Apakah Melewatkan Sarapan Berhubungan dengan Obesitas Abdominal?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto dari suara.com

Sudah lebih dari satu tahun kita dihadapkan pada pandemi COVID-19 yang menyebabkan terbatasnya kegiatan di luar rumah karena adanya pembatasan sosial, penggantian kegiatan menjadi online atau daring, dan pembatasan lainnya. Hal tersebut tentu berdampak pada banyaknya waktu yang dihabiskan di rumah dan meningkatkan kemungkinan perubahan pola hidup yang cukup signifikan seperti penambahan aktivitas sedentary atau banyak duduk, frekuensi begadang yang lebih tinggi sehingga juga menyebabkan risiko melewatkan sarapan.

Obesitas abdominal adalah kondisi kegemukan yang ditandai dengan penumpukan lemak berlebih di bagian perut, atau biasa juga disebut sebagai obesitas sentral. Lemak yang menumpuk lebih banyak terdiri dari lemak jenuh yang mengandung sel lemak besar dan lebih berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit tidak menular.

Penelitian ini menggunakan disain cross sectionamelibatkan 60 mahasiswa S1 Gizi FKM non penerbangan angkatan 2016-2019 dan dilakukan secara daring. (Google Sheets, personal chat, dan video call melalui aplikasi WhatsApp). Penelitian ini mengidentifikasi kebiasaan melewatkan sarapan pagi dan tingkat latihan fisik sebagai variabel bebas, dan obesitas abdominal sebagai variabel terikat. Peneliti melihat kebiasaan melewatkan sarapan dari hasil pengisian kuesioner umum yang berisi pertanyaan-pertanyaan berikut: frekuensi melewatkan sarapan, frekuensi makan pada siang hari, dan pola makan selama pandemi COVID-19. Kebiasaan melewatkan sarapan diklasifikasikan menjadi: tidak pernah, jarang (1-2 kali/minggu), kadang-kadang (2-3 kali/minggu), sering (4-5 kali/minggu) dan sangat sering (>5 kali/minggu). ). Sementara itu, tingkat latihan fisik diperoleh dari hasil wawancara recall latihan fisik 3 x 24 jam. Recall latihan jasmani 3 x 24 jam dilakukan pada dua hari kerja, dan kunjungan kembali dilakukan pada hari lain pada masa liburan untuk melihat rata-rata tingkat latihan jasmani (PAL). Tingkat aktivitas fisik responden penelitian dibagi menjadi ringan (1,40-1,69), sedang (1,70-1,99) dan berat (2,00-2,39)13. Obesitas abdomen kemudian dinilai dengan mengukur lingkar pinggang menggunakan medline masing-masing responden dan dilakukan melalui video call.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan melewatkan sarapan pada mahasiswa S1 Gizi FKM Unair memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan obesitas abdominal, Artinya, semakin sering melewatkan sarapan maka semakin rendah risiko obesitas abdominal. Menurut hasil wawancara, alasan melewatkan sarapan adalah rasa malas, kehilangan nafsu makan dan sering bangun kesiangan. Di masa pandemi COVID-19, kebiasaan melewatkan sarapan cenderung meningkat. Peningkatan ini dimungkinkan karena aktivitas pada masa pandemi yang berlangsung hingga dini hari (begadang) sehingga cenderung menambah asupan berupa jajanan berenergi tinggi di malam hari dan kesiangan di pagi hari. Sementara itu, tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik mahasiswa dengan obesitas abdominal. Meski secara statistik tidak signifikan, nyatanya olahraga yang rendah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya obesitas. Perlu diingat bahwa penting bagi seseorang untuk tidak melewatkan sarapan, sehingga tidak ada kecenderungan untuk makan berlebihan pada waktu makan berikutnya, sehingga mengurangi risiko kenaikan berat badan. Selain itu, perlu meningkatkan latihan fisik, terutama olahraga, untuk mencegah kenaikan berat badan yang mengarah pada obesitas perut.

Penulis: Martha Ria Wijayanti, Sri Adiningsih, Qonita Rachmah

Artikel dapat ditemukan pada link berikut:

https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/21640/14556

Penulis Artikel Populer: Qonita Rachmah

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp