Efektivitas Telemedicine sebagai Suplemen Perawatan Antenatal dalam Meningkatkan Pengetahuan Ibu Hamil

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Endocrinology Advisor

Akses yang terbatas ke layanan kesehatan karena jarak jauh dan lokasi yang tidak dapat diakses, kurangnya sumber daya dan kesehatan fasilitas, serta kemiskinan, dapat menyebabkan keterlambatan dalam deteksi tanda bahaya pada kehamilan. Kebijakan pembatasan sosial selama pandemi Covid-19 mengakibatkan konsultasi tatap muka langsung antara ibu hamil dan petugas kesehatan dan berpotensi mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu tentang masalah dalam kehamilan. Pesatnya perkembangan informatika dan teknologi komunikasi membuat telemedicine atau telehealth menjadi alternatif untuk menghadapi kondisi tersebut. Penggunaan informasi dan komunikasi teknologi dalam perawatan antenatal (ANC) telah dikembangkan di berbagai negara di seluruh dunia dan telah dinilai cukup menjanjikan. Peneliti melakukan tinjauan sistematis dengan tujuan mempelajari efektivitas telemedicine sebagai pelayanan antenatal tambahan dalam meningkatkan pengetahuan ibu hamil di beberapa negara.

Dari hasil tinjauan sistematis tersebut, didapatkan bahwa informasi yang diberikan kepada ibu dikemas dalam bentuk tulisan pesan, pesan suara, video, dan SMS (singkat layanan pesan) interaktif.  Tema yang disampaikan adalah pengetahuan tentang tanda-tanda berbahaya pada kehamilan seperti pendarahan vagina, demam, kejang, bengkak, keluarnya cairan ketuban yang berbau cairan dari vagina sampai kehilangan kesadaran. Selain itu, juga dapat diinformasikan tanda-tanda bahaya untuk bayi baru lahir termasuk bayi biru, bayi dengan kesulitan bernafas, bayi tidak dapat minum, bayinya sangat kecil, kulit bayinya meletus, dan suhu bayi terlalu dingin atau terlalu panas. Pesan pendidikan terkait praktik menyusui dan imunisasi pada ibu dan bayi juga disampaikan melalui cara yang sama. Di kota Dodoma, Tanzania, terjadi peningkatan pengetahuan ibu tentang tanda bahaya pada kehamilan dan bayi baru lahir serta kesiapan menghadapi persalinan setelah penggunaan pesan teks (SMS). Sayangnya, pesan teks tidak dapat diterapkan di pedesaan karena kurangnya kepemilikan telepon genggam. Sebaliknya di Distrik Chamwino, Tanzania, di daerah pedesaan, tingkat pengetahuan ibu tentang tanda bahaya di kehamilan dan bayi baru lahir malah meningkat. Di daerah kumuh padat penduduk di Mumbai, India, pesan suara berisi pendidikan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi, yang diberikan dari usia kehamilan 6 minggu sampai bayi berusia 1 tahun berhasil meningkatkan pengetahuan dan kesediaan ibu untuk menerima vaksin tetanus toksoid, serta ibu segera berkonsultasi ke dokter bila terjadi pendarahan vaginal. Metode ini dapat mencegah “3 terlambat”, yaitu keterlambatan dalam mengenali tanda bahaya kehamilan, membuat keputusan, dan terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Pengiriman pesan suara juga dilakukan di Bangladesh, masing-masing di daerah pedesaan (Matlab), daerah kumuh (Bhasantek), dan daerah perkotaan (Bhramanbaria). Pengiriman pesan ini disebut ‘Aponjon’, yaitu pesan suara yang berisi pengetahuan dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang diberikan selama 3 bulan. Hasilnya, pesan Aponjon meningkatkan pengetahuan dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan bayi serta meningkatkan kunjungan perawatan nifas ke fasilitas kesehatan.

Telemedicine tidak hanya digunakan untuk memberikan edukasi ke ibu hamil tapi bisa juga jarak jauh memantau kesehatan ibu hamil, misalnya untuk memantau tekanan darah dan suhu tubuh ibu. Ini dilakukan di Madagaskar, di mana wanita hamil menerima ‘PANDA monitor point of care’, yang terhubung ke ‘unit medis PANDA’ yang memungkinkan dokter di rumah sakit rujukan untuk memantau. Hal yang sama dilakukan di Jepang, di mana wanita hamil dipantau dengan perangkat yang disebut iCTG. Alat ini dapat memantau dari jarak jauh kardiotokografi ibu dan tekanan darah. Selama pemeriksaan, perangkat terhubung ke smartphone atau laptop di Rumah Sakit Hokkaido. Dokter dapat memeriksa ibu secara visual dan membuat catatan tentang hasil pemeriksaan dalam rekam medis.

Hasil tinjauan sistematis tersebut menunjukkan bahwa telemedicine merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang berbagai hal mengenai kehamilan. Bagaimana prospek penerapan telemedicine di Indonesia ? Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia, penggunaan internet di perkotaan sebesar 61,83% sedangkan di pedesaan sebesar 32,5%. Pengguna smartphone di Indonesia adalah 86,2% dan di antaranya 65,09% adalah wanita. Aplikasi yang paling umum digunakan dalam bertukar pesan adalah WhatsApp (31,7%) dan sebagian besar pengguna adalah ibu rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa telemedicine mempunyai kesempatan untuk diterapkan untuk wanita di Indonesia, terutama di kota besar, apalagi pemerintah Indonesia telah menyediakan pusat layanan internet kecamatan keliling ke seluruh kecamatan di Indonesia.

Penulis : Samsriyaningsih Handayani dan Ratih Sekar Ayu

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di : https://medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/view/16114

Ratih Sekar Ayu, & Samsriyaningsih Handayani. (2021). The Effectiveness of Telemedicine as a Supplementary Antenatal Care in Increasing Knowledge of Pregnant Women. Indian Journal of Public Health Research & Development, 12(3), 478-485. https://doi.org/10.37506/ijphrd.v12i3.16114

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp