GenBI UNAIR Ajak Mahasiswa Olah Limbah Medis dalam Lingkup Keluarga

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Tantin Yasmine, saat menyampaikan paparan (Foto: SS Zoom).

UNAIR NEWS – Peningkatan jumlah limbah medis, terkhusus masker di era pandemi covid-19 dapat menimbulkan masalah serius bagi lingkungan. Pasalnya, masker yang berbahan dasar plastik jenis Polipropilen tergolong dalam limbah yang sulit terurai dan kian menumpuk seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat di masa pandemi. 

Merespon hal tersebut, Divisi Sosial Masyarakat dan Lingkungan Hidup (Sosma-LH) Komunitas GenBI UNAIR mengadakan Webinar secara virtual untuk mengolah limbah masker di lingkungan rumah tangga. Kegiatan tersebut dihadiri langsung oleh Eka Pitaloka selaku Pembina GenBI UNAIR.

Dalam sambutannya, ia mengapresiasi langkah GenBI UNAIR untuk menggelar Webinar Series 1 ini. Ia melanjutkan, sebagai generasi yang maju, sudah sepatutnya kita memiliki kepedulian terhadap dukungan dan antisipasi dini terhadap kerusakan lingkungan yang semakin parah. Eka berharap, kedepannya hal ini bisa ditindaklanjuti untuk direalisasikan dalam aksi-aksi nyata.

“Saya harap bentuk kepedulian ini tidak hanya berhenti dalam tatanan diskusi saja, melainkan bisa diwujudkan dengan aksi nyata atau mengeksplorasi teknologi baru berkaitan dengan perbaikan kualitas lingkungan hidup,” ujarnya pada Sabtu (25/9).

Dalam kesempatan tersebut, Tantin Yasmine selaku senior campaign executive dari Waste4change hadir sebagai narasumber. Mengawali pemaparannya, Yasmine mengungkapkan di DKI Jakarta produksi limbah medis pada Oktober 2020 meningkat sebesar 1,662 ton. Sedangkan limbah infeksius di Rumah Tangga meningkat sebesar 867 kg yang didominasi oleh Disposable Mask.

“Dan perlu diingat data diatas adalah yang tercatat, kita tidak tahu pastinya berapa banyak limbah-limbah yang terbuang langsung ke lingkungan,” ujarnya. 

Melanjutkan pemaparannya, Yasmine mengungkapkan bahwa, salah satu bahaya tumpukan limbah masker sifatnya sulit terdegradasi yang dapat mengganggu ekosistem tanah dan biota-biota perairan. Selain itu, limbah masker yang tidak terkelola dengan baik dapat menularkan penyakit terhadap orang-orang disekitarnya karena masker tergolong limbah infeksius.

Salah satu pihak yang mudah terpapar adalah para petugas persampahan, mulai dari pengakut, pemulung atau petugas sortir dan olah di TPS/TPA,” imbuhnya.

Untuk menanggulangi masalah tersebut, Yasmin mengajak untuk mengubah paradigma pengelolaan sampah yang semula linier, menjadi sirkuler. Dimana yang semula sampah hanya dikumpulkan, diangkut dan dibuang menjadi dikurangi, digunakan kembali dan didaur ulang.

“Sehingga sampah yang dikirimkan ke insinerator dan TPA bisa ditekan seminimal mungkin,” tegasnya.

Ia juga memberikan tips untuk mengurangi limbah masker dalam skala rumah tangga salah satunya adalah penggunaan masker kain yang bisa dipakai berulang kali. Selain itu, apabila sudah terlanjur menggunakan masker sekali pakai, kita bisa gunakan limbahnya untuk media tanam tanaman hidroponik.

“Jadi ketika kita sudah me-reduce penggunaan masker kain, kita reuse dengan menjadikannya media tanam, dengan itu kita bisa mengurangi sumbangsih sampah kita kepada lingkungan,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp