Menghindari Toxic Productivity di Masa Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Pandemi Covid-19 memaksa kita untuk melakukan segala kegiatan dari rumah. Berbagai kegiatan yang sebelumnya dapat dilakukan di ruang publik seperti bekerja, berkuliah, atau bersekolah, kini mau tidak mau harus dilakukan di rumah demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Meskipun hanya dapat berkegiatan dari rumah, seringkali situsi menuntut seseorang untuk selalu produktif serta mampu mengatur waktu dengan baik. Akibatnya tidak sedikit orang yang tanpa sadar justru terjebak dalam toxic productivity.

Toxic productivity merupakan suatu keinginan untuk selalu produktif setiap waktu dengan segala usaha dan cara serta tidak mau berhenti walaupun tugasnya telah selesai,” jelas dr. Erikavitri Yulianti, Sp. KJ (K) pada gelaran webinar bertajuk How to be Productive during Pandemic yang dilaksanakan padaMinggu (11/7/2021).

Pada webinar yang diadakan oleh METHADONE (Mental Health and Productivity during COVID-19 Pandemic), platform kesehatan mental Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) itu, dr. Erikavitri menjelaskan bahwa seseorang yang terjebak dalam toxic productivity akan selalu mengkritik, menuntut diri sendiri seakan belum melakukan dan mencapai apa-apa, serta melupakan prestasi yang telah diraih.

Menurut dr. Erikavitri, toxic productivity berpotensi menimbulkan suatu burnout sehingga relasi dengan orang lain akan terganggu.

Konsultan bidang psikiatri itu menjelaskan bahwa penyebab toxic productivity adalah rutinitas yang berubah selama masa pandemi Covid-19. “Sebetulnya kita ini tidak nyaman. Kita takut dengan ketidakpastian pandemi Covid-19 sehingga melakukan suatu produktivitas yang toksik yang akan memberikan ‘rasa aman’ terhadap diri kita untuk menutupi ketakutan kita,” tutur dr. Erikavitri.

Ia menyebut, beberapa ciri yang menandakan seseorang melakukan toxic productivity adalah sering merasa bersalah dan menuntut untuk harus melakukan lebih banyak pekerjaan padahal sudah tidak ada lagi yang perlu dikerjakan. Selain itu, toxic priductivity juga dapat ditandai dengan kelelahan di pagi hari padahal sudah tidur dengan cukup dan tidak efisien dalam melakukan pekerjaan.

Dalam webinar itu, dr. Erikavitri juga memberikan saran agar seseorang terhindar dari toxic productivity. Salah satunya adalah dengan melakukan pengaturan waktu yang baik dan memahami bioritme diri masing-masing.

“Ada orang yang aktif setelah tengah malam, ada juga orang yang aktif setelah jam 12 siang. Kita harus memahami diri kita sendiri karena tugas yang tidak produktif akan menghabiskan waktu,” jelasnya.

Selain itu, melakukan manajemen stres, menetapkan tolok ukur untuk mengevalusi hasil pekerjaan, dan memberikan reward untuk diri sendiri juga mampu menghindarkan seseorang dari produktivitas yang toksik. “Jangan lupa untuk tetap menerapkan skala prioritas, fokus melakukan kegiatan, serta tetap fleksibel,” pungkasnya. (*)

Penulis: Agnes Ikandani

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

Scroll to Top