Penggunaan Pulse Oximeter dalam Perawatan Untuk Pasien Covid-19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Kompas

Akhir tahun 2019 ternyata merupakan sebuah awal pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Penderita Covid-19 mengalami beragam keluhan atau gejala penyakit yang berbeda untuk setiap individunya. Pada kondisi yang cukup parah, penderita dapat mengalami kondisi yang disebut hipoksemia. Apabila kondisi seperti ini terjadi tanpa perawatan dan pengawasan khusus, maka tidak mustahil penderita Covid-19 akan menemui ajalnya secara tiba-tiba. Hal yang paling membahayakan pada kondisi hipoksemia adalah biasanya penderita tidak sadar bahwa saturasi oksigen dalam tubuhnya mengalami penurunan, sehingga mereka tidak merasa perlu melakukan pengobatan atau perawatan lebih lanjut. Padahal justru pada tahapan inilah menjadi kunci penting sebuah tindakan medis. Oleh karena itu penderita Covid-19, terutama mereka yang melakukan isolasi mandiri dirumah masing-masing, wajib memantau secara berkala kadar saturasi oksigen mereka.

Alat bernama “pulse oximeter” inilah yang kemudian menjadi pilihan banyak penderita Covid-19 untuk membantu mereka dalam pemantauan kadar saturasi oksigen. Selain mudah untuk dioperasikan, alat ini cukup sensitif dan bisa memberikan hasil yang baik tanpa harus pergi ke rumah sakit atau laboratorium. Akan tetapi, disisi lain pengguna alat ini masih memiliki ilmu dan informasi yang minim terkait efektivitas, penggunaan, dan kelemahan alat pulse oxymeter . Oleh karena itu, artikel review ini dapat digunakan sebagai dasar untuk informasi awal pengguna pulse oxymeter , terutama mereka yang sedang terkena Covid-19. Dua prinsip dasar pulse oxymeter  yang wajib diketahui adalah : (a) untuk membedakan oxyhemoglobin (HbO2) dan deoxyhemoglobin (HHb), dan (b) bagaiman alat tersebut dapat menampilan nilai SpO2 dari darah kompartemen arteri. HbO2 dan HHb memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap cahaya merah dan inframerah dekat (IR). HbO2 dapat menyerap cahaya IR dalam jumlah yang lebih banyak daripada HHb., selain itu HbO2 memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk menyerap cahaya merah. Cara pulse oxymeter  mendeteksi SpO2 didasarkan pada jumlah cahaya merah dan IR yang diserap. Penyerapan tentu menjadi fluktuatif karena disesuaikan pada peningkatan volume darah arteri ketika dalam keadaan sistolik dan menurun ketika dalam keadaan diastol.

Pembacaan kadar saturasi oksigen berawal dari pembacaan sinyal oleh probe. Yang paling sering digunakan sebagai probe pada alat pulse oxymeter  adalah jari tangan, hidung, telinga, dan/atau dahi. Masing-masing area tersebut memiliki spesifisitas dan kriteria. Secara garis besar, ada dua macam probe pada alat pulse oxymeter  : (a) reusable dan (b) single-patient probe. Reusable probe biasanya lebih unggul dalam hal kecepatan mendeteksi, kemudahan pembacaan sinyal, dan juga jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan probe yang lainnya. Disisi lain, single-patient probe menawarkan keamanan dari kemungkinan tertular penyakit infeksius karena penggunaan berulang maupun bersama-sama. Tetapi, untuk pasien Covid-19 yang tidak memiliki keluah vasokonstriksi sebaiknya cukup menggunakan reusable probe yang diletakkan pada jari telunjuk.

Keunggulan alat ini adalah dari sisi kemudahan, kecepatan, dan juga keekonomisan dibandingkan dengan teknologi pengukuran kadar saturasi oksigen yang menjadi standart. Alat ini dapat membantu pendampingan pasien Covid-19 mulai dari awal tahapan isolasi mandiri hingga tahap saat di ICU sekalipun. Alat ini juga memiliki kelebihan dapat mendeteksi abnormalitas system pernafasan yang mungkin tidak terdeteksi sebelumnya. Dimana kondisi seperti ini seringkali terjadi pada pasien penderita Covid-19. Apabila alat menampilakan hasil SpO2 ≥ 94% diikuti dengan tidak adanya keluhan pada dada, nafas yang pendek dan susah, ataupun gejala darurat lainya, maka pasien dapat melanjutkan isolasi mandirinya di tempat masing-masing. Akan tetapi, jika kadar saturasi oksigen menurun sedikit menjadi SpO2 ≤ 90%, hal ini dapat mengindikasikan awal dari keadaan darutat sehingga dapat bersiap-siap untuk mencari atau dirujuk ke rumah sakit terdekat. Hal inilah yang menjadi Langkah penting untuk menyelamatkan sebuah nyawa manusia.  Selain pada penderitas Covid-19 , alat ini juga banyak digunakan untuk mendiagnosis beberapa kasus pneumonia bahkan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndromes).

Bersama dengan kelebihan alat ini, tentunya ada kekurangan. Yang menjadi focus Bersama adalah bahwa alat pulse oxymeter  tidak perlu dilakukan kalibrasi sehingga bukan tidak mungkin alat ini dapat memberikan hasil yang salah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui dengan baik cara penggunaan dan akurasi dari pulse oxymeter ini. Sehingga pembaca terhindar dari pembacaan hasil yang salah dan dapat mengakibatkan ketidaktepatan Tindakan medis yang seharusnya diberikan.

Penulis: Amalia Ajrina

Link: Pulse oximeter usage in patient covid-19 treatment: At a Glance

https://e-journal.unair.ac.id/JVHS/author/submissionEditing/27511

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp