Pengaruh Variasi Konsentrasi Propilenglikol, Gliserin, dan Polietilenglikol 400 Terhadap Sifat Fisik dan Laju Disolusi Tablet Liquisolid Loratadine

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi dari Halodoc

Suatu obat akan memberikan efek apabila bisa diabsorbsi dalam jumlah yang cukup. Untuk bisa diabsorbsi obat harus bisa larut di air  dalam jumlah tertentu. Salah satu obat yang memiliki kelarutan yang kurang baik dalam air  adalah loratadine.

Loratadine adalah obat antihistamin nonsedatif yang digunakan untuk mengurangi gejala alergi. Senyawa ini termasuk obat yang memiliki kelarutan yang buruk tetapi permeabilitas yang baik. Loratadine dalam bidang farmasi termasuk obat BCS kelas II. Bioavaibilitas obat BCS kelas II ditentukan oleh kelarutan dan disolusinya. Oleh karena itu, faktor formulasi memainkan peran penting dalam bioavailabilitas obat ini.

Salah satu cara untuk meningkatkan disolusi suatu sediaan tablet adalah dengan dibuat tablet liquisolid. Teknik liquisolid dikembangkan untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif dalam air. Peningkatan kelarutan obat dalam teknik liquisolid terjadi melalui berbagai mekanisme, yaitu peningkatan luas permukaan tertentu serta kemampuan untuk menyerap air dan menjadi terbasahi. Meningkatnya luas permukaan obat menyebabkan obat lebih mudah untuk larut di dalam air.

Komponen penyusun tablet liquisolid diantaranya terdiri dari pelarut nonvolatile, carrier dan coating material. Penggunaan pelarut nonvolatile memiliki peranan penting pada tablet liquisolid. Pelarut nonvolatile dapat memfasilitasi pembasahan partikel obat dengan cara menurunkan tekanan permukaan antara media disolusi dan permukaan tablet. Hal ini menyebabkan disolusi obat meningkat. Pelarut nonvolatile yang digunakan sebagai pelarut dalam teknik liquisolid antara lain adalah propilenglikol, gliserin dan polietilenglikol 400. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek variasi konsentrasi propilenglikol, gliserin, dan polietilenglikol 400 sebagai pelarut nonvolatile terhadap sifat fisik dan laju disolusi tablet liquisolid loratadine.

Pada penelitian ini dibuat sepuluh formula tablet yang terdiri dari  sembilan formula liquisolid dan satu konvensional sebagai control. Selanjutnya, campuran dievaluasi berdasarkan sifat alir dan indeks kompresibilitas. Kemudian campuran tadi dicetak menjadi tablet. Tablet dibuat dengan metode cetak langsung dengan kekuatan 4-8 kg dengan cara mencampurkan loratadine dengan pelarut nonvolatile (propilenglikol, polietilenglikol 400, atau gliserin). Konsentrasi propilenglikol, gliserin, dan polietilenglikol 400 yang digunakan dalam tablet liquisolid adalah 14, 15, dan 16%. Selanjutnya, Avicel PH 102 dan sodium starch glicolate ditambahkan ke dalam campuran lalu ditambahkan aerosil. Evaluasi tablet yang dilakukan meliputi uji kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, dan disolusi.

Uji kecepatan mengalir dilakukan dengan cara sebanyak 100 g serbuk dimasukkan ke dalam corong. Penutup corong dibuka sehingga serbuk mengalir, waktu alir dicatat. Kompresibilitas adalah kemampuan granul untuk tetap kompak dengan adanya tekanan. Persentasenya dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran kepadatan nyata dan mampat, dan tidak boleh melebihi 20%.

Uji kekerasan tablet dilakukan dengan menggunakan alat uji dengan menggeser batang pengukur pada tester ke nol. Tablet ditempatkan di ujung alat dan kemudian sekrup diputar di ujung alat sampai tablet pecah. Pengukuran diulang untuk 10 tablet dan rata-rata dihitung.

Prosedur uji kerapuhan tablet dilakukan dengan cara pertama tablet dibersihkan dan ditimbang. Selanjutnya tablet dimasukkan ke dalam friability tester, dan alat diputar sebanyak 100 putaran. Setelah itu, itu tablet dibersihkan dari serbuk yang menempel kemudian ditimbang. Persen kerapuhan diperoleh dengan membagi penurunan berat tablet dengan berat awal.

Pengujian waktu hancur tablet dilakukan terhadap enam tablet yang diletakkan dalam keranjang berisi media 900 mL air suling pada 37 °C. Waktu yang diperlukan untuk hancur kemudian dicatat.

Dalam proses disolusi, obat padat dilarutkan dalam pelarut pada suhu tertentu. Perubahan kelarutan dan laju disolusi akan menyebabkan perubahan absorpsi obat. Oleh karena itu, uji disolusi dapat digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas dan juga membedakan faktor formulasinya .Uji disolusi ditentukan dengan menggunakan metode II USP, 900 mL media disolusi HCl 0,1 N. Kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 50 rpm dan suhu 37 ± 0,5 °C selama 60 menit. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program statistik ANOVA atau Kruskal-Wallis untuk mendapatkan nilai signifikansi masing-masing pelarut konsentrasi. Nilai signifikansi kurang dari 0,05 dikatakan berbeda signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan alir serbuk terbaik adalah yang mengandung gliserin 16% dan kompresibilitas terbaik adalah yang mengandung gliserin 14%. Sedangkan tablet yang mengandung propilenglikol 16% menunjukkan hasil disolusi yang paling tinggi dari seluruh formula. Hasil statsitik menunjukkan bahwa sifat alir, waktu hancur, dan disolusi berbeda signifikan. Sedangkan kerapuhan, kekerasan pada 14 dan 15% konsentrasi pelarut, dan kompresibilitas pada 15 dan 16% konsentrasi pelarut tidak berbeda signifikan.

Kesimpulan dari penelitian adalah  tablet yang mengandung propilenglikol 16% memenuhi sifat fisik dan memiliki disolusi terbaik.

Penulis: Esti Hendradi

Link jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34214337/

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp