Psikologi UNAIR Edukasi Anggota Help Center Soal Pertolongan Psikologis Pertama Korban Pelecehan Seksual

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Suasana Zoom Meeting Webinar Psychological First Aid untuk Korban atau Penyintas Pelecehan Seksual Fakultas Psikologi UNAIR. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Seri kegiatan pengabdian masyarakat Fakultas Psikologi (FPsi) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali digelar pada Jumat (23/7/2021). Setelah sebelumnya membahas bahaya dan pencegahan pelecehan seksual di ranah kampus, webinar daring kali ini mengangat tema ‘Psychological First Aid untuk Korban/Penyintas Pelecehan Seksual’.

Dalam acara yang ditujukan khusus untuk anggota Help Center UNAIR dan relawan itu, dosen Psikologi UNAIR Dr. Ike Herdiana, M.Psi., Psikolog membawakan materi berjudul ‘Pelecehan Seksual pada Mahasiswa dan Dampak Psikologisnya’.

Dr. Ike mengungkapkan bagaimana pelecehan seksual pada mahasiswa dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Pelecehan tersebut dapat berupa komentar, gerak tubuh, tindakan, hingga perhatian yang dimaksudkan untuk menyinggung, menyakiti, maupun mengintimidasi.

“Masalah ini harus menjadi perhatian karena dapaat terjadi baik pada perempuan maupun laki-laki. Dengan berkembangnya teknologi, pelecehan seksual pun kini juga dapat terjadi di dunia maya seperti mengirim atau menyebarkan pesan teks, gambar, maupun video yang tidak pantas,” jelasnya.

Dampak psikologis penyintas pelecehan seksual pun muncul dalam berbagai bentuk dan tingkatan, mulai dari depresi, kecemasan, denial, takut, rasa malu, frustasi, isolasi, hingga menyalahkan diri sendiri. Dalam beberapa kasus, trauma berkepanjangan juga bisa memicu PTSD atau gangguan stres pasca-trauma.

Sementara itu dalam sesi kedua, turut hadir Chandrania Fastari, M.Psi., Psikolog selaku Psikolog PSTP2A Kabupaten Gresik. Dalam kesempatan itu, Chandrania membawakan materi tentang ‘Psychological First Aid (PFA) bagi Korban Pelecehan Seksual’.

PFA atau Pertolongan Psikologis Pertama (P3) sendiri merujuk pada respons bersifat manusiawi dan suportif kepada sesama manusia yang sedang menderita atau memerlukan dukungan. Menurut Chandrania, PFA tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga profesional saja.

“Kunci PFA sebenarnya adalah stabilisasi. Bagaimana kita memberi rasa aman pada penyintas, membangun akses terhadap dukungan, serta membangkitkan rasa berdaya dalam diri penyintas,” jelasnya.

Pelaksanaan PFA sendiri dimulai dengan persiapan atau riset sederhana dengan melihat kondisi psikologis, menggali informasi, serta kasus pelecehan yang menimpa penyintas. Kemudian, PFA dimulai dengan memberi rasa aman dengan memperhatikan privasi penyintas, ketenangan nada berbicara, menghindari berargumen, maupun membantu penyintas menenangkan diri dengan relaksasi pernapasan.

“Terakhir, pastikan penyintas mendapat akses bantuan dan informasi sebagai tindak lanjut dari kasus dan penanganan psikologis bagi penyintas,” tutupnya.

Kegiatan pengabdian masyarakat yang digelar secara gratis itu sendiri menjadi implementasi FPsi UNAIR terhadap cita-cita Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya di bidang good health and wellbeing serta gender equality. (*)

Penulis: Intang Arifia

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp