Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di wilayah Ring of fire yang berbatasan dengan zona tektonik aktif dengan tingkat seismisitas dan vulkanisme yang tinggi. Kondisi geografis ini sering kali dikaitkan dengan tingginya risiko bencana di Indonesia. Berbagai bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan likuifaksi telah terjadi di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Selain bencana alam, beberapa kasus terorisme, kecelakaan pesawat, kecelakaan lalu lintas, dan kriminalitas seringkali memakan banyak korban. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia, selama tahun 2021 telah terjadi sebanyak 5.402 bencana dengan jumlah korban meninggal dunia mencapai 728 orang.
Identifikasi korban dalam situasi bencana merupakan tantangan tersendiri bagi tim DVI. Banyak metode identifikasi dapat diterapkan untuk menentukan identitas seseorang, seperti identifikasi visual, analisis DNA, analisis sidik jari, dan analisis gigi. Prinsip dasar dalam proses identifikasi individud adalah perbandingan antara data antemortem dan data postmortem. Analisis DNA memberikan akurasi tinggi untuk identifikasi, namun metode ini membutuhkan biaya yang besar dan memerlukan waktu lebih lama. Sidik jari postmortem akan dicocokkan dengan sidik jari antemortem yang tersimpan dalam database seperti e-KTP. Temuan gigi postmortem dapat dibandingkan dengan catatan gigi antemortem yang didapatkan dari dokter gigi.
Gigi merupakan bagian tubuh manusia yang paling kuat dan mampu bertahan dalam kondisi ekstrim sekalipun. Banyak informasi penting, termasuk jenis kelamin, usia, etnis, dan status sosial dapat diperoleh dari gigi manusia. Usia merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Dalam ilmu forensik, usia biologis dapat diketahui melalui perhitungan beberapa parameter, seperti tulang dan gigi. Perhitungan estimasi usia melalui gigi dapat dilakukan melalui analisis tahap perkembangan dan pertumbuhan gigi, perubahan morfologis dan fisiologis, serta pertumbuhan gigi molar ketiga. Berbagai metode estimasi usia gigi telah dikembangkan dalam banyak penelitian. Setiap metode estimasi usia memiliki tingkat akurasi dan batasan yang berbeda untuk populasi tertentu. Tingkat maturasi gigi memiliki peran penting dalam estimasi usia anak-anak dan remaja. Hal ini dikarenakan gigi memiliki tahapan pertumbuhan dan perkembangan sebagai indikator dalam perhitungan estimasi usia. Pada usia anak-anak, pertumbuhan dan perkembangan gigi lebih banyak dikendalikan oleh faktor genetik. Oleh karena itu, tahapan pertumbuhan gigi menunjukkan lebih sedikit variabilitas dibandingkan dengan tulang dan bagian tubuh lainnya.
Tingkat akurasi hasil yang diperoleh dari perhitungan estimasi usia turut dipengaruhi oleh metode dan media yang digunakan. Perhitungan estimasi usia melalui gigi dapat dilakukan melalui pemeriksaan klinis, radiografi, histologis, dan biokimia. Pemilihan metode estimasi usia tentunya harus memperhatikan beberapa pertimbangan, antara lain adalah pertimbangan kelompok usia, individu hidup atau meninggal dunia, dan peralatan yang tersedia. Sejauh ini pemeriksaan radiografi masih menjadi metode yang paling umum digunakan karena merupakan metode non-invasif dan dapat diterima secara etik dan hukum di berbagai negara.
Indonesia memiliki beragam etnis dan suku bangsa yang tinggal di berbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke. Masing-masing etnis dan suku bangsa tentunya memiliki pola hidup dan jenis makanan yang berbeda-beda. Pada berbagai penelitian terdahulu, faktor makanan dan pola hidup sering kali dikaitkan dengan pola tumbuh kembang manusia. Hal ini turut menjadi perhatian dalam studi tentang perhitungan estimasi usia melalui gigi. Terdapat beberapa metode estimasi usia yang dapat diterapkan pada populasi Indonesia dan menunjukkan tingkat akurasi yang baik, seperti metode Demirjian, Willems, AlQahtani, Nolla, Schour and Massler, dan Kvall.
Metode estimasi usia dari Demirjian dapat diaplikasikan pada kelompok usia anak-anak hingga remaja. Metode Willems yang merupakan pengembangan dan modifikasi dari metode Demirjian menunjukkan tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode asalnya. Selain itu, terdapat metode AlQahtani yang merupakan metode estimasi usia menggunakan media atlas pertumbuhan gigi. Metode ini dapat digunakan untuk memperkirakan usia seseorang sejak 4 bulan di dalam kandungan hingga usia 23,5 tahun. Beberapa penelitian menemukan bahwa metode AlQahtani juga memiliki tingkat akurasi yang tinggi bagi populasi Indonesia.
Dalam ranah ilmu kedokteran gigi forensik dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai metode estimasi usia yang dapat diterapkan untuk populasi Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan suku bangsa. Namun, terdapat satu hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam perhitungan estimasi usia melalui gigi, yaitu harus memperhatikan aspek legal dan aspek ilmiah dari metode yang digunakan. Karena setiap analisis dalam bidang forensik harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dengan pendekatan keilmuan.
Penulis: Arofi Kurniawan, drg., Ph.D.
Diambil dari artikel jurnal berjudul: The Applicable Dental Age Estimation Methods for Children and Adolescents in Indonesia
Artikel telah terbit di International Journal of Dentistry
Link artikel: https://doi.org/10.1155/2022/6761476