Efek Cairan Empedu Kambing Terhadap Infeksi Malaria

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto dari Lokadara ID

Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Pengendalian malaria di Indonesia masih menghadapi munculnya resistensi parasit terhadap obat antimalaria. Alternatifnya, obat tradisional dari bahan alami, seperti ekstrak herbal. Sebagian masyarakat di Indonesia mengkonsumsi empedu kambing utuh untuk mencegah dan mengobati malaria. Empedu kambing tidak dikonsumsi karena rasanya yang pahit, tetapi empedu kambing mempunyai khasiat meningkatkan stamina dan menyembuhkan malaria. Empedu kambing dapat mudah diperoleh di rumah pemotongan hewan atau pada saat hari besar Islam Idul Adha.

Uji toksisitas akut dan subakut cairan empedu kambing (CEK) pada mencit yang tidak terinfeksi menunjukkan toksisitas yang rendah, yaitu mengakibatkan diare ringan pada mencit yang diberi CEK (Arwati et al, 2020). Uji aktivitas antimalarial CEK juga sudah membuktukan bahwa CEK mempunyai aktivitas anti malaria terhadap infeksi Plasmodim berghei ANKA pada mencit BALB/c (Aini et al, 2020). Pengaruh pemberian CEK selanjutya telah diuji pada mencit terinfeksi parasit tersebut, terutama terhadap pembesaran liver (hepatomegaly) dan limpa (splenemegali), kadar enzim Aspartate transaminase (AST) dan Alkaline phosphatase (ALP) untuk mengetahui disfungsi liver, serta kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin untuk mengetahui disfungsi ginjal akibat pemberian CEK. Pemberian CEK dilakukan selain terhadap mencit diinfeksi, juga terhadap mencit yang tidak diinfeksi (normal) dibandingkan dengan mencit normal yang tidak diberi CEK. Konsentrasi CEK yang digunakan adalah 100%, 50%, dan 25% baik pada kelompok mencit infeksi (kelompok CEK 100, CEK50, dan CEK25), maupun mencit tidak infeksi (NOR100, NOR50 dan NOR25), dengan control positif menggunakan 187,2 mg/kg BB dihydroartemisinin-piperaquine phosphate atau DHP (kelompok POS), kontrol negative adalah mencit infeksi tapi tidak diberi CEK (kelompok NEG), dan kelompok mencit normal yang tidak diberi CEK (NOR) diberi air steril. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor. Pada uji inipun mencit mengalami diare ringan. Hasil uji menunjukkan bahwa CEK100 dapat menekan pertumbuhan parasit malaria sebesar 96.90%, hampir sama dengan DHP (POS), yaitu 99.88%. Namun, CEK100 mengakibatkan jumlah mencit yang diare lebih banyak dari pada kelompok CEK yang lain. Efek CEK terhadap parasitemia, penekanan pertumbuhan dan survival rate adalah tergantung pada dosis CEK yang diberikan (dosis dependent manner).

Pada infeksi malaria kronis, sering terjadi hepatomegaly dan splenomegaly. Pada mencit diinfeksi dengan P. berghei baik yang diberi CEK maupun tidak menunjukkan ukuran dan berat liver dan limpa yang tidak berbeda secara signifikan (p>0.05), tetapi apabila dibandingkan dengan mencit yang tidak diinfeksi adalah berbeda secara signifikan baik yang diberi CEK maupun tidak (p<0.05). Jadi, CEK tidak berpengaruh terhadap ukuran dan berat liver dan limpa pada infeksi malaria pada mencit.

Kadar AST dan ALT pada kelompok CEK100, CEK50, CEK25, dan kelompok NEG sangat tinggi melebihi kadar normal. Kadar AST dan ALT yang tinggi menunjukkan disfungsi liver.  Kondisi ini adalah merupakan gejala klinis yang khas pada malaria. Pada POS, NOR100, NOR50, NOR25 dan NOR kadar enzim hepatic tersebut adalah normal. Dengan demikian  disfungsi liver bukan diakibatkan oleh CEK, tetapi oleh infeksi malaria. Sebaliknya, kadar Bun dan kreatinin pada semua kelompok adalah normal. Hal ini berarti bahwa CEK tidak mengganggu fungsi ginjal.

Pada penelitian ini empedu berperan ganda karena di satu pihak dapat menurunkan parasitemia, dan menekan kadar BUN dan kreatinin berada pada kadar normal, tetapi di lain pihak mengakibatkan diare, tidak berpengaruh terhadap hepatomegaly dan splenomegaly, dan juga tidak dapat menurunkan kadar AST dan ALT. Hal ini berhubungan dengan kandungan dan sifat cairan empedu yang kompleks. Salah satunya adalah asam empedu mempunyai sifat amphipathic, yaitu sifat yang bermanfaat dan sifat toksik. Asam empedu yang bersihat hidrofobik (DCA) adalah toksik, tetapi asam empedu yang hidrofilik (UDCA, TUDCA) dapat membantu memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh asam empedu hidrofobik.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa CEK mungkin dapat dikembangkan menjadi obat anti malaria. CEK juga tidak mengakibatkan disfungsi liver dan ginjal pada mencit normal. Pada percakapan testimonial dengan beberapa konsumen empedu kambing pada saat Idhul adha menunjukkan bahwa mereka tidak mengalami diare maupun gejala lain setelah mengkonsumsinya. Namun, konsumsi empedu kambing yang terlalu sering sebaiknya dihindari, karena kemungkinan dapat mengakibatkan keracunan.

Penulis: Heny Arwati

Informasi detail riset ini dapat diakses pada artikel kami di:

http://www.veterinaryworld.org/Vol.14/August-2021/5.html

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp