Aplikasi Gen SPA sebagai Penanda Epidemiologi Molekuler

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Kompas.com

Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri Gram positif yang dapat hidup sebagai flora normal manusia pada kulit, serta di dalam hidung dan tenggorokan. S. aureus menyebabkan berbagai penyakit melalui mekanisme invasi jaringan dan produksi toksin. Infeksi dapat bersifat lokal atau sistemik. Pada tahun 1941, pengobatan infeksi S. aureus dilakukan dengan pemberian antibiotik penisilin, tetapi pada tahun 1948 dilaporkan bahwa S. aureus resisten terhadap penisilin. Resistensi terus tumbuh dan pada tahun 1961 peneliti menemukan strain S. aureus yang resisten terhadap methicillin, yang kemudian dikenal sebagai methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Infeksi MRSA telah menjadi masalah serius di seluruh dunia dan saat ini sangat sulit untuk diobati karena bakteri ini resisten terhadap semua antibiotik betalaktam dan beberapa antibiotik non betalaktam. Dalam pola distribusi, MRSA diduga memiliki pola yang sama dengan S. aureus. Beberapa laporan menyebutkan bahwa strain MRSA telah ditemukan pada sampel bahan makanan dari hewan, seperti susu sapi dan beberapa jenis keju di Italia.

Studi epidemiologi molekuler menunjukkan bahwa sejumlah strain MRSA berkembang pesat dan mampu menyebar ke berbagai wilayah, kota, negara, dan bahkan benua. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap penyebaran strain MRSA adalah munculnya gen resistensi selain gen mecA (gen yang resisten terhadap semua antibiotik betalaktam). Misalnya, ada gen yang resisten terhadap antibiotik makrolida, tetrasiklin, dan aminoglikosida, yang membuat infeksi sangat sulit diobati, dan juga menyebabkan pola penyebaran yang tidak jelas di seluruh dunia.

Perkembangan cepat strain MRSA menghasilkan minat besar dalam hal pelacakan, mengidentifikasi, dan memahami keragaman MRSA dalam berbagai keadaan. Berbagai teknik dapat digunakan untuk membedakan isolat S. aureus, khususnya MRSA. Secara historis, isolat dapat dibedakan melalui metode fenotipik dengan menguji sensitivitas antibiotik dan metode genotipe dengan tipe molekuler. Metode pengetikan molekuler dapat digunakan untuk mengklasifikasikan atau mendefinisikan hubungan antara strain diisolasi dari tempat dan waktu tertentu dari strain MRSA. Saat ini, teknik molekuler yang paling banyak digunakan untuk memahami keragaman MRSA adalah melalui protein Staphylococcus A (spa).

Protein A merupakan protein permukaan Staphylococcus dengan berat molekul 42 kD yang bersifat kovalen pada dinding sel. Gen yang mengkode protein A (Spa-Gene) adalah penanda epidemiologi yang paling banyak digunakan untuk pengetikan molekuler karena mengandung unit polimorfik dan merupakan pilihan yang baik untuk mengidentifikasi dan membedakan variabilitas S. aureus. Dalam sebuah studi dijelaskan bahwa ada 18 jenis genetik Spa-Gene ditemukan dari 31 sampel MRSA positif yang diisolasi dari rumah jagal di Italia Selatan. Yang disimpulkan bahwa keragaman genetik didasarkan pada beberapa faktor, seperti adanya berbagai mutasi seperti akumulasi mutasi titik, penataan ulang genetik, dan perolehan atau hilangnya elemen genetik kromosom atau ekstra kromosom.

Memahami epidemiologi molekuler galur MRSA dalam susu sapi di Surabaya merupakan tinjauan baru-baru ini dan penting. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini dilakukan pada penerapan Spa-Gene sebagai penanda epidemiologi molekuler pada kasus MRSA yang berasal dari susu sapi yang dikumpulkan dari 4 peternakan di Surabaya. Sampel diuji konfirmasi MRSA menggunakan media ChromID™ MRSA (Biomeurix). ChromID™ MRSA kombinasi beberapa antibiotik. Hasil positif untuk galur MRSA ditunjukkan dengan isolat yang berwarna hijau pada media, sedangkan isolat yang tidak berwarna hijau bukan galur MRSA.

Hasil uji konfirmasi MRSA pada media ChromID™ MRSA menunjukkan terdapat 5 isolat. Isolat strain MRSA yang positif dilanjutkan dengan pengujian Polymerase Chain Reaction (PCR), untuk mengetahui deskripsi fragmen Spa-Gene. Hasil yang diperoleh dari PCR berupa pola pita DNA. Hasil elektroforesis produk PCR menunjukkan bahwa 4 sampel positif MRSA menunjukkan pita DNA, sedangkan ada 1 sampel positif MRSA yang tidak menunjukkan pita DNA. Hasil elektroforesis produk PCR diperoleh 3 model fragmen Spa-Gene dari 5 sampel strain MRSA. Hasil ini mengungkapkan keragaman Spa-Gene di satu peternakan atau antar peternakan. Keragaman Spa-Gene didasarkan pada perbedaan pita hasil PCR. Spa-Gene diketahui memiliki sekuens polimorfik yang sering digunakan untuk mengklasifikasikan strain. Spa-Gene yang termasuk dalam urutan polimorfik disebut wilayah X. Polimorfisme wilayah X banyak digunakan sebagai dasar untuk metode genotipe, mengungkapkan perbedaan genetik antara strain terkait dan memungkinkan penyelidikan epidemiologi yang efektif. Analisis genotip MRSA diperlukan untuk menentukan galur MRSA yang mungkin berasal dari satu klon atau klon yang berbeda.

Variabilitas dalam gen ini berkembang pesat seiring waktu. Jadi pengetikan molekuler berguna untuk surveilans epidemiologi rutin. Sistem pengetikan molekuler untuk S. aureus telah menggantikan metode pengetikan konvensional. Typing spa adalah teknik yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan strain S. aureus dalam praktik klinis (manajemen wabah) dan penelitian. Terdapat perbedaan genetik dan keragaman Spa-Gene pada galur MRSA positif. Hasil PCR untuk 5 isolat membuktikan bahwa Spa-Gene dapat digunakan sebagai penanda epidemiologi molekuler dari strain MRSA.

Penulis korespondensi: Asri Rizky

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

 Asri Rizky, Mustofa Helmi Effendi, and Jola Rahmahani. (2021).  APPLICATION OF SPA-GENE AS A MOLECULAR EPIDEMIOLOGICAL MARKER IN CASES OF Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus ORIGINATING FROM DAIRY COW’S MILK IN SURABAYA. Jurnal Kedokteran Hewan,  June 2021, 15(2):65-70 http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKH/article/view/4817

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp