Relasi Kuasa Suami Istri dalam Keluarga Dual-Career yang Mengalami KDRT

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh ugm.ac.id

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fakta sosiologis yang terjadi di masyarakat. KDRT merupakan persoalan penting yang perlu dikaji secara lebih mendalam karena merupakan tindakan anti kemanusiaan. Studi tentang KDRT penting untuk dilakukan karena tindak kekerasan dalam rumah tangga meniadakan hak-hak individual dan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang serius. KDRT merupakan tindakan kekerasan dengan dimensi yang lebih luas dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan yang lain. KDRT tidak hanya terbatas pada tindak kejahatan secara fisik seperti pemukulan, penamparan, penganiayaan dan kekerasan fisik yang lain, akan tetapi KDRT bisa berdimensi non fisik seperti kekerasan verbal, kekerasan ekonomi, kekerasan psikologis dan kekerasan seksual.

Realitas menunjukkan bahwa tidak jarang persoalan yang sepele dapat menjadi pemicu terjadinya KDRT. Dalam hal ini, sistem nilai yang ada di dalam masyarakat juga mampu memengaruhi pikiran dan tindakan seseorang. Meskipun telah diatur sedemikian rupa dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT dalam bentuk apa pun KDRT tetap marak terjadi, tidak hanya di kalangan kelas bawah, akan tetapi juga di kalangan kelas menengah maupun kelas atas.

Relasi kuasa dalam keluarga dual career menarik untuk dikaji karena seiring dengan globalisasi, lebih banyak kesempatan bagi perempuan untuk memeroleh pendidikan yang lebih tinggi dan semakin membuka jalan bagi perempuan untuk memasuki ranah publik. Meningkatnya pendidikan memperlebar peluang bagi perempuan untuk mendapatkan bidang pekerjaan profesional. Meski masyarakat menganggap bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan hal yang wajar dan lumrah serta berada di ranah privat sehingga tidak banyak dikaji secara mendalam, akan tetapi membongkar relasi kuasa suami istri dalam keluarga dual career merupakan upaya untuk mencari akar permasalahan dan realitas yang terjadi yang selama ini melanggengkan kekerasan.

Studi pada keluarga dual-career yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga menemuka tiga tipe, yaitu Male-Dominated Family (MDF), Female-Dominated Family (FDF), dan Alternating Family (AF). Male-Dominated Family merupakan menunjukkan relasi kuasa suami istri dalam keluarga dual-career yang mengalami tindak kekerasan dalam rumah di mana keluarga didominasi oleh laki-laki. Female-dominated family memperlihatkan peran dominan perempuan dalam keluarga. Alternating family merupakan tipe keluarga di mana peran dominan suami istri dalam keluarga berubah-ubah. Kadang-kadang laki-laki mendominasi perempuan, dan pada saat yang lain perempuan mendominasi laki-laki. AF ini merupakan tipe keluarga yang memiliki hubungan yang lebih cair dibandingkan dengan tipe keluarga yang pertama dan kedua.

Alternating Family dalam keluarga dual-career ini muncul dari adanya perlawanan korban. Kekerasan yang terus menerus terjadi membangkitkan kesadaran perempuan bahwa dirinya menjadi korban. Kesadaran inilah yang menumbuhkan perlawanan korban. Selama ini ada anggapan dalam diri perempuan bahwa kekerasan akan berakhir dan pelaku kekerasan akan menyudahi kekerasan. Akan tetapi justru yang terjadi adalah kekerasan makin parah. Jika selama ini patriarki melekat kuat dalam diri perempuan di mana sebagai istri harus tunduk patuh pada suami, maka dengan kekerasan yang terus menerus mendera, kemudian muncul kesadaran dalam diri perempuan bahwa kekerasan tidak dapat ditoleransi.

Dalam keluarga dual-career, wacana makin meneguhkan kekuasaan. Ideologi dapat memunculkan tindakan. Ideologi dilanggengkan melalui norma dan wacana/pengetahuan. Wacana/pengetahuan dapat berupa: media, internet, pendidikan, agama yang kemudian menjadi ideologi. Perempuan harus patuh pada suami, laki-laki lebih unggul dalam keluarga itu juga merupakan knowledge yang disosialisasikan secara turun temurun dalam keluarga. Melalui wacana inilah kekuasaan dilanggengkan. Kekuasaan itu menyebar dalam setiap interaksi, termasuk interaksi antara suami-istri. Knowledge adalah power melalui praktik, apa yang dikatakan orangtua, aturan, norma, dan beliefs.

Kekerasan yang berlangsung secara terus menerus akan berakibat buruk tidak hanya bagi korban, akan tetapi juga anak dan keluarga. Anak akan terinternalisasi dengan kekerasan. Kekerasan akan dapat menimbulkan kekerasan dalam bentuk yang sama atau berbeda. Tidak jarang korban mengalami ketidakberdayaan, sakit secara mental maupun fisik yang membuat korban tidak mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat luas. Bahkan beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga juga bisa berakibat pada kematian.

Foto oleh: Siti Mas’udah

Link Jurnal: https://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/09763996211039730

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp