Apakah Masyarakat Mampu Mengenali Gejala Asma dan Menggunaan Obat dengan Benar Saat Terjadi Serangan Asma?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Halodoc

Asma merupakan penyakit pernapasan umum yang mempengaruhi 1-18% di seluruh dunia, terkait dengan hiperresponsif saluran napas terhadap rangsangan atau peradangan saluran napas kronis. Ditandai dengan riwayat gejala pernapasan seperti sesak napas, mengi, batuk dan sesak dada terutama pada malam dan pagi hari. Prevalensi asma di Indonesia diperkirakan sebesar 4,5% dengan rentang usia tertinggi 25-34 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria. Asma dapat mengancam jiwa jika tidak dikendalikan, atau paling tidak, dapat menyebabkan pasien mengalami eksaserbasi (episodik flare-up).

Kurangnya pemahaman masyarakat tentang proses penyakit dan penggunaan obat yang tepat terutama dalam pengobatan inhalasi tampaknya mempengaruhi pengendalian asma secara efektif, serta meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Masyarakat perlu memiliki kemampuan untuk mengenali gejala asma, untuk membantu penderita asma di sekitar mereka dalam situasi darurat, yang memungkinkan untuk deteksi dini serangan asma, sehingga dapat menyelamatkan jiwa jika minum obat yang benar dan dosis yang tepat sebelum tiba di unit gawat darurat di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat dalam mengenali gejala asma dan kemampuannya dalam menggunakan obat saat menghadapi serangan asma.

Penelitian ini berusaha untuk menilai tingkat pengetahuan dan sikap asma terhadap manajemen asma di kalangan masyarakat menggunakan kuesioner yang divalidasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang asma secara umum baik dengan skor 76% dari keseluruhan pertanyaan. Pengetahuan dalam mengenali gejala asma mendapat skor tertinggi (83%) dan tertinggi kedua adalah penyebab asma. Intervensi berbasis komunitas seperti pemberian informasi dasar tentang asma seperti etiologi dan gejala, penting untuk diketahui baik bagi masyarakat maupun pasien, mengedukasi mereka tentang faktor pencetus dan memahami pentingnya penggunaan obat untuk mendapatkan kontrol asma yang lebih baik.Meskipun pengetahuan yang kuat tentang asma, gejala umum dan penyebabnya, namun pengetahuan masyarakat tentang penggunaan obat pada asma masih kurang. Hasil penelitian menunjukkan hanya seperempat peserta yang menjawab benar tentang teofilin sebagai salah satu obat asma yang bisa dibeli di toko obat.

Selain itu, kurang dari setengah peserta tidak dapat menjawab dengan benar tentang bagaimana atau kapan menggunakan obat inhalasi pada asma karena mereka tidak pernah menggunakan atau mendapatkan informasi tentang obat tersebut sebelumnya. Terapi inhalasi adalah dasar pengobatan asma, yang hanya efektif jika digunakan dengan benar. Obat inhalasi seperti dry powder inhaler (DPI) atau metered-dose inhaler (MDI) adalah obat pilihan untuk pengobatan awal ketika gejala dan tanda menunjukkan eksaserbasi seperti sesak napas dan ketidakmampuan untuk berbicara lebih dari frase pendek. Serupa dengan hasil kami, Global Initiative for Asthma (GINA) juga menyatakan sebagian besar pasien (hingga 70-80%) tidak dapat menggunakan inhaler mereka dengan benar. Teknik inhaler yang buruk termasuk penggunaan perangkat yang berlebihan menyebabkan kontrol asma yang buruk, serta peningkatan risiko eksaserbasi dan efek samping.

Penelitian ini juga mengkaji tentang sikap masyarakat terhadap self-management asma. Sebagian besar peserta (89%) memiliki sikap positif dan sangat setuju bahwa jika tidak ada perbaikan pada serangan asma setelah menerima obat, mereka perlu segera mengunjungi unit gawat darurat. Pengendalian penyakit secara rutin dengan menggunakan obat-obatan dan kunjungan ke profesional kesehatan sangat penting untuk mempertahankan kondisi asimtomatik mereka. Satu-satunya sikap negatif yang ada dalam penelitian ini menyangkut persepsi peserta tentang penggunaan obat. Lebih dari separuh setuju bahwa obat inhalasi dapat dibeli tanpa resep merupakan persepsi yang salah, karena obat inhalasi untuk asma hanya dapat diperoleh dengan menggunakan resep mengingat risikonya yang tinggi untuk memperburuk penyakit jika tidak digunakan dengan benar (misalnya, dengan menggunakan dosis yang salah).

Pengalaman dan riwayat asma berkontribusi pada efikasi diri dan keyakinan seseorang. Keyakinan tentang asma dapat memotivasi perilaku yang sangat berbeda. Sisi positifnya, masyarakat dapat memotivasi pasien untuk belajar hidup dengan asmanya dan melawan penyakitnya, mendapatkan kontrol melalui pengobatan, hingga akhirnya mencapai kehidupan sehari-hari yang berkualitas, tanpa serangan lebih lanjut. Masyarakat menunjukkan pengetahuan yang baik tentang tanda dan gejala asma serta sikap positif terhadap manajemen asma. Partisipan yang pernah mengalami asma ternyata memiliki pengetahuan yang lebih baik. Namun, kesalahpahaman tentang obat asma dan obat inhalasi masih menjadi masalah yang terlihat di masyarakat, yang membuktikan bahwa masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan tentang obat asma untuk memastikan pengendalian penyakit yang lebih baik dan mengurangi beban masyarakat terkait serangan asma.

Penulis: apt. Arina Dery Puspitasari, M.Farm.Klin.

Judul artikel    : Community knowledge and attitude in recognizing asthma symptoms and using medication for asthma attacks

Link jurnal       : https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2020-0466/html

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp