Bagaimana Cara Mengukur Keharmonisan Keluarga?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Tribun Pontianak

Keharmonisan keluarga merupakan ketahanan keluarga secara psikologis dan sosial (KPPPA, 2016). Keharmonisan keluarga merupakan konsep penting dalam keluarga sebagai pondasi dari beberapa aspek penting, antara lain motivasi belajar anak, tingkat spiritual anak, serta perkembangan kepribadian anak. Di sisi lain, fenomena keluarga tidak harmonis banyak terjadi di masyarakat. Hal ini diindikasikan oleh angka perceraian yang meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Mahkamah Agung (MA) tahun 2017 terdapat sebanyak 415.510 pasangan bercerai, meningkat sepanjang 2018 menjadi 444.358 dan meningkat kembali menjadi 480,618 pada tahun 2019. Angka tersebut menunjukkan peningkatan jumlah perceraian terus menerus setiap tahunnya.

Berdasarkan literatur reviu yang telah dilakukan peneliti, yaitu tentang konsep keharmonisan keluarga pada berbagai budaya, diperoleh hasil pertama, bahwa teori keharmonisan keluarga memiliki determinan yang berbeda-beda bergantung pada setting maupun konteks penelitian yang dilakukan. Masing-masing peneliti akan menggunakan pendekatan teori yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan penelitian masing-masing (Fauziah, 2019). Kedua, beberapa riset tentang keharmonisan keluarga menggunakan alat ukur yang diturunkan dari teori aspek-aspek teori De Frain and Stinnet (1999); namun belum dibuat alat ukur keharmonisan keluarga secara spesifik, terpublikasi serta terukur validitas dan reliabilitasnya.

Jadi, bagaimana mengukur keharmonisan keluarga di Indonesia???

Salah satu alat untuk mengukur keharmonisan keluarga yang telah tervalidasi dan terpublikasi adalah FHS-24 (Family Harmony Scale) yang dikembangkan pada budaya China. Budaya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perilaku dan kesehatan mental. Karenanya penting untuk mengakomodir faktor budaya dalam mengonstruksi sebuah alat ukur (Kavikondala, 2016). FHS-24 dikembangkan berdasarkan konsep harmoni yang terdapat pada budaya Cina. Dalam budaya ini, keharmonisan keluarga menekankan pada kedekatan, keselarasan, kerjasama dan mutualisme yang dipersepsi sebagai atribut yang paling berharga dalam sebuah hubungan keluarga. Hal ini merupakan faktor penting bagi kesehatan mental dan kesejahteraan individu (Kavikondala, 2016). Perbedaan makna harmoni pada budaya kolektivis dan individualis membuat konstruksi FHS-24 menjadi urgen dilakukan. Peneliti mencoba mengeksplorasi FHS-24, bisakah digunakan pada keluarga di Indonesia?

FHS-24 memiliki 5 aspek dengan 24 indikator. Lima aspek yang digunakan untuk mengukur keharmonisan keluarga di Indonesia. (1) Komunikasi; Komunikasi merupakan kesempatan dan kesediaan anggota keluarga untuk terhubung satu sama lain. Adanya kesempatan bertemu langsung dan mengekspresikan perasaan secara verbal antar anggota keluarga merupakan syarat utama dalam komunikasi. (2) Resolusi Konflik; Kemampuan keluarga dalam menghadapi konflik yang terjadi dalam keluarga. Beberapa elemen umumnya berkontribusi terhadap konflik keluarga: gaya pengasuhan, nilai yang beragam, gaya hidup yang berbeda dan kesulitan keuangan. Menikah pasangan dengan gaya pengasuhan yang beragam sering dilihat ini sebagai sumber utama konflik pasangan. Kemampuan keluarga menyelesaikan perbedan yang terjadi dalam keluarga secara konstruktif menjadi kunci resolusi konflik dalam keluarga. (3) Kesabaran; Saling menghormati disebut sebagai elemen kunci dalam membina keluarga yang harmonis, yang dibangun melalui timbal balik, menghormati nilai-nilai dan keberadaan yang beragam dan penuh perhatian. (4) Waktu yang berkualitas, Waktu yang berkualitas dimaknai sebagai adanya kesempatan menghabiskan waktu bersama dengan anggota keluarga. Kualitas dimaknai sebagai rasa kebersamaan, kedekatan antar anggota keluarga sehingga anggota keluarga merasa nyaman tinggal bersama. (5) Identitas Keluarga; Variabel identitas keluarga ditambahkan oleh Kavikondala et al dengan pertimbangan perspektif budaya China. Identitas keluarga adalah penilaian respondentif dari anggota keluarga tentang kebanggaan dan harga diri (esteem) dari keluarga. Kelima aspek menunjukkan pengaruh yang signifikan pada variabel keharmonisan keluarga. Kebersamaan merupakan hal yang penting bagi masyarakat budaya communal. Kebutuhan untuk berkumpul bersama keluarga merupakan cara untuk menghilangkan stress sekaligus mendapatkan dukungan dari keluarga (Nuraini dan Hartini, 2021). 

Hasil penelitian ini sesuai dengan riset Lambordi (2021) yang menyatakan bahwa fungsi kualitas dalam relasi keluarga adalah penting, termasuk dalam hal waktu yang berkualitas yang dihabiskan dengan keluarga menentukan relasi orangtua-anak, serta pengasuhan ibu-anak. Waktu yang berkualitas akan menciptakan hubungan yang hangat antar anggota keluarga. Adanya waktu yang berkualitas bukan semata-mata jumlah waktu yang dihabiskan bersama, namun kualitaslah yang lebih diutamakan.

Penulis: Nailul Fauziah, Nurul Hartini, Wiwin Hendriani, Fajriyanthi

Link Jurnal: https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/34202

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp