Guru Besar FKG Dorong Penerapan Teknologi 5.0 dalam Bidang Ortodonti

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof Dr I Gusti Aju Wahju Ardani drg M Kes Sp Ort (K) resmi dikukuhkan menjadi guru besar Universitas Airlangga (UNAIR) pada hari Rabu (16/03/2022). (Foto: Agus Irwanto)

UNAIR NEWS – Prof Dr I Gusti Aju Wahju Ardani drg M Kes Sp Ort (K) resmi dikukuhkan menjadi guru besar Universitas Airlangga (UNAIR) pada hari Rabu (16/03/2022). Dengan gelar tersebut, Dani, panggilan akrabnya, resmi menjadi Guru Besar Ilmu Ortodonsia sekaligus Guru Besar ke-542 yang dimiliki UNAIR sejak berdiri.

Dalam orasi ilmiahnya, ia mendorong penerapan teknologi khususnya artificial intelligence (AI) dalam bidang ortodonti dan dentofasial ortopedi. Bidang ini merupakan bidang khusus ilmu kedokteran gigi yang mempelajari kelainan pertumbuhkembangan gigi-geligi dan wajah yang disebut dengan istilah dentofasial.

Di bidang tersebut, genetik selalu diusulkan sebagai rencana terapi ke depan. “Ini dikarenakan genetik menunjukkan latar belakang yang cukup erat dengan profil wajah individu secara klinis. Keanekaragaman dentofasial didasari oleh variasi genetik atau yang dikenal dengan Single Nucleotide Polymorphisms (SNPs),” sebutnya.

Dani menyebutkan, banyak penyakit yang sebetulnya tidak diturunkan. Sehingga jika faktor genetik sudah diketahui sejak dini,  maka evaluasi pada pasien dapat dilakukan lebih awal dan akurat. “Inilah yang menjadi konsentrasi ilmu ortodonti saat ini, yakni menuju pengembangan bioinformatika,” jelas dosen asal departemen ortodonsia tersebut.

Sebagai salah satu penelitian masa depan, tantangan yang kita hadapi masih cukup banyak, salah satunya harus ke arah otomatisasi, dalam hal ini diperlukan penerapan/menciptakan  Artificial Intelligence (AI). Pengembangan itu perlu ditunjang juga dengan medical imaging three dimension (3D),” jelasnya.

Langkah besar itu, disebutkan Dani, menjadi salah satu investasi untuk masa depan. “Perlahan namun pasti,  dengan mengetahui penyebab atau etiologi maloklusi melalui pendekatan genetika, maka penanganan kasus maloklusi menjadi lebih tepat, akurat, dan efisien (personalized orthodontics),” jelas guru besar fakultas kedokteran gigi aktif ke-37 tersebut.

Dengan dukungan teknologi dan sumber daya yang mumpuni, maka pemeriksaan maloklusi dan penanganan dentofasial dapat dilakukan secara otomatis dengan dukungan basis data. “Imbasnya tidak hanya pada kesejahteraan masyarakat, namun juga pada dunia pendidikan yakni berupa simulasi nyata. Ditambah lagi, terwujudnya teknologi ini juga akan menjadi rujukan bagi daerah lain di Indonesia,” sebutnya.(*)

Penulis : Stefanny Elly

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

Scroll to Top