Elektromiografi Mengungkap Hubungan Otot Pengunyahan dengan Maloklusi Klas I dan Klas III Skeletal Pasien Etnis Jawa

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Phinemo

Oklusi ideal adalah suatu keadaan dimana gigi terletak dengan baik dan rapi pada lengkung rahang yang benar dan diperoleh hubungan yang harmonis antara rahang atas dan rahang bawah. Dengan demikian, maloklusi dapat diartikan sebagai penyimpangan posisi gigi pada lengkung gigi di luar batas standar yang dapat mengganggu estetika, fungsi pengunyahan, menelan, bicara dan harmoni wajah yang dapat disebabkan oleh kelainan pertumbuhan dentokraniofasial. Kelainan pertumbuhan ini dapat disebabkan oleh kondisi gigi, rahang atas dan/atau rahang bawah (skeletal), kombinasi antara gigi dan rahang (dentoskeletal). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ini, antara lain akibat genetik, bawaan dan lingkungan.

Faktor genetik dapat menyebabkan maloklusi karena sifat orang tua yang dapat diturunkan pada anak-anak mereka di mana itu tidak selalu mengarah pada harmoni. Misalnya, ada hubungan yang tidak harmonis antara rahang dan gigi karena tidak proporsionalnya ukuran gigi dan ukuran rahang. Selain itu, faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan yang juga berpengaruh terhadap maloklusi, contohnya adalah adanya kebiasaan buruk yang dialami atau dilakukan oleh pasien selama periode pertumbuhan. Jika kebiasaan ini berlanjut hingga akhir erupsi gigi permanen dan pada akhir masa pertumbuhan, maka dapat terjadi maloklusi atau bahkan lebih parah. Kebiasaan menghisap dot atau menghisap jari mengakibatkan tingginya prevalensi maloklusi. Pernapasan mulut berkaitan erat dengan perubahan pola pertumbuhan kraniofasial yang mengakibatkan peningkatan overjet, penurunan overjet, crossbite anterior atau posterior, open bite dan perpindahan titik kontak.

Perkembangan struktur dentofasial yang seimbang juga dipengaruhi oleh fungsi otot di sekitar mulut. Otot merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi terjadinya maloklusi. Ada beberapa jenis otot pengunyahan di daerah mulut, seperti otot masseter, temporal, pterygoid medial, otot lidah, otot buccinator, dan orbicularis oris. Otot-otot ini selain mempengaruhi struktur wajah, juga dapat berperan dalam menentukan posisi gigi dan maloklusi. Aktivitas otot yang berlangsung terus menerus dapat direpresentasikan dengan tonus otot. Tonus otot adalah aktivitas listrik otot dan jika ada gangguan fungsi otot pengunyahan, ada tidaknya tonus otot dapat menggambarkan kondisi ini. Melalui elektromiograf, aktivitas tonus otot masseter berperan sangat besar pada maloklusi kelas II.

Elektromiografi merupakan instrumen yang sering digunakan untuk mengevaluasi fungsi dan efisiensi otot dan saraf dengan merekam aktivitas potensial listrik yang dihasilkan oleh otot rangka. Maloklusi kelas III, yang biasanya ditandai dengan profil cekung, dapat disebabkan oleh kelainan perkembangan pada rahang atas, rahang bawah, atau kombinasi keduanya. Terjadi perubahan linear pada posisi mandibula yang menjadi lebih ke belakang dan ke bawah pada maloklusi kelas III. Pada maloklusi skeletal klas III pseudo tidak terdapat faktor genetik, tetapi disebabkan oleh faktor muskular yaitu perpindahan mandibula karena faktor lokal yang menyebabkan crossbite anterior, sedangkan pada maloklusi skeletal klas III sejati sangat dipengaruhi oleh faktor genetik.

Tingkat keberhasilan perawatan ortodontik tergantung pada kemampuan operator yaitu ortodontis dalam menganalisis diagnosis dan menentukan perawatan yang tepat. Selain itu, mengetahui etiologi maloklusi juga memegang peranan penting. Karena penyebab maloklusi bisa dihilangkan dengan baik, apalagi jika penyebabnya masih ada hingga pengobatan dilakukan. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tonus otot pengunyahan dengan maloklusi gigi dan tulang pada pasien kelas I dan kelas III pada pasien Jawa.

Hasil klinis menunjukkan aktivitas otot pada maloklusi kelas III lebih besar dari pada kelas I, kecuali otot temporalis kiri dan kedua sisi otot suprahyoid. Terdapat perbedaan yang bermakna pada tonus otot temporalis kanan, otot masseter kanan suprahyoid kiri dan otot suprahyoid kanan pada maloklusi kelas I dan III skeletal.  Jumlah kekuatan dalam pengunyahan otot dapat dipengaruhi oleh gigi yang tidak terletak di lengkungan yang benar yang mempengaruhi otot kekuatan, terutama jika permukaan gigi terlibat adalah abrasi. Kontak gigi yang baik dan stabilitas oklusal yang terjaga akan terjaga dengan baik tonus otot orofasial. Keterbatasan ini penelitian ini adalah ukuran sampel yang masih relatif kecil, itu hanya diperiksa otot pengunyahan aktivitas pada 18 pasien total maloklusi etnis Jawa kelas I dan III. Di masa depan, itu akan lebih baik untuk membedakan peran perbedaan otot pengunyahan dan mengidentifikasi perbedaan pada kedua jenis kelamin. Secara statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas otot yang signifikan antara maloklusi kelas I dan kelas III pada otot temporalis kanan, masseter kanan, otot suprahyoid kanan dan kiri. Ditemukan juga bahwa tonus otot suprahyoid pada maloklusi skeletal kelas III memiliki hasil pengukuran aktivitas otot yang paling lemah. Dari pemeriksaan otot-otot tersebut diharapkan dokter gigi dapat membuat rencana perawatan yang lebih tepat.

Penulis: Prof. Dr. I Gusti Aju Wahju Ardani, drg., M.Kes., Sp.Ort(K)

Link lengkap:

http://www.jidmr.com/journal/wp-content/uploads/2021/12/36-D21_1598_I_Gusti_Aju_Wahju_Ardani_Indonesia-1.pdf

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp