Variabel Psikososial Deteksi Dini Kanker Payudara

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Berita

Kanker payudara tetap menjadi perhatian kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang yang memiliki akses terbatas untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu (1). Di Indonesia, kanker payudara memiliki angka kejadian tertinggi di antara jenis kanker lainnya dan merupakan penyebab kematian kedua tertinggi pada wanita (2). Meskipun tingkat kematiannya tinggi, kesadaran akan kanker payudara dan kebutuhan akan deteksi dini, diagnosis tepat waktu, dan pengobatan masih rendah: Sekitar 70% pasien kanker payudara datang dengan kanker payudara stadium lanjut, yang berdampak negatif pada pilihan pengobatan dan prognosis (3,4). Oleh karena itu, upaya deteksi dini kanker payudara terus menjadi fokus utama untuk meningkatkan prognosis pasien dan menekan biaya terkait kanker.

Pemeriksaan payudara sendiri (Sadari), merupakan metode yang dikenal di Indonesia untuk mendeteksi secara lebih awal adanya kanker payudara melalui rabaan yang dilakukan oleh wanita sendiri. Metode ini, diikuti dengan pemeriksaan medis apabila ditemukan gangguan pada payudara, merupakan metode yang dianggap cukup efektif untuk mendeteksi kanker payudara stadium awal di Indonesia. Terlepas dari potensi manfaatnya, praktik SADARI di Indonesia masih rendah (14,15), dan determinan SADARI sebagian besar tidak diketahui. Penelitian ini bertujuan: pertama, untuk mengeksplorasi determinan psikososial yang mendasari keyakinan dan perilaku terkait SADARI; kedua, adalah untuk menggali persepsi tentang pendekatan yang efektif untuk meningkatkan kesadaran payudara dalam konteks Indonesia. Oleh karena itu, diskusi kelompok terfokus (FGD) dengan perempuan Indonesia dilakukan untuk menangkap pengalaman hidup mereka dan tentang faktor-faktor penentu skrining kanker payudara.

Sebanyak enam puluh dua wanita di Surabaya, Jawa Timur bersedia mengikuti FGD, dan dibagi menjadi sembilan kelompok berdasarkan kecamatannya. Kriteria inklusi adalah: berusia 18 sampai 65 tahun, tidak pernah atau jarang (≤3) melakukan SADARI pada tahun sebelumnya, dan tidak memiliki riwayat kanker payudara atau penyakit kronis lainnya. FGD dilakukan antara bulan Agustus hingga November 2018. Mayoritas peserta berpenghasilan rendah, tidak memiliki riwayat kanker dalam keluarga, dan ditanggung oleh asuransi Kesehatan.

Determinan Perilaku Sadari

  • Pengetahuan terkait kanker payudara dan SADARI.

Sebagian besar responden menunjukkan rendahnya pengetahuan terkait kanker payudara dan Sadari. Sebagian wanita menyebutkan bahwa kanker payudara merupakan penyakit yang mematikan, menakutkan, berbahaya dan fatal. Bahwa kanker payudara dapat disembuhkan jika terdeteksi dini, dapat bermetastasis ke organ lain, dan kemoterapi, radioterapi, dan mastektomi dapat digunakan untuk mengobatinya. Walaupun demikian, beberapa misinformasi tercatat: kanker payudara dapat menular, disebabkan oleh infeksi bakteri, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan alternatif. Mereka memperoleh informasi tentang kanker payudara dari TV, tokoh masyarakat, teman/keluarga, internet/media sosial, buku kedokteran dan surat kabar.

Sebagian besar responden mengindikasikan meskipun mereka belum pernah mendengar tentang Sadari, mereka menganggapnya menarik dan penting. Karena FGD memungkinkan peneliti untuk memberikan informasi singkat tentang prosedur Sadari, para peserta merasa bahwa keuntungan Sadari adalah dapat mendeteksi kanker payudara secara dini. Sebagian besar responden tidak mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan Sadari dan cara menghitung masa subur untuk dapat memulai SADARI. Beberapa ibu yang mampu menjelaskan prosedur SADARI terkait berbagai sumber informasi SADARI: keluarga, teman, leaflet di puskesmas dan pertemuan PKK.

  • Sikap dan Keyakinan.

Sebagian besar peserta menyatakan sikap positif terhadap SADARI sebagai perilaku perlindungan kesehatan yang penting karena dapat meningkatkan kesadaran payudara dan memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi kelainan payudara sejak dini, yang memungkinkan pemulihan yang cepat. Mereka mencatat bahwa aspek positif dari SADARI lebih besar daripada negatifnya. Maskipun beberapa responden juga menyebutkan beberapa sisi negatif Sadari: merasa malu, tidak nyaman dan takut jika mereka menemukan gejala kanker payudara ketika melakukan Sadari.

  • Persepsi risiko.

Hampir semua peserta menyatakan bahwa mereka dan sebagian besar wanita rentan terhadap kanker payudara karena kesadaran kesehatan yang buruk, gaya hidup yang tidak sehat, masalah menyusui, menstruasi dini, menopause, faktor genetik, paparan stres atau masalah kesehatan sebelumnya yang berkaitan dengan payudara mereka. Beberapa kesalahan informasi terkait penyebab kanker payudara juga terdeteksi: bra tidak bersih, tubuh dan lingkungan kotor, menyimpan uang di bra, tidur dengan bra, dan tidak pernah hamil. Beberapa menunjukkan bahwa mereka tidak merasa berisiko karena mereka aktif secara fisik.

  • Norma Subyektif.

Sebagian besar peserta menunjukkan bahwa tidak seorang pun (atau mereka tidak mengetahui siapa pun) di jejaring sosial mereka yang mempraktikkan Sadari, karena mereka umumnya tidak mendiskusikannya karena malu. Sementara beberapa mengakui bahwa jika mereka mengenal seseorang yang mempraktikkannya, mereka akan menghargai hal tersebut dan mendorong mereka untuk melakukan Sadari.

  • Kontrol perilaku yang dirasakan.

Sebagian besar responden merasa yakin dapat melakukan Sadari karena kelihatannya mudah. Mereka juga mau belajar tata cara Sadari yang benar. Beberapa peserta mengakui perilaku Sadari mereka tergantung pada apakah mereka memiliki prioritas yang lebih penting. Selain itu, rendahnya motivasi yang ditunjukkan oleh mereka yang lupa melakukan Sadari dan/atau merasa malas atau terlalu lelah untuk melakukan Sadari juga berperan dalam melakukan Sadari.

  • Niat.

Sebagian besar partisipan menyatakan bersedia melakukan Sadari karena telah mengetahui keuntungan yang diperoleh. Namun, mereka juga menekankan pentingnya memiliki pendidikan Sadari yang tepat. Sebaliknya, beberapa partisipan menunjukkan bahwa mereka tidak berniat melakukan Sadari karena tidak nyaman dan merasa malu, takut menemukan gejala, atau tidak terbiasa dengan prosedurnya. Mereka juga menganggap Sadari tidak relevan karena mereka tidak memiliki gejala kanker payudara.

Pendekatan Intervensi untuk Meningkatkan Kesadaran Kanker Payudara

Kami menanyakan pada responden bentuk komunikasi apa, dan orang dan/atau organisasi mana yang efektif untuk meningkatkan kesadaran payudara.

  • Agen konsultasi payudara.

Sebagian besar peserta yang menikah menyatakan bahwa suami mereka adalah orang yang paling mungkin mereka ajak berkonsultasi jika ada persoalan dengan payudara mereka, sementara peserta yang belum menikah lebih suka mendiskusikan masalah ini dengan orang tua dan keluarga, terutama ibu mereka. Para peserta menyampaikan bahwa mereka bersedia menjalani pemeriksaan lebih lanjut jika diperlukan, karena dokter akan dapat menyarankan saran kesehatan yang lebih lanjut. Meskipun sebagian besar peserta lebih suka berkonsultasi dengan dokter wanita (yang sudah dikenal), prioritas utama mereka adalah dokter yang kompeten.

  • Pola komunikasi.

Beberapa peserta percaya bahwa pertemuan tatap muka paling efektif untuk pendidikan payudara. Pertemuan dapat digabungkan dengan pertemuan rutin PKK, atau menjadi bagian dari pertemuan rutin atau insidental POSYANDU. Beberapa peserta mencatat pertemuan rutin lebih mungkin dihadiri oleh lebih banyak peserta daripada pertemuan insidental karena pertemuan sebelumnya sudah menjadi bagian dari jadwal mereka. Selain itu, para peserta meyakini bahwa pendidikan payudara seharusnya tidak hanya melibatkan penjelasan verbal, tetapi media lain seperti presentasi, patung payudara, poster, dan media sosial dapat digunakan. Beberapa peserta mengindikasikan perlunya mempertimbangkan media sosial sebagai sarana edukasi karena tidak semua wanita menggunakannya dan informasi yang diberikan mungkin tidak dibaca atau disalahartikan. Para peserta sepakat bahwa media sosial dapat melengkapi pertemuan tatap muka. Sumber informasi edukasi dapat melipatkan penyintas kanker payudara, akan tetapi informasi dari professional Kesehatan dianggap lebih meyakinkan.

Temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk mengembangkan strategi intervensi untuk mempromosikan Sadari pada populasi yang sedang dipelajari dengan memberikan panduan tentang keyakinan apa yang perlu diperkuat, dihapus, diubah atau dipasang pada wanita Indonesia untuk mempromosikan perilaku Sadari secara rutin. Sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan kanker payudara dan SADARI di kalangan wanita untuk meningkatkan kesadaran kanker payudara mereka. Informasi tentang kanker payudara, termasuk gejala, faktor risiko dan keterampilan untuk melakukan SADARI dan mengenali anatomi payudara normal dan abnormal sangat penting untuk pendidikan payudara. Penelitian kuantitatif lebih lanjut diperlukan untuk memvalidasi enam faktor penentu praktik SADARI yang terungkap dalam penelitian ini. Kami percaya bahwa pertemuan tatap muka di mana media visual dan profesional kesehatan dipergunakan untuk meningkatkan kesadaran kanker payudara sangat penting. Pendidikan payudara juga perlu melibatkan orang terdekat pada jejaring sosial wanita sebagai kelompok target.

Penulis: Dr. Triana Kesuma Dewi, S.Psi., M.Sc

Link: https://www.researchgate.net/publication/358739280_The_role_of_psychosocial_variables_in_breast_self-examination_practice_Results_from_focus_group_discussions_in_Surabaya_Indonesia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp