Guru Besar UNAIR Bantu Para Peternak Sapi Hasilkan Bibit Sapi Jantan Unggulan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
PELAKSANAAN kegiatan Pengmas yang diketuai oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga Prof. Dr. Dewa Ketut Meles Ms., Drh di Kecamatan Kedungpring, Lamongan, Sabtu (4/9/2021) kemarin. (Foto: istimewa)

UNAIR NEWS – Indonesia hingga kini ternyata masih mengimpor sapi dan daging sapi dari negara asing. Data dari Kemendag menyebutkan, pada Agustus 2020, total volume impor sapi mencapai 12,98 ribu ton. Padahal Indonesia, khususnya Jawa Timur, memiliki potensi penghasil sapi yang sangat besar. 

Permasalahan itulah yang yang menjadi sorotan Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga Prof. Dr. Dewa Ketut Meles Ms., Drh. Menurutnya, penggemukan sapi jantan dari bibit unggulan adalah salah satu jalan untuk mendongkrak produksi daging nasional. “Kalau ini dikerjakan, import sapi tidak perlu sudah,” ujar Prof Meles.

Melalui kegiatan pengmas bertajuk Program Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PPPUD), Prof Meles dan tim bekerja sama dengan Balai Besar inseminasi Buatan di daerah Singosari, Malang untuk menghasilkan bibit sapi jantan unggulan dalam jumlah yang memadai. Metodenya yakni sperma bibit sapi jantan dikawin-suntikkan ke sapi betina. Proses tersebut telah dilakukan pada 2020 lalu di Kecamatan Kedungpring, Lamongan, bekerja sama dengan UMKM Kelompok Ternak Sapi Potong Gunung Rejo Makmur. 

Prof Meles mengungkapkan, sapi jantan memang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat daripada betina. Selain itu, dengan pemberian pakan seimbang, sapi jantan hasil insemenasi bisa mencapai bobot 800kg dalam 2 tahun. 

“Kalau sapi jantan, bisa kisaran 500 kg hingga 800 kg dalam 2 tahun. Sapi betina mentok rata-rata hanya bisa 480kg,” ungkapnya.

Pada pelaksanaan pengmas yang kedua, Sabtu (4/9/2021) kemarin, hasil inseminasi telah terlihat. Sebanyak 90 persen dari total anakan sapi yang telah lahir adalah sapi jantan.

“Jadi kita siapkan dulu spermanya dan dipisahkan antara jantan dan betina. Harapannya banyak anakan jantan, agar bisa digemukkan. Karena untuk proses penggemukan perlu populasi yang memadai, kalau sedikit tidak bisa,” terangnya. 

Kini proses penggemukan sapi mulai dilakukan. Prof meles mengimbau para peternak untuk menggunakan pakan dari limbah pertanian dan perkebunan sebagai pengganti penghijauan yang mulai langka. Seperti kulit kacang; kulit kopi; onggok jagung; ampas sawit; hingga jerami padi. 

Proses penggemukan sapi sendiri memerlukan waktu minimal 2 tahun. Selama itu, Prof Meles dan tim akan terus mendampingi desa binaan serta turut memantau perkembangan sapi.

Program pengmas yang terlaksana sejak 2020 lalu tersebut diketahui akan berjalan selama 3 tahun. Prof meles sengaja memilih Kecamatan Kedungpring, Lamongan, karena memiliki potensi penghasil sapi yang melimpah. Setidaknya ada sekitar 4.000 ekor sapi di Kecamatan Kedungpring. Tak ayal, daerah tersebut menjadi desa binaan FKH UNAIR.

“Kami berharap Lamongan bisa menghasilkan bibit sapi jantan unggulan melalui proses insemenasi. Program ini semoga dapat menjadi pilot project untuk yang lain, biar meniru,” harapnya. (*)

Penulis: Erika Eight Novanty

Editor : Khefti Al Mawalia 

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp