Priapismus merupakan kegawatdaruratan di bidang urologi akibat ereksi persisten selama 4 jam, dengan pengaruh aktivitas seksual maupun tidak. Terdapat dua tipe priapismus, tipe iskemik (low-flow) dan non-iskemik (high-flow). Tipe iskemik disebabkan oleh kondisi tertentu yang mencetuskan stasis di pembuluh darah pada penis. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sel dan fibrosis. Sementara tipe non-iskemik disebabkan oleh peningkatan aliran darah menuju arteri sinusoidal, yang dapat terjadi pada cedera penis.
Satu hingga lima persen dari priapismus disebabkan oleh leukemia. Hal ini berhubungan dengan disregulasi nitrit oksida pada aliran darah penis, yang mencetuskan agregasi platelet, thrombus, dan kerusakan jaringan. Penurunan nitrit oksida mengganggu relaksasi otot polos dan menyebabkan priapismus. Viskositas yang tinggi akibat jumlah leukosit yang meningkat juga berperan dalam pathogenesis priapismus pada leukemia.
Seorang laki-laki, 18 tahun, datang ke instalasi gawat darurat karena ereksi persisten selama 20 hari. Tidak ada fase tanpa ereksi di antaranya. Riwayat trauma, stimulasi seksual, dan konsumsi obat-obatan disangkal. Pasien mengeluhkan nyeri pada penis seiring dengan ereksi, tidak ada perubahan warna penis menjadi kebiruan, dan fungsi berkemih masih normal. Selain itu, pasien juga mengeluhkan telinga berdenging dan penglihatan buram selama 15 hari sebelum ke rumah sakit. Pasien mengeluhkan pula perut bagian kiri membesar selama 5 bulan. Sebelumnya, pasien sudah mendapatkan transfusi darah dan didiagnosis dengan kelainan darah di rumah sakit setempat. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran limpa. Hasil laboratorium menunjukkan anemia dan peningkatan sel darah putih. Hapusan darah tepi menyimpulkan adanya leukemia myeloid kronis. Pasien kemudian mendapatkan hidroksiurea 2000 mg/ hari, paracetamol 500 mg tiap 8 jam, dan mendapatkan leukoforesis.
Perbaikan tampak setelah pasien menjalani leukoforesis setiap hari dengan total 3 kali selama perawatan. Namun, di hari ke empat perawatan, pasien mengeluhkan adanya ereksi penis kembali. Dilakukan analisis gas darah dan menunjukkan adanya priapismus iskemik. Aspirasi intrakavernosa dilakukan dan diperoleh darah sejumlah 150 cc. Leukoforesis kemudian dilanjutkan. Pada perawatan hari ke-8, didapatkan perbaikan yang nyata. Hidroksiurea dihentikan karena didapatkan hasil BCR-ABL positif sebanyak 65%, dan sebagai penggantinya, diberikan imatinib 400 mg/hari. Keluhan priapismus tidak dirasakan kembali dan pasien keluar rumah sakit setelah hari perawatan ke-12
Terdapat cukup banyak penelitian sebelumnya yang memaparkan presentasi klinis, laboratorium, dan intervensi pasien dengan leukemia myeloid kronis serta priapismus. Dalam berbagai studi, disampaikan bahwa anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan bagian yang paling penting ketika menemukan kasus priapismus. Pemeriksaan laboratorium, khususnya hapusan darah tepi, analisis gas darah penis, dan BCR-ABL tentunya mendukung landasan untuk menentukan terapi yang paling tepat pada kasus di atas. Penerapan aspirasi intrakavernosa, leukofaresis, dan terapi sistemik memiliki keunggulan dan indikasi masing-masing. Terapi sistemik bekerja dengan menurunkan tingkat viskositas darah, sementara leukofaresis, secara lebih agresif dapat menurunkan dengan cepat sel darah putih, memperbaiki perfusi jaringan, dan mencegah leukostasis. Penelitian dan diskusi lebih lanjut dibutuhkan untuk memberikan perawatan yang lebih komprehensif pada kasus ini.
Penulis: Pradana Zaky Romadhon, dr., Sp.PD.
Link Jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35087660/