Penerimaan Daerah sebagai Aspek Penting Penentu Belanja Modal Pemerintah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh pengadaan.web.id

Tahun 1999, Sistem Pemerintah Republik Indonesia mengalami peralihan dari jaman orde baru ke era reformasi. Di era reformasi, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan desentralisasi.  Berbagai kalangan meyakini bahwa dengan adanya desentralisasi maka hal ini merupakan suatu langkah pengelolaan negara dengan memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk mengurus aktivits daerahnya berdasarkan asas otonomi daerah (Canavire-Bacarreza et al., 2020).

Pemberian wewenang kepada pemerintah daerah pada dasarnya merupakan suatu langkah dalam memberdayakan daerah     untuk mengelola pembangunan yang ada didaerahnya (Pan et al., 2020; Zhang et al., 2019). Otonomi daerah merupakan bentuk dari penerapan teori keagenan. Hubungan baik diantara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memberikan pelayanan yang maksimal    bagi publik. Kemandirian serta inovasi yang dimiliki oleh setiap daerah sangat diperlukan sehingga dapat mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat (Qiao et al., 2019). Tidak hanya memberikan kebebasan dalam pengelolaan pembangunan yang ada didaerahnya namun juga termasuk dalam kemandirian keuangan daerah dengan memanfaatkan potensi yang dimilki untuk kepentingan pelayanan kepada publik (Mabillard & Pasquier, 2015). Oleh karena itu, penggunaan anggaran harus lebih diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat (Ke et al., 2020) atau publik salah satunya adalah belanja modal (Kasdy et al., 2019).

Berdasarkan data yang diperoleh dari https://bpkad.banyuwangikab.go.id. rasio penentuan besaran belanja modal dengan total belanja daerah di Kabupaten Banyuwangi mengalami fluktuatif sejak tahun 2011 hingga tahun 2018. Penurunan perbandingan antara belanja modal dengan belanja daerah menggambarkan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk belanja modal jumlahnya masih sangat terbatas dari total belanja daerah padahal indikator dari peningkatan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat berasal dari jumlah alokasi belanja modal.  Sedangkan untuk realisasi belanja modal dari tahun 2011 hingga tahun 2018 tidak mencapai 100%, prosentase realiasasi tertinggi untuk belanja modal hanya terjadi di tahun 2012 sejumlah 90,2% dan terendah pada tahun 2018 sejumlah 71,46%. Dengan prosentase         realisasi belanja modal yang tidak mencapai 100% menunjukkan bahwa kurang efektifnya pemanfaatan alokasi belanja modal untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Nilai signifikansi PAD untuk belanja modal adalah sebesar 0.103. Angka ini > 5%. Oleh karena itu berdasarkan data yang diperoleh maka PAD tidak mempunyai pengaruh atas belanja modal, dengan hasil ini maka, H1 ditolak. Dalam Agency Theory, hubungan keagenan antara pemerintah daerah dengan masyakarat dapat terlihat dari kesanggupan pemerintah daerah serta tanggungjawabnya untuk melayani publik khususnya masyarakat dalam upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengalokasian belanja modal. Bentuk dari belanja modal dapat berupa penyediaan fasilitas-fasilitas yang sudah dianggarkan dan tertuang dianggaran belanja modal. Berdasarkan data yang tercantum di Laporan Realisasi Anggaran periode 2011 sampai dengan 2018, anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Banyuwangi mengalami peningkatan. Angka signifikansi DAK terhadap belanja modal sebesar 0.174. Angka ini > 5%. Sehingga DAK tidak mempunyai      pengaruh pada Belanja Modal. Hal ini dikarenakan realisasi penggunaan DAK dari tahun 204-2018 tidak mencapai 100%. Sedangkan untuk Angka signifikansi DAU atas belanja modal sebesar 0.035. Angka ini < 5% sehingga DAU berpengaruh pada belanja modal.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa belanja modal tidak dipengaruhi oleh PAD dan DAK. Sedangkan untuk Dana alokasi yang bersifat umum mempunyai pengaruh pada Belanja Modal di Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Hasil peneitian ini menunjukkan bahwa pemberian pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penggunaan belanja modal masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat yang di kemas dalam bentuk pemberian DAU. Oleh karena itu hubungan keagenan yang baik harus terjaga antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah demi kelancaran proses desentraliasi berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi harus lebih mendorong peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan menggerakkan perekonomian yang berada di daerahnya dengan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki salah satunya adalah natural capital.

Penulis: Fandi Prasetya, S.E., Ak., M.Akun.

Link Jurnal: http://jurnal.ugj.ac.id/index.php/jka/article/view/4376

Judul: Penerimaan Daerah Sebagai Aspek Penting Penentu Belanja Modal Pemerintah: Studi pada Pemerintah Banyuwangi

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp