Permasalahan Terkait Efek Samping Obat pada Penderita MDR-TB

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto dari Bangka Pos

Masyarakat pasti sudah tidak asing lagi dengan penyakit Tuberkulosis. Saat ini terdapat jenis tuberkulosis yang dinamakan Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB). Multi Drug Resistance Tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang tidak merespon dengan minimal dua jenis obat yang paling poten yaitu Rifampisin dan Isoniasid atau disertai resistensi terhadap obat anti tuberkulosis lini pertama lainnya seperti etambutol, pirazinamid dan streptomisin. Saat ini jumlah kasus MDR-TB semakin meningkat dan tentu saja memberikan dampak yang serius karena pengobatan pada penderita MDR-TB ini menghadapi jenis obat dan regimennya semakin kompleks,  durasi pengobatan yang lebih lama (18-24 bulan) dibandingkan dengan TB biasa dan permasalahan timbulnya efek samping obat yang dapat lebih berat. Oleh karena itu pengobatan pada MDR-TB memerlukan upaya penanggulangan yang komprehensif.

Permasalahan efek samping obat yang timbul pada penderita dengan MDR-TB dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat keberhasilan terapi karena dapat menyebabkan pasien menjadi tidak patuh. Oleh karena itu, pemahaman terhadap efek samping dan tatalaksananya menjadi hal yang sangat penting.

Efek samping terbanyak yang timbul pada penelitian kami yaitu hiperurisemia (52,5%). Hiperurisemia dapat diakibatkan karena penggunaan Pirazinamid. Pirazinamid merupakan agen retensi asam urat yang kuat yang menyebabkan lebih dari 80% reduksi klirens renal asam urat pada dosis 300 mg sehari. Sebuah penelitian cross-sectional di Cameroon oleh Pokam dkk menunjukkan hiperurisemia juga terjadi pada 58,3% pasien dari kelompok yang diteliti dibandingkan dengan 12,5% pada kelompok kontrol. Manajemen efek samping hiperurisemia pada penelitian kami yaitu dengan penghentian pirazinamid pada beberapa pasien dan pemberian terapi seperti Allopurinol.

Efek samping terbanyak kedua yang muncul pada penelitian kami yaitu gangguan pencernaan (40%). Gangguan pencernaan kemungkinan dapat disebabkan oleh pemberian Pirazinamid, Etambutol, Levofloksasin, dan Etionamid. Gangguan pencernaan yang terjadi berupa mual, muntah dan nyeri perut. Manajemen efek samping ini adalah dengan pemberian terapi simptomatik seperti omeprazol, ranitidin, ondansetron atau metoklopramid.

Efek samping lain yang timbul selama menjalani pengobatan MDR-TB yaitu gangguan pendengaran. Terjadinya gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh OAT golongan aminoglikosida, yaitu kanamisin dan kapreomisin. Paparan aminoglikosida menyebabkan mutasi pada DNA mitokondria yang merusak translasi RNA dalam mitokondria melalui interaksi dengan daerah ikatan pada mitokondria yang kemudian menyebabkan menurunnya sintesis protein. Ototoksisitas yang disebabkan kanamisin terjadi pada koklea, ditandai dengan berkurangnya pendengaran atau tinnitus dan bersifat irreversible. Manajemen efek samping gangguan pendengaran dilakukan dengan penyesuaian dosis, penggantian kanamisin dengan kapreomisin dan juga pemberian terapi simptomatik.

Hipokalemia dapat disebabkan oleh karena pemberian kanamisin dan kapreomisin. Kanamisin dan kapreomisin menyebabkan hiperaldosteronisme sekunder yang meningkatkan ekskresi kalium, magnesium, dan kalsium urin. Tatalaksana efek samping hipokalemi dilakukan dengan penyesuaian dosis dan pemberian terapi simptomatik seperti suplemen kalium.

Efek samping lain yang terjadi dalam jumlah yang lebih kecil yaitu gangguan perilaku, gangguan ginjal, ruam kulit, athralgia dan gangguan penglihatan. Meskipun dalam jumlah yang kecil munculnya gangguan perilaku yang kemungkinan disebabkan oleh sikloserin perlu diwaspadai dalam pengobatan MDR-TB karena dapat mempengaruhi sikap pasien terhadap pengobatan seperti sulitnya pasien untuk diajak kerjasama dalam pengobatan.

Efek samping obat yang timbul pasien MDR-TB dalam penelitian ini bervariasi dan satu pasien dapat mengalami lebih dari 1 macam efek samping. Sebuah penelitian oleh Wang dkk menyatakan bahwa efek samping obat secara signifikan berhubungan dengan penghentian minum obat yang menyebabkan ketidakpatuhan dalam konsumsi obat dan memperpanjang waktu pengobatan. Namun demikian dalam penelitian kami 97% dinyatakan sembuh.

Penulis: apt. Wenny Putri Nilamsari, S.Farm, SpFRS

Informasi lebih lanjut tentang artikel ini dapat dilihat di https://doi.org/10.1515/jbcpp-2020-0447

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp