Emboli Paru: Penyakit Mematikan yang Ternyata Dapat Dirawat dengan Penanganan Konservatif jika Keadaan Memaksa

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Pos Kupang

Emboli paru adalah penyakit yang timbul akibat penyumbatan yang terjadi pada pembuluh darah di paru-paru yang sebagian besar disebabkan oleh bekuan darah, yang berasal dari bagian tubuh lain yang lepas dan berjalan menuju pembuluh darah pada paru-paru. Bekuan ini akan menghambat aliran darah ke paru-paru sehingga sering berakibat fatal, sehingga harus dilakukan penanganan yang cepat dan tepat untuk meminimalkan resiko komplikasi dan kematian. Penyabab lainnya meliputi delembung udara, lemak, air ketuban, dan lain-lain.

Gejala yang dapat terjadi meliputi nyeri dada, berbeda dengan penyakit jantung koroner, nyeri dada akibat emboli paru terasa tajam, dan bertambah berat ketika menarik nafas, sesak nafas, batuk, detak jantung yang meningkat atau terasa tidak teratur dan pada kasus yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran, syok hingga henti jantung. Gejala lainnya yang tidak khas dapat terjadi meliputi pusing, pingsan, keringat berlebihan, gelisah, dan sebagainya.

Faktor resiko untuk penyakit ini meliputi penyakit jantung, kanker, gangguan pembekuan darah, tindakan pembedahan besar terutama pembedahan pada tungkai bawah, obesitas, tirah baring lama, lanjut usia, diabetes melitus, hipertensi dan lain-lain.

Terapi untuk penyakit emboli paru ini meliputi obat antikoagulan (pengencer darah), obat ini akan membantu untuk mencegah terjadinya bekuan darah, dan trombolitik (pelarut gumpalan darah), obat ini akan membantu untuk “menghancurkan” gumpalan darah. Namun pada kasus yang berat dimana terapi menggunakan obat tidak berhasil atau terdapat kondisi dimana tidak dapat diberikan obat-obatan, makan akan dilakukan pembedahan.

Tatalaksana pada kasus yang berat meliputi penggunaan obat trombolitik atau pembedahan, namun pada kondisi tertentu, terapi ini sulit untuk diberikan seperti pada laporan kasus yang diterbitkan oleh Medicine Case Report and Study Protocols tahun ini, kami melaporkan terdapat 2 kasus emboli paru, pasien dating dengan keluhan awal yaitu sesak yang dirasakan mendadak, dan nyeri dada. Pada pasien pertama memiliki faktor resiko patah tulang paha yang telah dilakukan tindakan operasi dan diabetes melitus. Pada kasus kedua, juga memiliki faktor resiko patah tulang paha 1 tahun. Lalu pada kedua kasus dilakukan pemeriksaan medis penunjang meliputi ekokardiografi dan CT-scan, lalu diagnosa emboli paru ditegakkan. Pada kasus ini kedua pasien memiliki kondisi yang berat sehingga direncanakan untuk diberikan obat trombolitik dengan tujuan untuk “menghancurkan” gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah pada paru-paru. Namun pada kedua kasus ini tidak dapat diberikan terapi ini karena pasien dan keluarga menolak untuk diberikan obat pelarut darah ini, dan karena rumah sakit tidak memiliki fasilitas untuk melakukan tindakan operasi, dan pasien juga menolak untuk dilakukan perujukan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk diberikan obat penencer darah. Setelah diberikan obat tersebut, beberapa hari kemudian keluhan pasien membaik dan secara klinis kondisinya mengalami perbaikan, pada pemeriksaan evaluasi saat pasien rawat jalan juga didapatkan perbaikan pada sumbatan bekuan darah.

Dari laporan kasus kami, dapat ditarik kesimpulan bahwa kasus emboli paru merupakan kasus yang memiliki potensi untuk menjadi fatal. Meskipun pada kasus yang berat, trombolitik atau operasi merupakan pilihan yang utama, namun pada kondisi dimana hal itu tidak dapat dilakukan, tatalaksana konservatif dengan menggunakan obat antikoagulan (pengencer darah) dapat diberikan sebagai alternatif.

Penulis: Firas Farisi Alkaff, dr.

Informasi lebih lanjut terkait artikel kami dapat dilihat di: https://doi.org/10.1097/MD9.0000000000000078

Hasibuan FS, Octora TN, Intan RE, Putro FS, Jonatan M, Alkaff FF. Conservative treatment for patients with high-risk massive pulmonary embolism: Two case reports. Medicine Case Reports and Study Protocols. 2021; 2 (3): p e0078.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp