Stop Mendisiplinkan Anak dengan Berteriak-teriak

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: unsplashcom

UNAIR NEWS – Dalam melakukan pendisiplinan terhadap anak, kerap kali orang tua melakukannya dengan cara yang kurang tepat. Salah satu yang paling banyak dilakukan adalah dengan cara berteriak-teriak kepada anak.

Kebanyakan orang tua beranggapan bahwa hal ini efektif membuat anak lebih disiplin dan tidak mengulangi kesalahan mereka. Namun, nyatanya anak-anak akan tetap mengulangi perbuatan tersebut di lain kesempatan. Hal ini tidak jarang menyebabkan orang tua menjadi frustasi.

“Anak-anak perlu diberi tahu pesan yang sama secara berulang-ulang. Jika mereka terlihat mengabaikan pesan tersebut, ini tidak berarti mereka tidak patuh, mereka hanya tidak bisa mengingatnya,” terang Dr. Ike Herdiana, M.Psi., Psikolog pada webinar bertajuk Pendisiplinan Anak Tanpa Teriakan, Sabtu (11/9/2021).

Dr. Ike menegaskan bahwa penting agar orang tua memahami makna dari pendisiplinan anak itu sendiri. Mendisiplinkan anak, menurutnya, berarti mengajari anak perilaku yang bertanggung jawab serta pengendalian diri. Pendisiplinan ini juga harus disesuaikan dengan kemampuan pemahaman masing-masing anak yang tentunya akan berbeda satu sama lain.

Pada gelaran webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) itu, Dr. Ike memberikan beberapa kiat yang dapat dipraktikkan para orang tua agar kegiatan mendisiplinkan anak mereka menjadi lebih efektif.

“Yang dapat dilakukan salah satunya dengan memainkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan kita saat anak-anak berperilaku seperti yang tidak diharapkan alih-alih meneriaki mereka,” terang Dr. Ike.

Selain itu, orang tua perlu berhati-hati dengan ancaman yang ditujukan saat anak mereka melakukan kesalahan. “Dari pada mengancam, lebih baik libatkan anak dalam membuat beberapa aturan dalam keluarga termasuk untuk diri mereka,” tegas Dr.  Ike.

Hal yang tidak kalah penting dalam mendisiplinkan anak-anak, menurut Dr. Ike, adalah menjelaskan konsekuensi dari perbuatan mereka. “Idealnya, konsekuensi harus segera mengikuti tindakan dan relevan dengan perilaku. Misalnya, meminta anak untuk membereskan kekacauan yang telah mereka perbuat,” ungkap Dr.  Ike.

Bagi anak yang sudah mulai beranjak besar, menerapkan time out, baik pada orang tua maupun anak, juga dinilai efektif untuk melakukan pendisiplinan kepada anak-anak. “Bagi anak-anak, menghabiskan waktu sendiri sebelum perilaku mereka menjadi lebih tidak terkendali bisa menjadi kesempatan berharga untuk refleksi diri,” jelas Ike.

Menurut Dr. Ike, seiring dengan bertambahnya usia anak-anak, di bawah bimbingan disiplin yang bermanfaat, anak akan belajar membawa diri mereka ke kamar ketika mereka mulai kehilangan kendali. “Namun, hati-hati menerapkan ini (time out) ketika anak masih kecil karena mereka mungkin akan mempersepsikannya sebagai hukuman,” lanjut Dr. Ike.

Bagi orang tua, dengan menerapkan time out, mereka dapat meluangkan waktu untuk menangangi perasaan mereka sendiri dan sebagai sarana pelepasan diri dari situasi yang membuat stres. “Untuk melakukan ini, pastikan anak aman ketika ditinggal selama beberapa menit Anda melakukan time out,” pungkas Dr. Ike. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp