Cidera Pleksus Brakialis di Indonesia: Pengalaman dari Negara Berkembang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh parenting.orami.co.id

Cidera pleksus brakialis adalah cidera yang cukup berat dan dapat mengarah pada gangguan fungsi lengan, disabilitas, beban sosioekonomi, dan gangguan psikologis yang sering terjadi pada laki-laki muda usia produktif. Penyebab tersering dari cidera pleksus brakialis adalah kecelakaan motor. Indonesia adalah negara berkembang dimana masih banyak penduduknya yang menggunakan sepeda motor sebagai sarana transportasi. Tingkat kecelakaan di Indonesia pun cukup tinggi, terutama kecelakaan sepeda motor. Dari hasil pengamatan di Indonesia 10 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa pengendara sepeda motor menjadi orang yang rentan mengalami kecelakaan, yang selanjutnya dapat mengalami cidera pada pleksus brakialis. Namun belum ada data epidemiologi mengenai cidera ini di Indonesia.

Penelitian ini merupakan studi retrospektif yang terdiri dari 491 pasien dengan cidera pleksus brakialis di RSUD Dr. Soetomo pada bulan Januari 2003 hingga Oktober 2019. Departemen Orthopaedi dan Traumatologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya menjadi salah satu dari 3 pusat rujukan pasien dengan cidera pleksus brakialis se Indonesia. Informasi yang akan diambil adalah berupa data mengenai usia, gender, penyebab cidera, cidera lain yang menyertai, cidera pada tulang yang menyertai, tipe cidera, sisi cidera, waktu dilakukannya operasi, prosedur operasi, dan hasil akhir pasca terapi yang diambil dari rekam medis pasien.

Dari data yang didapatkan, karakteristik pasien dengan cidera pleksus brakialis paling banyak mengenai laki-laki usia muda dengan penyebab terseringnya adalah kecelakaan sepeda motor. Bagian tubuh yang lebih sering terkena adalah sisi kanan bahu. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa cidera pleksus brakialis ini sering disertai cidera lain seperti fraktur, dan paling sering adalah fraktur dari tulang bahu atau klavikula. Pasien-pasien tersebut kebanyakan mendapat terapi setelah lebih dari 12 bulan, dengan prosedur operasi yang paling sering dikerjakan adalah cangkok otot beserta saraf dan pembuluh darahnya (free functional muscle transfer) untuk membantu mengembalikan fungsi dari gerakan sendi, terutama sendi siku dan pergelangan tangan. Dari data analisis hasil akhir (outcome), didapatkan hasil peningkatan signifikan dari kualitas hidup yang dihitung menggunakan skoring DASH (Disabilities of the Arm, Shoulder, and Hand) dan penurunan angka nyeri yang signifikan pada pasien cidera pleksus brakialis komplit dari sebelum dan sesudah operasi. Didapatkan juga peningkatan ruang gerak sendi secara aktif pada pasien cidera pleksus brakialis inkomplit paska operasi.

Gambaran data di atas mencerminkan kondisi karakteristik pasien cidera pleksus brakialis di Indonesia yang diambil dari sampel populasi pasien di rumah sakit tersier. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa negara Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki beberapa permasalahan, seperti kondisi sosial ekonomi dan tingginya jumlah pengguna sepeda motor serta angka kecelakaannya. Selain itu, keterlambatan penanganan dan rujukan juga menjadi salah satu tantangan. Hal ini seringkali dikarenakan masih banyak yang melakukan pengobatan tradisional. Kondisi ini tentu saja juga akan berpengaruh pada hasil akhir pasien. Penanganan yang cepat dapat meningkatkan kemampuan tubuh untuk mengembalikan fungsi, mengurangi nyeri kronis, dan membuat pasien dapat segera kembali ke aktivitas sehari-hari karena waktu dari terjadinya cidera hingga ke tindakan operasi mempengaruhi level kematian jaringan di atas dari lokasi cidera pleksus brakialis. Populasi pasien saat ini membutuhkan kemampuan teknik operasi yang tinggi untuk prosedur cangkok otot dan tendon, begitu juga dengan dukungan rehabilitasi yang baik.

Oleh karena itu, penanganan pasien dengan cidera pleksus brakialis memerlukan kerjasama tim multidisiplin yang komprehensif dan sistem perujukan yang baik untuk menyediakan penanganan yang terbaik pula bagi pasien dengan cidera pleksus brakialis sehingga dapat memengaruhi hasil akhir dari terapi. Tim multidipilin ini dapat terdiri dari dokter orthopaedi, dokter rehabilitasi medik, dan dokter psikiatri karena follow up pasien setelah operasi tidak kalah penting untuk meningkatkan kualitas hidup dan optimalisasi kondisi lengan pasien paska operasi. Pasien dengan cidera pleksus brakialis juga sering merasa tertekan dengan kondisinya yang tidak lagi produktif sehingga diperlukan bantuan dari dokter psikiatri agar pasien termotivasi untuk melakukan latihan-latihan atau rehabilitasi setelah operasi.

Penulis: Heri Suroto, MD, PhD

Arikel Jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34470060/

Traumatic Brachial Plexus Injury in Indonesia: An Experience from a Developing Country. Journal Reconstructive Microsurgery (2021). http://doi.org/10.1055/s-0041-1735507. ISSN 0743-684X

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp