasien pada kelompok ini datang dengan penanda inflamasi yang tinggi. ACEI/ARB tidak memperburuk fungsi ginjal, sementara pasien pada kelompok CCB lebih rentan terhadap gagal ginjal akut. Pasien yang mengonsumsi BBs diketahui memiliki durasi perawatan yang lebih panjang serta lebih banyak membutuhkan perawatan di ICU, dibandingkan dengan 2 anti-hipertensi lainnya. Perbandingan kelompok dengan satu, dua, dan tiga antihipertensi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan akan durasi perawatan, tingkat perawatan di ICU, dan tingkat mortalitas. Meskipun kelompok ACEI/ARB menunjukkan penanda inflamasi yang agak tinggi, bila dibandingkan yang lain, tingkat mortalitasnya lebih rendah.

Hipertensi memang masih menjadi masalah global yang meningkatkan angka mortalitas dari COVID-19. Komorbid ini erat kaitannya dengan bagaimana SARS-COV-2 menginvasi sel, yaitu melalui ACE-2 reseptor. ACE-2 ialah enzim yang berpengaruh pada regulasi tekanan darah. cairan, elektrolit, dan resistensi vascular pada sistem renin-angiotensin-aldosteron. Beberapa ahli mengungkapkan, di awal pandemi COVID-19 ini muncul, ACE-2 memiliki dua peran, yaitu memudahkan infeksi virus, atau justru memiliki efek protektif untuk mencegah cedera pada paru. Penelitian lain menyampaikan bahwa penggunaan ACE-I/ARB tidak meningkatkan risiko komplikasi pada infeksi COVID-19.

Selain ACEIs/ ARBs, CCB juga dapat diberikan karena memiliki beberapa fungsi. Studi pendahuluan sebelumnya mengatakan bahwa verapamil tidak berdampak pada ekspresi ACE-2 dan mencetuskan miokarditis pada COVID-19. Amlodipin juga menunjukkan efek yang baik dengan peran Ca2+ intrasel, menghambat replikasi virus, dan meningkatkan efek anti-virus dari klorokuin. BBs dapat pula diberikan pada pasien COVID-19 dengan hipertensi. BBs diketahui dapat menurunkan aktivitas dari jalur RAAS, sehingga menurunkan kadar ACE-2. BBs juga diketahui dapat menurunkan sitokin pro-inflamasi. Meskipun pada penelitian ini, pasien dengan pengobatan BBs saja memiliki tingkat perawatan ICU dan mortalitas yang lebih tinggi, namun apabila dibandingkan dengan kelompok dengan kombinasi anti-hipertensi, tidak ditemukan perbedaan pada parameter tersebut.

Penelitian lebih lanjut layak dipertimbangkan karena populasi pada studi kali ini tidak terlalu besar, serta didapatkan pasien dengan komorbid lebih dari satu, yang bisa menjadi bias dan bedampak pada hasil studi.

Penulis: Prof. Mochammad Thaha, dr., Sp.PD., Ph.D., KGH.FINASIM, FACP, FASN

Link Jurnal: https://f1000research.com/articles/10-393

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp