Pada tanggal 13 Maret 2022 saya membaca unggahan perasaan sedih senior saya Prof Teddy Ontoseno di WhatsApp group alumni UNAIR atas wafatnya Dr Urip Murteja. Prof Teddy mengungkapkan perasaan sedihnya ditinggal Dr Urip dan Dr Agus Hariyanto yang keduanya merupakan tim andalan penanganan bayi kembar Rumah Sakit Dr Soetomo-UNAIR.
Saya menulis artikel ini tentang pencapaian hebat yang diraih para Ksatria Airlangga di bidang operasi pemisahan bayi kembar. Artikel ini sekaligus untuk mengingatkan generasi muda sivitas akademika UNAIR akan pencapaian gemilang para alumni yang kita cintai, dan menjadikan motivasi penting bagi generasi muda.
Prof Teddy yang pernah menjadi pengurus IKA-UA bersama saya ketika bertemu di sekretariat IKA UNAIR Kampus C sekitar dua tahun lalu mengatakan bahwa memang dari segi teknologi kedokteran, Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-negara maju. Namun, itu bukan berarti bahwa dokter-dokter di Indonesia tidak mempunyai keahlian yang mumpuni. Pernyataan beliau ini bisa dibuktikan dengan banyak pencapaian para dokter alumni UNAIR, salah satunya operasi kembar siam.
Penanganan operasi kembar siam di Surabaya ini memiliki sejarah panjang karena dimulai sejak tahun 1975 dan menorehkan keberhailan melakukan berpuluh-puluh operasi kembar siam. Operasi dilakukan bersama tim dokter Pusat Pelayanan Kembar Siam Terpadu (PPKST) RSUD Dr Soetomo Surabaya dimana almarhum Dr Agus Haryanto menjabat sebagai ketua. Keberhasilan para Ksatria Airlangga ini menjadi referensi penting di dunia kedokteran.
RSUD Dr Soetomo-UNAIR sangat serius menangani kasus bayi kembar ketika menerima pasien bayi kembar bernama Dwipayanti dan Dwipayani asal Mengwi, Denpasar, Bali. Kembar siam berhasil dipisahkan oleh tim dokter RSUD Dr Soetomo-UNAIR pada tahun 2005. Tepatya pada tanggal 29 Januari 2005 kedua putri kembar dempet dada dan perut pasangan I Gusti Ayu Ketut Sriyani dan Gusti Eka Laya Kunta berhasil dipisahkan.
Yang menarik, kerja profesional para ahli kedokteran itu tidak memungut biaya. Almarhum Dr Agus Haryanto pernah mengatakan bahwa “Kami tidak memungut biaya operasi kepada orang tua pasien, dan menanggung biaya rawat inap bagi bayi kembar siam sampai sekarang”. Padahal, biaya operasi kembar siam itu tidak murah. Pada tahun 2005 operasi bayi kembar itu dimulai dari operasi tissue expander , memasukkan alat untuk pengembangan jaringan kulit dengan biaya Rp 532 juta. Waktu itu pula, biaya operasi pemisahan bayi kembar di Batam sudah mencapai Rp 1 miliar lebih.
Pada tahun 2013, tim PPKST telah melakukan 16 operasi di luar RSUD Dr Soetomo (visitasi). Terakhir visitasi ke Palembang. Saat itu ada 22 orang tim dokter membawa peralatan ortopedi dan peralatan operasi lainnya ke RSUP Muhammad Saleh Palembang dan berhasil memisahkaan bayi kembar siam dalam kondisi selamat. Gubernur Sumatra Selatan waktu itu sampai terkejut karena tim dokter dari Surabaya ini tidak memungut biaya. Almarhum Dr Agus mengatakan bahwa beliau tidak bermaksud pamer tidak memungut biaya. “Tim dokter kembar siam berpegang teguh pada sumpah kami sebagai dokter,” kata almarhum.
Ketua Forum Pers RSUD Dr Soetomo almarhum Dr Urip Murtejo – yang juga tergabung dalam tim PPKST – mengatakan bahwa tim dokter berusaha untuk membangun komunikasi yang baik dengan keluarga pasien bayi kembar dikarenakan mereka memiliki beban berat. Nampaknya, kerberhasilan operasi bayi kembar itu adalah gabungan profesionalisme para dokter dan komunikasi yang meng-uwongke (meng-orangkan) keluarga pasien.
Menurut saya, sikap mulia yang ditunjukkan kedua almarhum dan semua tim dokter operasi kembar siam adalah cerminan dari motto UNAIR Excellence with Morality.
Terakhir, perkenankan saya mengutip kalimat Prof Teddy di WA group IKA UNAIR itu. “Saya ditinggal dulu oleh sobat saya dalam TEAM KEMBAR SIAM Dr Oerip dan Dr Agus Haryanto. Selamat jalan Mas Urip dan Mas Agus untuk menempuh kehidupan yang abadi. Semua jasa-jasamu mengantarkan ke surge. Amin, YRA”.
Jasa dan amal baik kedua almarhum menjadi pelecut para Ksatria Airlangga muda, tidak hanya dari Fakultas Kedokteran, tapi untuk semua sivitas akademika UNAIR, untuk terus berkarya untuk bangsa. (*)