Efektifkah Program DREAMS Partnership dalam Menanggulangi Penyebaran HIV?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto Ketua Tim Pengmas Bersama Penyintas ODHA di KPA Tulungagung. (Foto: Istimewa)

Program DREAMS Partnership merupakan program yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, pencegahan dan kemampuan resiliensi penderita HIV/AIDS agar kualitas kehidupan mereka menjadi lebih baik dan tidak merasakan stigma social negatif terus-menerus. Program ini terdiri dari 6 program dalam satu kegiatan, yaitu DREAMS Partnership (Determinant, Resilience, Empowered, Mentored, Safe  dan Social Norms and Stigma). Program ini akan dilakukan dengan cara membentuk kader yang akan tergabung dalam DREAMS Partnership yg bertujuan untuk melakukan tindakan preventif dan promotif kepada masyarakat yang masih sehat, dan melakukan sosialisasi kepada penderita HIV/AIDS untuk berkomitmen dalam pengobatan dan terapi suportif.

Kader  HIV/AIDS  merupakan  kader pilihan  yang  sudah  ditentukan  dari  beberapa  kriteria masyarakat yang menjadi sasaran. Kader ini akan menjadi promotor bagi pasien HIV/AIDS lainnya maupun masyarakat yang sehat. Yang menarik pada program ini adalah kader HIV/AIDS diutamakan berasal para pasien atau keluarga pasien atau orang yang pernah berhubungan dengan pasien HIV/AIDS, sehingga kader akan lebih mampu menguatkan satu sama lain dan dukungan peer group. Para kader akan dibekali dengan kartu identitas resmi yang menunjukkan bahwa mereka dalam kondisi sehat dan bisa memanajemen penyakit dengan baik. Hal ini akan membuat stigma masyarakat mengenai penderita HIV/AIDS akan berubah.

Para kader HIV/AIDS akan mengikuti pelatihan yang memiliki beberapa urutan yaitu pelatihan awal akan didahului dengan classic lecture tentang materi HIV/AIDS, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan peer to peer education yang merupakan tindakan melakukan edukasi kepada setiap orang, satu orang kader harus melakukan edukasi dan mengajak penderita  HIV/AIDS melakukan pengobatan ke pusat kesehatan terdekat atau mengajak individu atau anggota masyarakat yang beresiko untuk melakukan skrining di pusat kesehatan terdekat  dengan  biaya  “GRATIS”.  Peer  to  peer  education  akan  menggunakan  metode snowball, sehingga akan semakin banyaknya cakupan masyarakat yang berobat ke pusat kesehatan terdekat.

Pelaksanaan kegiatan  ini  banyak  diperlukan  sistem  kontroling  yang  bagus  guna mengevaluasi dan memonitoring kinerja dari kader selama masa pembinaan dan berapa banyak masyarakat yang sudah diajak oleh kader tersebut. Setiap kader akan diberikan 1 booklet untuk diisi dengan bukti tanda tangan penderita HIV/AIDS yang bersedia datang ke pusat kesehatan untuk skrining dan kader juga harus memberikan bukti berupa video agar kegiatan benar-benar berjalan baik. Video kemudian akan diugah ke grup Whatsapp milik kader sehingga kader yang belum mengedukasi dapat lebih termotivasi dan memiliki daya saing dengan kader lainnya.

Dalam program ini akan dlakukan Monev yang dilakukan  setiap  1  bulan  sekali  dan  diberikan  booklet  dan  logbook  untuk pencatatan aktivitas. Dan setiap 1 bulan sekali juga akan diberikan reward bagi kader paling aktif mengedukasi dan mengajak individu atau anggota masyarakat yang beresiko untuk melakukan skrining di pusat kesehatan terdekat.

DREAMS Partnership juga akan menggunakan sistem snowball dan peer to peer education  yang akan membuat jejaring cakupan yang semakin luas, karena setiap kader dan penderita HIV/AIDS harus megajak yang lainnya untuk melakukan periksa di puskesmas. Selain itu terdapat pula publikasi baik dalam media cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat luas mampu untuk memperoleh informasi mengenai pentingnya kesadaran pribadi akan bahaya infeksi HIV/AIDS.

Dan dengan adanya Program DREAMS Partnership yang dilakukan secara maksimal dan teratur ini diharapkan bahwa pencegahan dan penanggulangan kasus pada penderita HIV/AIDS akan semakin berkurang seiring berjalannya waktu karena program ini sangat membantu penderita agar kualitas kehidupan mereka menjadi jauh lebih baik dan tidak merasakan stigma social negatif dari masyarakat secara terus-menerus.

Penulis: Prof. Nursalam, Dr. Tintin Sukartini, Diah Priyantini, Dluha Maf’ula

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp