Menggunakan Media Sosial untuk Meningkatkan Outcome Pasien Diabetes

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh bhf.org.uk

Diabetes melitus sering disebut sebagai silent killer karena prognosis penyakit membutuhkan waktu yang panjang untuk dapat terdeteksi. Pasien dengan kondisi kadar gula darah di atas batas normal secara persisten berpotensi untuk mendapatkan komplikasi penyakit mikro dan makrovaskuler, peningkatan biaya kesehatan, mortalitas, dan penurunan kualitas hidup. Pada tahun 2013 jumlah penderita diabetes melitus di seluruh dunia adalah 382 juta orang dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 463 juta orang. Apabila tren peningkatan tersebut terus berlanjut, diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus di seluruh dunia pada tahun 2045 akan mencapai angka 700 juta orang. Biaya yang dikeluarkan untuk penanganan diabetes melitus di seluruh dunia pada tahun 2019 mencapai angka 760 miliar USD, meningkat 4,5% dibanding pengeluaran pada tahun 2017.

Perkembangan teknologi informasi memungkinkan pelayanan kesehatan tidak hanya dilakukan secara tatap muka tetapi juga dapat dilakukan pada saat tenaga kesehatan dan pasien tidak berada di lokasi yang sama. Salah satu bentuk kemajuan teknologi yang telah digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan adalah platform media sosial online. Facebook, Instagram, Twitter, Telegram, dan WhatsApp adalah contoh platform media sosial online yang sudah digunakan untuk menunjang komunikasi tenaga kesehatan dengan pasien dalam pengelolaan penyakit kronis dan pengobatannya.

Studi terbaru menunjukkan bahwa ada tren yang berkembang terkait penggunaan media sosial untuk pengelolaan penyakit kronis. Munculnya media sosial online dapat dijadikan sebagai sarana pendukung pelayanan kesehatan secara tatap muka. Media sosial online memungkinkan tenaga kesehatan dan pasien untuk berkomunikasi secara cepat, efisien, dengan biaya yang murah, dan real-time walaupun mereka tidak sedang berada di fasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan dapat memberikan konseling dan edukasi kepada pasien menggunakan media sosial online sehingga meningkatkan kesadaran pasien untuk bisa mengoptimalkan pengelolaan penyakit dan pengobatannya.

Penggunaan media sosial sebagai sarana untuk meningkatkan luaran kesehatan masih merupakan studi baru sehingga masih banyak kesenjangan dari berbagai bukti yang telah dihasilkan. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial sebagai sarana intervensi dapat memperbaiki gaya hidup, selfcare, dan luaran klinis pasien penyakit kronis. Namun dampak positif atau negatif dari penggunaan media sosial untuk menunjang pelayanan kesehatan belum bisa disimpulkan secara definitif.

Penelitian menunjukkan jenis komunikasi dengan media sosial yaitu komunikasi dua arah antara tenaga kesehatan dengan pasien atau komunikasi satu arah dari tenaga kesehatan ke pasien.  Frekuensi komunikasi dengan media sosial yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mayoritas adalah 1 kali per minggu. Semakin intensif frekuensi komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien maka luaran kesehatan yang diperoleh juga semakin meningkat.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan media sosial sebagai sarana utama maupun pendukung dalam pemberian intervensi kesehatan memberikan dampak positif terhadap perilaku pengobatan dan luaran klinis pasien diabetes melitus. Meskipun pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan kepada pasien secara tatap muka cukup efektif, akan tetapi kendala berupa ketersediaan waktu komunikasi yang terlalu singkat menghalangi pencapaian luaran kesehatan yang lebih optimal. Pasien seringkali mengalami kesulitan untuk memahami terlalu banyak informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam satu waktu. Hal ini terjadi pada pasien penyakit kronis seperti diabetes melitus yang membutuhkan pelayanan seumur hidup.

Media sosial dapat dijadikan sebagai sarana alternatif untuk memberikan komunikasi kesehatan karena mampu meningkatkan intensivitas komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien. Semakin intensif komunikasi yang dilakukan maka semakin besar juga keterlibatan pasien dalam pengelolaan penyakit dan pengobatan. Komunikasi intensif tersebut juga memungkinkan untuk mencapai luaran kesehatan yang lebih optimal. Pasien yang memiliki frekuensi komunikasi yang lebih intensif dengan tenaga kesehatan memiliki perbaikan perilaku pengobatan penurunan kadar HbA1c yang lebih baik dibandingkan yang jarang berkomunikasi dengan tenaga kesehatan.

Penggunaan sosial media sebagai sarana untuk memberikan asuhan kesehatan kepada pasien diabetes melitus menjadi suatu hal yang menjanjikan. Namun penggunaan media sosial online dalam memberikan asuhan kesehatan masih belum dimanfaatkan tenaga kesehatan dengan optimal. Tenaga kesehatan perlu dibekali dengan kemampuan dalam pemanfaatan media sosial dan kemampuan komunikasi online yang efektif dan efisien.

Penulis: Dr. Yunita Nita, S.Si, M.Pharm, Apt

Link Artikel Jurnal: https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2020-0501/html

Judul Publikasi: Social media health interventions to improve diabetes mellitus patient outcome: a systematic review

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp