Mengulik Keberhasilan Operasi Pintas Koroner

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh home.hbtkvi.org

Penyempitan atau penyumbatan arteri pemberi nutrisi pada jantung, yang lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner, merupakan penyebab sekitar 470.000 kematian per tahun di Indonesia. Berbagai faktor risiko seperti obesitas, diabetes, serta kebiasaan merokok mempengaruhi perkembangan penyakit ini, sehingga modifikasi gaya hidup gencar digalakkan karena terbukti mampu menekan angka kejadiannya. Dewasa ini, ketika divonis menderita penyakit jantung koroner dan membutuhkan terapi, terdapat berbagai modalitas mulai dari terapi obat-obatan, terapi trombolitik, kateterisasi koroner perkutan, serta operasi pintas koroner.

Setiap terapi yang dilakukan membawa risiko serta kelebihan dan kekurangannya sendiri, tak terkecuali operasi. Operasi pintas koroner membutuhkan perencanaan yang detail untuk meningkatkan keberhasilan operasi, yang digambarkan dengan paten atau tidaknya kanal pembuluh darah hasil operasi tersebut. Operasi atau intervensi berulang akibat tidak patennya hasil operasi awal membawa beban tersendiri bagi tubuh penderitanya.

Dalam tahap perencanaan, strategi pemilihan pembuluh darah yang akan digunakan sebagai kanal penghubung (arteri atau vena), lokasi penyempitan, serta beratnya derajat penyempitan harus diperhitungkan. Ukuran arteri koroner target juga merupakan informasi krusial yang diduga menjadi faktor penting penentu keberhasilan. Salah satu cara mendapatkan data-data tersebut adalah dengan modalitas kateterisasi jantung. Namun seberapa besar ukuran arteri koroner yang mampu meningkatkan keberhasilan operasi?

Kami bekerjasama dengan Seoul National University Bundang Hospital melakukan penelitian tentang keberhasilan operasi pintas koroner menggunakan arteri berdasarkan kaliber arteri koroner target (arteri yang dilakukan pintas). Kaliber arteri diukur dengan modalitas kateterisasi jantung. Penelitian ini dikerjakan secara retrospektif observasional pada tahun 2018 dengan mengacu pada data seluruh pasien operasi pintas koroner di Seoul National University Bundang Hospital sepanjang tahun 2005 hingga 2016. Terdapat 1.509 pasien selama kurun waktu tersebut, namun kemudian dikerucutkan menjadi 402 subjek yang memenuhi syarat.

Penelitian terebut menghasilkan suatu kesimpulan bahwa diameter arteri koroner berhubungan dengan patensi hasil operasi dalam enam sampai dua belas bulan pasca tindakan. Diameter arteri target yang lebih besar berkaitan dengan penurunan risiko penyumbatan ulang pada hasil operasi. Dalam topik ini angka ambang arteri target (cutoff value) yang didapatkan adalah 1,93 mm. Rata-rata diameter arteri koroner dalam penelitian ini adalah 1,87 mm. Walaupun lebih rendah dari angka ambang, sebagian besar hasil operasi dalam penelitian ini tetap paten selama periode evaluasi.

Hasil analisis lain adalah derajat beratnya penyempitan arteri awal juga berhubungan dengan keberhasilan operasi. Hal ini khususnya pada kasus penyempitan segmen yang mendekati pangkal arteri. Pada penderita dengan derajat penyempitan lebih berat, kemungkinan patensi hasil operasi lebih tinggi. Hal ini senada dengan temuan bahwa pada penderita yang mengalami sumbatan total, risiko sumbatan ulang pada hasil operasi lebih rendah.

Hasil analisis selanjutnya adalah penderita diabetes yang menjalani operasi pintas koroner memiliki risiko sumbatan ulang pada hasil operasi yang lebih rendah. Selain itu juga didapatkan bahwa fungsi jantung (diimplikasikan dengan fraksi ejeksi) yang lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko penyumbatan ulang.

Gagasan untuk mengukur diameter arteri target sebagai prediktor keberhasilan operasi pintas koroner bukan hal baru, namun studi-studi terdahulu menggunakan cara pengukuran yang bervariasi, sehingga nilai ambang yang dihasilkan juga berbeda. Untuk mencapai suatu kesimpulan yang dapat diterapkan secara luas tentu dibutuhkan cara pengukuran dan parameter yang seragam.

Penelitian ini difokuskan pada kaliber arteri koroner sebelah kanan. Banyak faktor lain yang berpotensi mempengaruhi keberhasilan operasi, namun temuan-temuan di atas tentu mengubah paradigma ahli bedah jantung tentang pertimbangan melakukan operasi pintas pada arteri koroner dengan diameter lebih kecil.

Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk terus mengembangkan teknik dan meningkatkan potensi keberhasilan pembedahan pintas koroner. Seiring berkembangnya teknologi dalam ilmu kedokteran, tiap-tiap prosedur pemeriksaan akan memberikan informasi yang lebih mendalam dan akurat, sehingga memungkinkan para pemberi layanan untuk menyusun strategi pengobatan dengan tepat dan memberikan layanan yang lebih komprehensif. Kerjasama antara dokter spesialis jantung dan dokter ahli bedah jantung juga sangat penting dalam keberhasilan terapi penyakit jantung koroner.

Penulis: Danang Himawan Limanto, dr.

Link Jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33466162/

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp